Komisi Pemberantasan Korupsi adalah salah satu lembaga yang yang lahir pada masa reformasi sebagai hasil inisiatif masyarakat sipil. Sejak awal berdirinya hingga kini, KPK dalam menjalankan mandatnya sebagai aparat penegak khusus dalam memberantas korupsi telah menerima berbagai macam bentuk serangan dari hulu hingga hilir.

 

Contoh serangan dari hulu antara lain ketika muncul agenda merevisi UU KPK No.30/2002, sementara serangan sisi hilir adalah awalnya kriminalisasi pada pimpinan KPK tahun 2009 di kasus Cicak Buaya yang menimpa komisioner Bibit Waluyo dan Chandra Hamzah. Serangan kriminalisasi masih terus berlanjut di tahun 2012 ke Abraham Samad dan Bambang Widjojanto hingga di pelemparan air keras ke penyidik KPK Novel Baswedan yang hingga kini masih belum terungkap pelakunya.

 

Rentetan peristiwa ini menunjukkan begitu banyak pihak yang merasa terancam dengan kerja yang dilakukan KPK. Sebaliknya, KPK adalah mitra sejati bagi kerja-kerja masyarakat sipil. Organisasi lingkungan hidup melaporkan aparat yang terindikasi melakukan korupsi sumber daya alam. KPK dengan kekayaan data yang mereka miliki merupakan tandem bagi lembaga riset dan perguruan tinggi untuk memperdalam pengetahuan, khususnya di ilmu hukum.

 

Sebaliknya ketika KPK mengalami begitu banyak permasalahan, elemen masyarakat sipil yang berada terdepan pasang badan untuk KPK. Kita ingat ketika kriminalisasi menimpa para pimpinan KPK, masyarakat sipil mengorganisir pembelaan baik di ruang pengadilan maupun jalanan. Masih menempel di ingatan pula ketika tersiar kabar bahwa penyidik KPK Novel Baswedan dan komisioner KPK Bambang Widjojanto hendak “diculik” dari KPK di tahun 2012, masyarakat sipil bergabung bersama warga rela menghadang dan bermalam di KPK demi keselamatan komisioner dan penyidiknya. Ketika Novel Baswedan berusaha mencari keadilan atas kejadian yang menimpa dirinya, pengacara publik dari masyarakat sipil yang setia mendampingi hingga kini.

 

Hal tersebut di atas semua menjadikan proses pemilihan capim KPK sebagaimana diperlihatkan oleh Pansel KPK seperti main-main belaka. Mandat yang mereka terima dari Presiden ternyata tidak digunakan semaksimal mungkin. Pelaporan harta kekayaan  dasar yang seharusnya menjadi syarat integritas ternyata bisa dikompromikan sedemikan rupa nilainya oleh Pansel KPK. Ketika publik memberikan masukan akan proses yang mereka lakukan, Pansel memilih untuk mengenakan kacamata kuda dan terus menghela. Rekam jejak calon yang seharusnya menjadi pertimbangan utama Pansel seakan angin lalu dan potensi konflik kepentingan yang terangkat juga menimbulkan pertanyaan.

 

Masyarakat sipil dan publik dalam arti luas amat sangat berkepentingan akan hadirnya KPK yang bersih dan berintegritas. Sehingga proses seleksi ini perlu mengedepankan kepentingan publik dan masyarakat luas. Dengan keengganan Pansel membuka komunikasi yang produktif dan narasi yang defensif serta kecenderungan Pansel memilih figur-figur dengan rekam jejak bermasalah maka patut publik bertanya, sebetulnya Pansel bertindak untuk kepentingan siapa?

 

Posisi Presiden Joko Widodo sebagai penentu kata akhir sebelum 10 nama diberikan ke DPR sangat penting di sini. Apakah Presiden akan membenarkan proses dan penetapan capim KPK sebagaimana ditampilkan oleh Pansel KPK sekarang ini?

 

Berdasarkan pertimbangan di atas, Koalisi Masyarakat Sipil untuk KPK Bersih menuntut agar:

 

  1. Menolak menetapkan capim KPK yang tidak menyerahkan LHKPN karena hal ini bukti minimnya komitmen capim tersebut akan nilai-nilai transparansi dan akuntabilitas.
  2. Menolak menetapkan capim KPK yang memiliki rekam jejak bermasalah soal etika dan diduga telah melakukan pelanggaran dalam tempat kerjanya sebelum ini karena hal ini menunjukkan kualitas etika seseorang dan penghargaannya akan nilai integritas.

 

 

Demikian pernyataan sikap ini kami susun.

 

 

Koalisi Masyarakat Sipil untuk KPK Bersih

 

Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN)

HuMA

Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA)

LBH Jakarta

Lembaga Kajian dan Advokasi untuk Independensi Peradilan (LeIP)

KIARA (Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan)

Kontras

Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK)

Solidaritas Perempuan (Soliper)

WALHI

YLBHI

YAPPIKA

 

 

Nara Hubung

 

Yati (0815-8664599)

Yaya (0813-16101154)

Agustus 29, 2019

MAKSUD BAIK ANDA UNTUK SIAPA?

Komisi Pemberantasan Korupsi […]
Agustus 26, 2019

Rancangan KUHP: Berbau Kolonial, Minim Perlindungan Rakyat! Pengesahannya tidak boleh dipaksakan!

Aliansi Nasional Reformasi […]
Agustus 23, 2019

Pansel KPK Tak Dengarkan Suara Masyarakat, Presiden Harus Evaluasi Pansel KPK

Masa depan pemberantasan […]
Agustus 22, 2019

Pelambatan Akses Internet di Papua Tidak Tepat

Komisi untuk Orang […]
Agustus 20, 2019

Pernyataan Solidaritas Bersama: Hentikan Rasisme, Diskriminasi dan Kekerasan pada Rakyat Papua

Jakarta-Peristiwa di Surabaya, […]
Agustus 20, 2019

Update Death Penalty Log 2010 KontraS

download link
Agustus 20, 2019

Facts and Infelicities The Second Batch of Death Penalty Execution

download link
Agustus 20, 2019

deathlog updated 2015

download link
Agustus 19, 2019

Hentikan Diskriminasi Rasial, Kekerasan dan Tindakan Represif  Terhadap Masyarakat Papua

Komisi Untuk Orang […]
Agustus 19, 2019

RUU Keamanan dan Ketahanan Siber Mengancam Kebebasan Sipil

Pada Juli 2019 […]