Per hari ini, 14 September 2020, Provinsi DKI Jakarta memberlakukan pengetatan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) berdasarkan Peraturan Gubernur DKI Jakarta nomor 88 tahun 2020. Kami mengapresiasi langkah Pemprov DKI Jakarta untuk menekan laju penyebaran Covid-19 dengan mengedepankan tracing, tracing, dan isolating dalam mencegah penyebaran yang lebih meluas, termasuk larangan isolasi mandiri seluruh orang yang telah dinyatakan positif Covid-19.

Dalam keterangannya, Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan menyatakan bahwa bagi yang menolak isolasi di tempat-tempat yang ditetapkan akan dijemput untuk dilakukan isolasi terkendali secara paksa oleh petugas kesehatan serta aparat kepolisian dan TNI. Kami melihat bahwa pelibatan TNI dalam mekanisme penjemputan orang-orang positif Covid-19 untuk dilakukan isolasi terkendali adalah berlebihan. Pasalnya, mekanisme tersebut bukanlah wewenang TNI dan terkesan sebagai jalan pintas untuk memastikan ketaatan publik melalui keberadaan TNI daripada mengedepankan pendekatan persuasif yang humanis. Kami mengkhawatirkan akan adanya pendekatan intimidatif yang dilakukan terhadap masyarakat dengan adanya pelibatan TNI dalam hal ini.

Sejak awal kemunculan Covid-19 di Indonesia, kami telah mencatat beberapa kebijakan Negara yang memberikan banyak peran kepada TNI di luar tupoksi dan keahliannya dalam menangani pandemi alih-alih mengacu pada otoritas kesehatan yang memiliki kepakaran dalam penanganan pandemi. Adapun pelibatan TNI pun terdapat pada sektor-sektor yang sangat vital, di antaranya:

  1. Pelibatan dalam pengkondisian masyarakat menuju kenormalan baru melalui Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 6 Tahun 2020 yang menginstruksikan Panglima TNI untuk memberi bantuan kepada kepala daerah dalam bentuk pengerahan pasukan TNI aktif.
  2. Pembuatan obat Covid-19 bersama BIN dan Universitas Airlangga yang tidak transparan hingga tidak lolos uji klinik BPOM.

Namun, dari keterlibatan TNI dalam pandemi, negara tidak pernah memberikan indikator atau alat ukur efektivitas pelibatan TNI. Konsekuensinya, pelibatan TNI tidak juga menjawab problem pandemi di Indonesia yang terus memecahkan rekor penambahan kasus.

Adapun kami melihat bahwa tindakan menjemput paksa pasien Covid-19 untuk keperluan isolasi adalah tugas yang mampu dilaksanakan oleh petugas kesehatan dengan dibantu oleh aparat kepolisian dan satuan polisi pamong praja sehingga tidak lagi membutuhkan keterlibatan aparat TNI. Kami hendak mengingatkan kembali pada Pemerintah mengenai posisi TNI sebagai lembaga pertahanan negara yang seharusnya difokuskan pada kerja-kerja pertahanan. Kewenangan anggota TNI untuk memegang senjata dan melakukan kekerasan harus dipandang sebagai kewenangan yang harus sangat dibatasi melalui berbagai instrumen hukum untuk mencegah penyalahgunaan wewenang, salah satunya Undang – Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia yang mengatur bahwa pelibatan TNI dalam tugas-tugas non-perang harus melalui skema Operasi Militer Selain Perang yang dibatasi pada 14 sektor dan hanya dapat dilaksanakan berdasarkan kebijakan politik negara, yakni diputuskan oleh Presiden dan DPR dalam mekanisme pembahasan bersama antar keduanya.

Atas dasar itu, kami mendesak:

  1. Presiden RI tidak melibatkan TNI dan lembaga militer, intelejen, atau kepolisian dalam penanganan yang secara langsung terkait dengan public health surveilance yang bukan ranah kepakaran dan kewenangan lembaga-lembaga tersebut.
  2. Gubernur DKI Jakarta untuk tidak melibatkan aparat TNI dalam penanganan pandemi Covid-19, termasuk penjemputan pasien positif Covid-19 untuk keperluan isolasi terkendali; dan
  3. Panglima TNI untuk mengembalikan marwah TNI sebagai lembaga pertahanan negara dengan tidak ikut campur dengan berbagai urusan non-pertahanan seperti penanganan pandemi kecuali dengan sangat terbatas pada sektor-sektor sebagaimana diatur dalam Pasal 7 UU TNI melalui skema Operasi Militer Selain Perang.

Jakarta, 14 September 2020

Koalisi Masyarakat Sipil:

Aliansi Jurnalis Independen
Indonesia Corruption Watch
Jurnalis Bencana dan Krisis (JBK)
Hakasasi.id
Kios Ojo Keos
Koalisi Warga Lapor COVID-19
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS)
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Masyarakat
Lokataru
Perhimpunan Pendidikan Demokrasi (P2D)
Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK)
Transparency International Indonesia (TII)
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI)
WatchDoc
Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI)
Yayasan Perlindungan Insani
RUJAK Center for Urban Studies

Narahubung:

Rivanlee (KontraS)
Asfinawati (YLBHI)
Irma Hidayana (Koalisi Warga Lapor COVID-19)

September 14, 2020

Hentikan Pelibatan TNI dalam Penanganan Pandemi

Per hari ini, […]
September 14, 2020

Pasukan Khusus Bersenjata, Penyimpangan Wewenang Badan Intelijen Negara (BIN)

Jagat media sosial […]
September 12, 2020

36 Tahun Peristiwa Tanjung Priok: Negara Masih Abai Seperti Dulu

Peristiwa Tanjung Priok […]
September 11, 2020

Penegakan Protokol COVID-19 Bukan Alasan Perlakuan Tidak Manusawi dan Merendahkan Martabat Manusia

KontraS menyoroti berbagai […]
September 10, 2020

Saatnya Presiden Utamakan Kesehatan dan Keselamatan Rakyat

Respon atas Pernyataan […]
September 9, 2020

Gugatan Surpres Omnibus Law: Saksi Yang Diajukan Presiden Akui Naskah Akademik dan Draf RUU Cipta Kerja Dibuat Bersamaan

Sidang perkara No: […]
September 7, 2020

Pembunuhan Munir Said Thalib adalah Pelanggaran HAM Berat!

September 7, 2020

Indonesia : 16 Tahun Berlalu, Berapa Lama Lagi Yang Dibutuhkan Untuk Menemukan Pembunuh Munir?

Memperingati 16 Tahun […]
September 4, 2020

Dugaan Penyiksaan Berujung Pada Kematian di Batam, Tim Advokasi dan Keluarga Korban Henry Alfree Bakary Mengajukan Pengaduan Ke Propam Mabes Polri dan Komnas HAM

Tim Advokasi Henry […]
September 4, 2020

RUU Revisi UU Kejaksaan Mengekalkan Diskriminasi Berbasis Agama dan Keyakinan

Revisi UU 16/2004 […]