Enam bulan sudah Koalisi Untuk Keadilan Semanggi I dan II menempuh upaya hukum dengan melayangkan gugatan terhadap Jaksa Agung ST Burhanuddin ke Pengadilan Tata Usaha Negeri (PTUN) Jakarta atas pernyataannya di hadapan DPR pada 16 Jan 2020 yang mengatakan sudah ada hasil rapat paripurna DPR yang menyatakan Semanggi I-II bukan pelanggaran HAM berat, seharusnya Komnas HAM tidak menindaklanjuti [kasus tersebut]. Kini tibalah saat Majelis Hakim menyampaikan putusan yang kami nanti pada Rabu, 4 November 2020.

Dalam prosesnya, kami menemukan tujuh fakta yang terungkap pada persidangan dalam kasus ini:

  1. Perbuatan Jaksa Agung bukan sekedar kutipan biasa melainkan kebijakan karena diucapkan dalam kapasitas jabatan dan dalam forum resmi di hadapan Komisi II DPR. Sebagai kebijakan tentu pernyataan tersebut memiliki konsekuensi: pertama, ketidakpastian hukum bagi korban dan keluarga korban. Apalagi Komisioner Komnas HAM Choirul Anam di persidangan menyampaikan bahwa nyatanya setelah pernyataan tersebut disampaikan Jaksa Agung, tidak ada kemajuan apapun untuk perkara Trisakti, Semanggi I-II (TSS) dari Kejaksaan Agung. Kedua, tidak diungkapnya kasus ini meniadakan tanggung jawab Negara atas pembunuhan TSS dan melanggengkan impunitas di Indonesia. Hal ini bertentangan dengan klaim Jaksa Agung bahwa kutipannya tidak signifikan karena bolak-balik berkas dengan Komnas HAM terus dilakukan. Kami melihat adanya inkonsistensi logika dimana Jaksa Agung menganggap bolak-balik berkas adalah upaya menuntaskan kasus, sementara sikapnya di depan DPR sudah menyatakan bahwa TSS bukan pelanggaran HAM berat;
  2. Saksi dari Kejaksaan Agung telah menyatakan dalam persidangan bahwa pernyataan Jaksa Agung adalah perbuatan matang yang telah dipersiapkan terlebih dahulu dan diketik dalam Laporan yang akan diserahkan kepada Komisi III DPR, sehingga bukan pernyataan spontan seperti yang selama ini menjadi alasan Kejaksaan Agung;
  3. Keluarga korban telah mengajukan keberatan kepada Jaksa Agung atas pernyataannya tersebut. Namun Jaksa Agung tidak menjawab keberatan keluarga korban sesuai dengan Raker DPR yang dipertanyakan yakni 16 Januari 2020, melainkan hanya membahas Raker 20 Januari 2020. Oleh karena itu keluarga korban mengajukan banding melalui surat yang telah diajukan kepada Presiden;
  4. Bahwa faktanya terjadi atau tidak terjadinya pelanggaran HAM berat ditentukan oleh Komnas HAM sebagai penyelidik dan Jaksa Agung sebagai penyidik. Baru setelah itu DPR dapat mengusulkan pembentukan Pengadilan HAM Adhoc, jadi bukan sebaliknya DPR yang menentukan ada atau tidak pelanggaran HAM berat hanya melalui voting. Oleh karena itu, Jaksa Agung tidak dapat membuat pernyataannya tersebut dihadapan DPR;
  5. Bahwa ternyata hambatan Komnas HAM selama ini melengkapi berkas TSS adalah Jaksa Agung tidak pernah memberikan surat perintah bagi Komnas HAM untuk melakukan upaya paksa, padahal untuk melakukan penyitaan dan penggeledahan, UU mengharuskan adanya surat perintah dari Jaksa Agung. Hal ini dikuatkan oleh Choirul Anam dalam persidangan menyampaikan bahwa sesungguhnya masalah kasus TSS adalah tidak adanya political will pemerintah, bukan masalah teknis hukum karena sesungguhnya segala sesuatu sudah diatur oleh hukum tetapi tidak dijalankan oleh penegak hukum;
  6. Saksi dari Kejaksaan Agung menunjukkan ketidakjujuran ketika menyatakan bahwa telah dibentuk Pengadilan Militer untuk Semanggi I-II, padahal Semanggi I belum pernah diadili oleh Pengadilan apapun;
  7. Rumusan hasil bedah kasus pelanggaran HAM berat di Bogor yang dilaksanakan pada 15-19 Februari 2016 antara Kejaksaan Agung dan Komnas HAM tidak ditandatangani oleh kedua belah pihak karena tidak ada kesepakatan antar keduanya. Tapi kemudian dokumen bedah kasus tersebut selalu dijadikan alasan bahwa seolah-olah kedua lembaga negara yang berwenang sudah sepakat menyelesaikan kasus HAM belart melalui rekonsiliasi.

Rangkaian fakta diatas menunjukkan Jaksa Agung telah melanggar sejumlah peraturan perundangan, serta asas kecermatan, profesionalitas dan asas pengharapan yang layak karena segala harapan dan kepercayaan publik akan terselesaikannya pelanggaran HAM berat yang tumbuh karena pembentukan berbagai kebijakan yang mendukungnya—baik Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan/atau UU Pengadilan HAM—tidak boleh diingkari oleh badan atau pejabat pemerintahan.

Oleh karena sudah seharusnya PTUN mengabulkan permohonan keluarga korban Semanggi I-II dan menyatakan:

  1. Pernyataan Jaksa Agung adalah perbuatan yang bertentangan dengan hukum;
  2. Memerintahkan Jaksa Agung menyatakan dugaan pelanggaran HAM berat TSS merujuk pada lembaga yang berwenang sesuai UU yakni Komnas HAM dalam Rapat Kerja dengan Komisi II selanjutnya.

Jakarta, 3 November 2020
Koalisi Untuk Keadilan Semanggi I dan II

Narahubung:
Al Gifari (LBH Jakarta) 085376769969
Tioria Pretty (KontraS) 081382544121

November 3, 2020

Proses Persidangan Menunjukkan Pernyatan Jaksa Agung tentang Tragedi TSS adalah Perbuatan Melawan Hukum

Enam bulan sudah […]
Oktober 30, 2020

Surat Terbuka: Proses Seleksi Anggota Ombudsman Republik Indonesia 2021-2026 Harus Dilakukan dengan Partisipasi Publik yang Maksimal

Surat Terbuka 311/SK-KontraS/X/2020 […]
Oktober 25, 2020

Temuan Tindakan Kekerasan Aparat & Pembungkaman Negara Terhadap Aksi-Aksi Protes Menolak Omnibus Law di Berbagai Wilayah

PENDAHULUAN Gelombang besar […]
Oktober 22, 2020

Aparat Terduga Penembakan Pendeta Harus Diungkap

Pada tanggal 21 […]
Oktober 19, 2020

Catatan 1 Tahun Kinerja Pemerintahan Joko Widodo – Ma’ruf Amin: Resesi Demokrasi

Memperintati momentum satu […]
Oktober 19, 2020

Ringkasan Eksekutif Setahun Kinerja Pemerintahan Joko Widodo – Ma’ruf Amin: Resesi Demokrasi

Ringkasan Eksekutif  Resesi […]
Oktober 17, 2020

Meninggalnya Pollycarpus Budihari Priyanto, Tidak Menghentikan Penyelesaian Kasus Munir

Pada tanggal 17 […]
Oktober 15, 2020

Surat Bersama ke Michael R. Pompeo

Perihal: Keputusan Departemen […]
Oktober 14, 2020

Brutalitas Dalam Penanganan Aksi Demonstrasi Berulang, Polisi Kembali Militeristik

Siaran Pers Koalisi […]
Oktober 12, 2020

Hari Hukuman Mati Sedunia 2020

Pada tanggal 10 […]