Pada tanggal 30 Agustus 2019, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) bersama dengan sejumlah pihak yakni Amnesty Internasional Indonesia serta Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia (IKOHI) mengadakan Nonton dan Ngobrol Bareng, 21 Tahun Reformasi, Lalu Apa?

Agenda ini diadakan di Gedung Cipta Niaga, Kawasan Wisata Kota Tua, Jakarta Pusat. Agenda ini dibagi dalam dua fase. Fase yang pertama adalah sesi diskusi dengan pemaparan dari narasumber-narasumber dari latar belakang yang berbeda perihal bagaimana pemaknaan terhadap praktek penghilangan orang secara paksa.

Fase kedua difokuskan dengan menonton film dokumenter berjudul 21 Tahun, Lalu Apa? Film ini merupakan besutan Menjadi Manusia dan berlangsung

Sesi diskusi dibuka dengan pemaparan dari Yati Andriyani selaku koordinator KontraS menyampaikan bahwa kita harus menemukan terobosan-terobosan yang baru, karena apabila kita hanya diam seperti negara maka kita juga akan tetap berkontribusi atau melahirkan kejahatan-kejahatan yang telah di alami.

Yati menerangkan bahwa praktik penghilangan orang secara paksa di Indonesia terjadi bukan hanya di tahun 1998. Kasus penghilangan orang secara paksa terjadi di beberapa daerah selama kurun waktu pemerintahan militeristik orde baru dan bahkan terjadi ketika masa reformasi. Pesebaran yang cukup masif terkait praktik penghilangan paksa tersebut di Indoensia akhirnya mau tidak mau harus dijadikan prioritas oleh negara untuk segera diselesaikan dan dicarikan mekanisme pencegahannya.

Yati menuturkan, menemukan mekanisme pencegahan keberulangan praktik keji ini tidaklah sesulit yang dibayangkan, Pemerintah Indonesia hanya perlu melakukan ratifikasi Konvensi Internasional Perlindungan Semua Orang dari Tindak Penghilangan Paksa (International Convention on Protection of All People from Enforced Disappearances). Rencana ini harus dimaksimalkan dalam pemerintahan termin kedua Joko Widodo pada tahun 2019 – 2024

 

Feri Kusuma selaku council member AFAD (Asian Federation Against Involuntary Disappearances) menerangkan mengenai eksistensi AFAD sebagai sebuah organisasi regional yang kerap melakukan advokasi dan kampanye untuk menghapus praktek-praktek penghilangan paksa di Asia.

Praktek penghilangan paksa di Asia, terjadi cukup masif dan masih berlangsung sampai hari di beberapa tempat. Di Bangladesh, pada tahun ini 22 orang dihilangkan secara paksa. Di Jammu dan Kashmir, pemerintahan India masih menyangkal perbuatan mereka yang turut andil dalam penghilangan kurang lebih 8000 orang sejak Jammu dan Kashmir mendapatkan otonomi mereka. Di Nepal, penyangkalan dan praktik impunitas yang dilakukan oleh negara dengan membiarkan aktor-aktor pelaku menjabat di jabatan publik yang sangat strategis dan eksesnya adalah ketidakjelasan arah penuntasan kasusnya.

Di Pakistan, praktik ini masih digunakan oleh pemerintah mereka untuk membungkam oposisi politik dan masyarakat yang kritis. Di Korea Selatan, semenjak perang sipil yang akhirnya memecah unifikasi korea menjadi Korea Utara dan Korea Selatan, 100.000 masyarakat sipil dari Korea Selatan dihilangkan dan pasca perang 516 warga Korea Selatan dihilangkan dan masih belum jelas rimbanya. Di Srilanka, meskipun Pemerintah mereka sudah meratifikasi Konvensi Internasional Perlindungan Semua Orang dari Penghilangan Paksa, namun pemerintah mereka masih belum menjalankan secara penuh kewajiban untuk segera menyelesaikan dan melakukan pengungkapan penghilangan paksa di sana.

Rhaka Ghanisatria selaku perwakilan dari Menjadi Manusia mengatakan bahwa hampir sebagian besar generasi kita melupakan kasus yang terjadi di tahun 1998. Hal tersebut akhirnya melandasi dia dan teman-temannya di Menjadi Manusia untuk membuat sebuah film dokumenter perihal sejarah perjuangan masyarakat sipil dalam menghadirkan reformasi di tahun 1998. Alasannya sederhana, anak muda hari ini kerap kali termakan narasi yang salah dan propaganda-propaganda yang kerap kali membuat mereka abai dengan sejarah dan juga isu-isu kemanusiaan yang pernah terjadi di Indonesia. Sebagai seorang anak muda yang mempunyai privelese, Rhaka dan segenap tim Menjadi Manusia berusaha memotret kepingan sejarah yang terabaikan dan menghadirkan lagi untuk membuat anak muda sadar akan pentingnya tuntutan penyelesaian pelanggaran HAM berat.

Linda Christanty selaku penulis dan juga saksi mata pergolakan reformasi menekankan bahwa tanpa ada komitmen dan realisasi dari pemerintah maka kekuatan hukum tidak ada. Presiden saat ini menjanjikan bahwa akan terjadi penuntasan pelanggaran HAM berat masa lalu. Bahwa kasus-kasus pelanggaran HAM berat masa lalu ini akan terus menghantui generasi saya bahkan generasi anak muda. Selama masih ada korban, keluarga korban dan teman-teman yang masih berdiri di depan istana setiap hari kamis maka selama itu belum ada penuntusan pelanggaran HAM yang berat.

Paian Siahaan selaku keluarga korban menyampaikan bahwa perjuangan korban dari hari demi hari, sampai tahun demi tahun tapi sampai sekarang tidak ada ujungnya, artinya para korban bersama-sama dengan pendamping telah mengupayakan penyelesaian kasus ini dengan baik meskipun sampai saat ini belum mendapat apa yang diharapkan. Bapak Paian bersama dengan segenap keluarga korban penghilangan paksa lainnya meminta kepada pemerintah agar segera melakukan pencarian kepada 13 orang yang hilang ini.

Penghilangan orang secara paksa menguras seluruh tenaga dan emosi para korban. Alpanya kehadiran orang-orang tercinta dan masih belum diketahui nasibnya membuat batin para korban terus berharap dan bertanya, dimana keberadaan mereka yang masih hilang dan jikalau sudah meninggal di mana kuburnya. Bapak Paian menambahkan, harapan para korban terhadap generasi muda sekarang ini, agar dapat memberikan dorongan atau paling tidak memberikan informasi kepada lingkungan sekitar mereka bahwa di Indonesia ini masih berjalan pelanggaran HAM.

September 24, 2019

Peringatan Hari Anti Penghilangan Paksa Sedunia 2019 “21 Tahun, Lalu Apa?”

Pada tanggal 30 […]
September 23, 2019

Diskusi Publik: Menelaah Ketentuan Pelanggaran HAM Berat dan Tindak Pidana Penyiksaan dalam RKUHP

Pada hari Rabu, […]
September 17, 2019

Asap Dan Residu Hak Asasi: Jauhnya Pertanggungjawaban Negara Untuk Menghukum Perusahaan Pembakar Hutan Dan Melindungi Hak-Hak Dasar Warga Indonesia

Kebakaran hutan yang […]
September 16, 2019

Indonesia Darurat Asap, Presiden Segeralah Bertindak!

SURAT TERBUKA MASYARAKAT […]
September 16, 2019

Peringatan Untuk Seluruh Rakyat: Demokrasi Indonesia Sedang Di Ujung Tanduk!

Tanggal 15 September […]
September 13, 2019

Bebaskan semua tahanan politik Papua dan Wujudkan Perdamaian di Papua berdasarkan mandat Undang undang Otonomi Khusus Papua

Merespon perkembangan terbaru […]
September 12, 2019

Siaran Pers Bersama 35 Tahun Peristiwa Tanjung Priok, Keadilan Tak Kunjung Datang

Tepat pada hari […]
September 11, 2019

15 Tahun Pembunuhan Munir “Membongkar Pemufakatan Jahat Pembunuhan Berencana Terhadap Munir”

Pada hari Sabtu, […]
September 10, 2019

Tanggapan KontraS atas Permintaan Kenaikan Anggaran Kejaksaan Agung “Tambah Anggaran, Minim Kerjaan”

Komisi untuk Orang […]
September 10, 2019

15 Tahun Pembunuhan Munir “Masih Mencari, Tetap Berani”

Dalam rangka tribute […]