Masa kampanye sudah digelar, Pemilihan Presiden (Pilpres) akan segera dilangsungkan pada 14 Februari 2024 mendatang. Alangkah baiknya, jika publik kritis terhadap tawaran gagasan dan komitmen yang diajukan oleh masing-masing calon, sebelum menggunakan hak suara yang muncul setiap lima tahun sekali. Meski sangat disayangkan, semua calon yang hari ini maju pada kontestasi Pemilu memiliki rekam jejak buruk pada isu-isu HAM ketika para calon masih memegang jabatan masing-masing di masa lalu.

Pertama, tentu sudah menjadi rahasia umum bahwa calon Presiden atas nama Prabowo Subianto diidentikan sebagai salah satu orang yang bertanggung jawab pada kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi di masa lalu, khususnya kasus penculikan dan penghilangan orang secara paksa 1997-1998 yang mengakibatkan 13 orang korban masih hilang dan belum jelas keberadaannya. Pada tahun 2006, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) telah menetapkan kasus Penghilangan Paksa sebagai Pelanggaran HAM Berat dan merekomendasikan agar kasus tersebut diadili pada Pengadilan HAM. Sebelumnya juga, dalam Surat Keputusan Dewan Kehormatan Perwira (Keputusan DKP) No: KEP/03/VIII/1998/DKP tentang rekomendasi pemberhentian Prabowo Subianto sebagai Letnan Jenderal TNI dinas karena terbukti memerintahkan melakukan penangkapan dan penculikan terhadap beberapa aktivis pada 1997-1998. DPR-RI pun pada tahun 2009 telah merekomendasikan agar dibentuk Pengadilan HAM ad hoc untuk mengadili kasus Penghilangan Paksa, namun hingga kini pengadilan tersebut belum juga dibentuk oleh Presiden. Prabowo Subianto pun masih belum mempertanggungjawabkan dugaan keterlibatannya pada kasus Penghilangan Paksa di hadapan pengadilan.  Pada sisi lain, Prabowo juga sering menghindar untuk menjawab pertanyaan yang berhubungan dengan kasus penghilangan paksa, padahal hingga kini 13 orang korban penghilangan paksa masih belum diketahui keberadaannya.

Kedua, calon Presiden Ganjar Pranowo ketika masih menjabat sebagai Gubernur Jawa Tengah seharusnya bertanggung jawab atas dugaan kerusakan ruang hidup masyarakat akibat pembangunan Pabrik Semen Kendeng. Selain kasus Kendeng, kasus di Desa Wadas, Kabupaten Purworejo juga terjadi ketika Ganjar Pranowo menjabat sebagai Gubernur Jawa Tengah. Warga Desa Wadas yang menolak rencana penambangan batuan Andesit untuk pembangunan bendungan Bener, beberapa kali mendapatkan intimidasi bahkan kekerasan dan penangkapan oleh aparat gabungan. Walau selalu berkilah bahwa kedua proyek yang disebut merupakan proyek pembangunan pemerintah pusat, sebagai Kepala Daerah pada masa itu, Ganjar Pranowo gagal menjamin hak warga dan tidak mampu melakukan koordinasi dengan pihak terkait termasuk aparat untuk menghentikan segala bentuk kekerasan dan intimidasi kepada warga. Selain Ganjar Pranowo, Calon Wakil Presidennya yakni Mahfud MD tak dapat berbuat banyak sebagai Menkopolhukam dalam menunaikan janji penyelesaian pelanggaran HAM berat. Mahfud bahkan memimpin proses penyelesaian Pelanggaran HAM Berat secara non-yudisial, sebuah mekanisme penyelesaian pelanggaran HAM yang tidak memberikan keadilan substantif.

Ketiga, calon Presiden Anies Baswedan yang merupakan mantan Gubernur DKI Jakarta yang pada masa kampanye menjanjikan tidak akan ada penggusuran di wilayah DKI Jakarta, namun Anies Baswedan gagal memenuhi janji kampanye tersebut. Pada tahun 2021, ratusan warga di wilayah Pancoran Buntu II tergusur oleh proyek PT. Pertamina. Pemerintahan DKI Jakarta pada era Anies Baswedan juga tetap mempertahankan Peraturan Gubernur No. 207 Tahun 2016 yang dapat dijadikan sebagai dasar dilakukannya penggusuran oleh pemerintah Daerah.

Rekam jejak tersebut menjadi catatan penting pada proses Pemilihan Umum nantinya. Masyarakat harus menjadikan rekam jejak tersebut sebagai bahan pertimbangan dalam pemilihan, dan memastikan bahwa mereka yang pernah terlibat dan menjadi pelaku Pelanggaran HAM tidak melenggang bebas ke gelanggang politik.

 

Jakarta, 07 Desember 2023

Badan Pekerja KontraS

Dimas Bagus Arya

Koordinator

Desember 7, 2023

#BoikotPenjahatHAM: Pemilu Harus Jadi Ruang Kritisi Pelaku Pelanggaran HAM!

Masa kampanye sudah […]
Desember 7, 2023

KontraS Serahkan Catatan untuk Debat Perdana Capres-Cawapres periode 2024-2029 Mendatang: Debat Harus Jadi Momentum Menggali ‘Isi Kepala’ Capres – Cawapres terkait Hak Asasi Manusia!

Debat Calon Presiden […]
Desember 5, 2023

Pembacaan Replik pada Sidang Kriminalisasi Fatia Maulidiyanti dan Haris Azhar: Jaksa Kembali Gagal Paham, Sesat Pikir dan Tidak Menjawab Keseluruhan Isi Pledoi

Jakarta, 4 Desember […]
Desember 2, 2023

Sidang Tuntutan Kasus Penyiksaan Tahananan Polres Banyumas Oki Kristodiawan di Banyumas: 4 Terdakwa Polisi dituntut 6 dan 7 tahun Penjara

Pada Selasa, 28 […]
November 30, 2023

Penyimpangan Aparatur Negara dalam Pemilu 2024

Koalisi NGO untuk […]
November 30, 2023

Peluncuran Catatan Kritis ‘Miskin Wacana Soal HAM’ Catatan KontraS atas Visi-Misi Para Calon Presiden-Calon Wakil Presiden RI 2024-2029 di Sektor Hak Asasi Manusia

Kamis, 30 November […]
November 28, 2023

Pembacaan Nota Pembelaan (Pledoi) pada Sidang Kriminalisasi Fatia Maulidiyanti dan Haris Azhar: Majelis Hakim Harus Ungkapkan dan Proklamirkan Keadilan!

Jakarta, 27 November […]
November 27, 2023

Demokrasi di Ambang Krisis, #KitaBerhakKritis: Bebaskan Fatia-Haris, Hentikan Kriminalisasi Aktivis dan Selamatkan Suara Kritis!

Koalisi Masyarakat Sipil […]
November 22, 2023

Koalisi Serius Mendesak Penundaan Pengesahan Revisi Kedua UU ITE

Koalisi Serius Revisi […]
November 20, 2023

Tragedi Gas Air Mata Terulang: Hentikan Pendekatan Berlebih dan Penggunaan Senjata Kimia dalam Pengamanan Pertandingan Sepak Bola

Doc: Twitter @alimhpoetx […]