Kami, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) dan Imparsial, the Indonesian Human Rights Monitor mengecam tindakan intimidasi yang diduga dilakukan oleh anggota TNI terhadap warga Werur dan Werbes yang menolak pembangunan markas Komando Distrik Militer (Kodim) 1810 dan enam markas Komando Rayon Militer (Koramil) di Kabupaten Tambraw Papua Barat. Tidak hanya itu, kami juga mendesak Pemerintah mengevaluasi rencanan pembangunan Kodim dan Koramil di Kabupaten Tambraw Papua Barat.

Berdasarkan informasi yang kami dapatkan, intimidasi yang dilakukan anggota TNI tersebut bermula dari aktivitas kampanye yang dilakukan warga dalam bentuk foto dan tulisan penolakan pembangunan Kodim dan Koramil serta seruan kepada Pemerintah untuk mendahulukan pembangunan fasilitas kesehatan dan pendidikan bagi warga Tambrauw. Proses pembangunan Kodim dan Koramil yang dilakukan sejak tahun 2019 tersebut dilakukan tanpa meminta persetujuan dan kesepakatan warga di wilayah Tambraw Distrik Kwoor, terutama tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh agama, tokoh perempuan, tokoh pemuda dan warga pemilik hak ulayat.

Merespon protes yang dilakukan oleh warga masyarakat, pada 25 Juli 2020 sekitar 8-10 orang yang diduga anggota TNI mendatangi seorang pemuda dengan inisial MK. Salah satu anggota TNI kemudian memaksa MK melakukan klarifikasi dan merekamnya tanpa persetujuan. Keesokan harinya, kepala kampung Werus didatangi orang yang diduga anggota TNI dengan menunjukan foto-foto penolakan pembangunan Kodim sembari menanyakan keberadaan orang yang ada dalam foto tersebut. Orang yang diduga anggota TNI tersebut kemudian memaksa kepala kampung Werur untuk menghadirkan orang tua dari orang-orang yang ada dalam foto tersebut untuk dimintai keterangan.

Kami memandang tindakan intimidasi yang dilakukan oleh orang yang diduga anggota TNI tersebut merupakan bentuk kesewenang-wenang dan kekerasan yang dilakukan negara kepada masyarakatnya. Tindakan tersebut secara nyata telah menimbulkan rasa takut dan cemas atas keamanan dan keselamatan masyarakat setempat. Berdasarkan pengalaman masyarakat setempat, aparat keamanan kerap melakukan tindakan represif dan perbuatan merendahkan derajat martabat manusia. Kami mencatat setidaknya telah terjadi 5 (lima) kasus tindakan seperti intimidasi, pemukulan, dan penangkapan sewenang-wenang semenjak warga melakukan penolakan terhadap pembangunan Kodim dan Koramil dilakukan anggota TNI kepada masyarakat Tambrauw.

Kami menilai, tindakan sewenang-wenang yang dilakukan oleh aparat kemanan tersebut merupakan pelanggaran terhadap Konstitusi Indonesia dan hak asasi manusia. Pasal 28E ayat (3) UUD NRI Tahun 1945 menjamin setiap orang berhak mengeluarkan pendapat, sementara itu Pasal 28G ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 menyatakan setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia.

Dalam kasus ini Negara semestinya melindungi hak mengeluarkan pendapat masyarakat Tambrauw dan bukan malah membungkam pendapat dengan perlakuan merendahkan derajat martabat manusia.

Kami menilai tindak kekerasan yang dilakukan oleh orang yang diduga anggota TNI tersebut merupakan tindak pidana penganiayaan sebagaimana dilarang dalam Pasal 351 ayat (1) dan ayat (2) KUHP. Karenanya, Negara harus memproses mengadili para pelaku sebagai bentuk penghukuman agar menimbulkan efek jera dan peristiwa serupa tidak terulang kembali di masa yang akan datang.

Lebih lanjut kami menilai, pembangunan Kodim dan 6 (enam) Koramil di Kabupaten Tambraw terkesan dipaksakan serta tidak memiliki alasan yang kuat. Penjelasan pasal 11 UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI menyatakan bahwa “Pembangunan dan penggelaran kekuatan TNI tersebut harus memperhatikan dan mengutamakan wilayah rawan keamanan, daerah perbatasan, daerah rawan konflik dan pulau terpencil sesuai dengan kondisi geografis dan strategi pertahanan.” Bahwa wilayah Tambraw merupakan wilayah yang selama ini cukup aman dan kondusif, bukan wilayah perbatasan, dan bukan wilayah pulau terpencil. Hubungan antara masyarakat suku asli Papua dan pendatang, bahkan dengan TNI sebelum pembangunan markas Kodim dan Koramil ini berjalan dengan baik. Dengan kata lain, pembangunan markas Kodim dan Koramil di wilayah Tambraw dan Kwoor tidak memiliki alasan yang kuat dan legitimate sebagaimana diatur dalam UU TNI. Jangan sampai pembangunan Kodim dan Koramil di wilayah Tambraw justru membuat wilayah ini menjadi wilayah rawan konflik, khususnya antara TNI dan masyarakat.

Penjelasan Pasal 11 UU No. 34 tahun 2004 tentang TNI juga menegaskan bahwa “Dalam pelaksanaan penggelaran kekuatan TNI, harus dihindari bentuk-bentuk organisasi yang dapat menjadi peluang bagi kepentingan politik praktis dan penggelarannya tidak selalu mengikuti struktur administrasi pemerintah.” Jelas, bahwa pembentukan Kodim 1810 di Kabupaten Tambrauw dan 6 (enam) Koramil yang mengikutinya telah menyalahi ketentuan ini karena penyelenggaraannya yang mengikuti administrasi pemerintah sipil, yakni Kodim 1810 yang mengikuti administrasi pemerintahan Kabupaten Tambrauw dan 6 (enam) Koramil yang mengikuti administrasi pemerintahan distrik di bawahnya.

Selain itu, pembangunan Kodim dan Koramil tersebut dilakukan tanpa persetujuan warga masyarakat dan tidak dilakukan secara transparan. Hal ini tentu menyalahi Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik, dimana pemerintah dalam membuat tindakan administrasi atau mengambil sebuah kebijakan harus mengedepankan asas perlindungan terhadap hak asasi manusia, kemanfaatan, dan keterbukaan sebagaimana diatur dalam Pasal 5 dan 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.

Berdasarkan uraian dan penjelasan di atas, kami mendesak:

Pertama, Presiden Republik Indonesia c.q. Kemenkopolhukam, Mentri Pertahanan untuk segera memerintahkan kepada Panglima TNI untuk menghentikan pembangunan dan mengevaluasi rencana pembangunan Kodim serta 6 (enam) Koramil di Kabupaten Tambrauw.

Kedua, Kapolda Papua Barat dan Komandan Puspomad memerintahkan jajarannya untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan atas dugaan penyiksaan/penganiayaan yang dilakukan anggota TNI terhadap para warga dengan Pasal 351 ayat (1) dan ayat (2) KUHP;

Ketiga, Ketua Ombudsman Republik Indonesia melakukan investigasi atas dugaan maladministrasi yang diduga dilakukan pemerintah atas upaya pembangunan Kodim di Kabupaten Tambrauw serta 6 (enam) Koramil yang mengikutinya;

Keempat, Ketua Komnas Hak Asasi Manusia Republik Indonesia melakukan pemantauan dan investigasi terkait dugaan pelanggaran HAM yang terjadi berkait dengan pembangunan Kodim dan 6 (enam) Koramil di Kabupaten Tambraw.

Narahubung:
1. Hussein Ahmad (Imparsial)
2. Andi Muhammad Rezaldy (KontraS)

Agustus 4, 2020

Pembangunan Kodim dan Koramil di Tambrauw: Bukti Nyata Menguatnya Militerisme di Tanah Papua

Kami, Komisi untuk […]
Agustus 4, 2020

Sidang Lanjutan Gugatan Surat Presiden Omnibus Law; Penggugat Menghadirkan 90 Bukti Dan Meluncurkan Kartu Pos Dukungan

Sidang Gugatan Pembatalan […]
Agustus 1, 2020

Laporan Pulau Kecil

Pada tahun 2017, […]
Juli 28, 2020

Penyegelan Makam Masyarakat Adat Sunda Wiwitan: Bentuk Praktik Diskriminatif terhadap Kelompok Minoritas Keagamaan yang Tak Pernah Usai

Komisi untuk Orang […]
Juli 23, 2020

UNAS Harus Berhenti Merepresi Suara Kritis Mahasiswa

Tim Advokasi Untuk […]
Juli 23, 2020

Keluarga Minta Tindak Polisi Polres Tangerang dan Polda Metro Jaya yang Melakukan Penyiksaan Terhadap Pembuat Mural “Anarko” di Tangerang

Lembaga Bantuan Hukum […]
Juli 22, 2020

Twit Surya Anta: Pemerintah Harus Usut, Twitter Harus Jelaskan!

Tim Advokasi Papua […]
Juli 21, 2020

Kwitangologi! vol.3

September 2019 menjadi […]
Juli 21, 2020

Kwitangologi Vol.2

Dijelazine dulu Dalam […]
Juli 21, 2020

kwitangologi!

Dijelazine dulu Wara […]