Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekarasan (KontraS) mengajak publik untuk kembali mengingat bahwa pada hari ini, 3 Mei 2019, peristiwa pelanggaran HAM Berat Simpang KKA, Aceh Utara  sudah memasuki dua dekade. Mengenang peristiwa ini bukan hanya mengingat sejarah kelam yang penuh luka tetapi juga menggambarkan sikap pemerintah yang terus ingkar untuk memenuhi keadilan bagi para korban dan keluarganya. Kondisi ini meninggalkan luka traumatis yang mendalam pada diri korban dan semakin mempertebal rasa ketidakpercayaan korban terhadap pemerintah.

Perlu diingat kembali bahwa peristiwa Simpang KKA bermula dari kekerasan aparat TNI pada 3 Mei 1999 yang terjadi di Aceh Utara. Tepatnya di sebuah persimpangan jalan dekat pabrik PT Kertas Kraft Aceh (Simpang KKA) yang menjadi saksi saat pasukan militer menembaki warga yang sedang berunjuk rasa memprotes insiden penganiayaan warga yang terjadi beberapa hari sebelumnya. Peristiwa ini mengakibat 23 orang meninggal dunia dan 30 orang luka-luka.

Pada 26 Juni 2016 lalu, Komnas HAM telah selesai melakukan penyelidikan projustisia dan dinyatakan adanya dugaan pelanggaran HAM berat. Namun sayangnya, sampai sekarang belum ada pelaku yang ditangkap dan diadili atas peristiwa ini. Bolak-balik berkas antara Kejaksaan Agung dan Komnas HAM masih terjadi, hingga 28 Desember 2018 lalu, Komnas HAM menyerahkan kembali 9 berkas penyelidikan setelah sebelumnya dikembalikan. Kejaksaan Agung kerap kali menggunakan alasan-alasan formalis-normatik dan tanpa suatu kebaruan petunjuk. Tarik-ulur berkas penyelidikan antara Komnas HAM dan Kejaksaan Agung merupakan sebuah ego sektoral yang disayangkan, mengingat dua lembaga ini diberikan tugas dalam penuntasan kasus pelanggaran HAM Berat sesuai dengan UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.

Disisi yang lain, kehadiran KKRA sebagai salah satu upaya alternatif untuk melakukan pengungkapan kebenaran dan juga pemulihan korban serta keluarga korban juga masih mengalami hambatan, baik di level pemerintah daerah maupun level pemerintah pusat. Hambatan paling kentara adalah permasalahan anggaran dan juga legitimasi pemerintah terhadap dukungan kepada kerja-kerja KKRA. Masih enggannya pemerintah pusat dan daerah untuk memberikan prioritas kepada KKRA memang patut disayangkan mengingat peran penting KKRA sebagai upaya pelengkap (complimentary effort) dari upaya penuntasan di jalur yudisial untuk mengakses keadilan, kebenaran dan juga pencegahan keberulangan kasus secara utuh. Pada tanggal 27 sampai dengan 30 November 2018 lalu, KKRA sempat mengadakan “Dengar Kesaksian (Public Hearing)” korban dan keluarga korban dugaan pelanggaran HAM berat di Aceh. Namun, karena masih belum mumpuninya sumber daya baik kapasitas individu maupun logistik, hearing ini masih tidak bisa menghadirkan seluruh korban dan keluarga korban dugaan pelanggaran HAM di Aceh.

Berdasarkan permasalahan diatas, KontraS mendesak;

Pertama, Joko Widodo sebagai presiden selaku otoritas politik tertinggi di Indonesia perlu untuk menguraikan benang kusut yang menghinggapi kinerja penyelesaian pelanggaran HAM berat antara Komnas HAM sebagai penyelidik dan juga Kejaksaan Agung sebagai penyidik. Intervensi dari Presiden sangat memungkingkan karena kedua institusi negara tersebut dibawahi langsung oleh Presiden.

Kedua, Presiden Joko Widodo juga harus mempertimbangkan untuk memperkuat tugas, pokok, dan fungsi KKRA agar keadilan bagi masyarakat Aceh bisa diakses lebih optimal oleh korban dan keluarga korban pelanggaran HAM berat di Aceh khususnya untuk dimensi pemulihan dan pemenuhan hak-hak korban. Selain itu, anggaran untuk kinerja KKRA juga penting untuk dirancang supaya kinerja KKRA dalam mengawal keadilan transisi di Aceh bisa dilaksanakan secara maksimal.

Ketiga, Pemerintah Aceh untuk memberikan dukungan penuh kepada KKRA secara politis dan teknis untuk menunjukkan bahwa Aceh memang peduli terhadap situasi pemenuhan bagi korban pelanggaran HAM berat di Aceh.

Jakarta, 3 Mei 2019

 

Yati Andriyani

Koordinator KontraS

 

 

Narahubung: 081232758888 (Dimas Bagus Arya Saputra)

Mei 4, 2019

2 Dekade Tragedi Simpang KKA: Kapan Negara Hadir untuk Korban?

Komisi untuk Orang […]
Mei 2, 2019

Koalisi Masyarakat SIPIL Kota Bandung Kecam Tindakan Aparat Keamanan (Polri dan TNI) dalam Aksi May Day Bandung 2019

Aksi May Day […]
April 25, 2019

Jatuhnya Korban Jiwa dalam Penyelenggaran Pemilu 2019: Ucapan Duka dan Santunan (saja) Tak Cukup Menjamin Akuntabilitas Negara

Press Release Jatuhnya […]
April 17, 2019

Hentikan Diskriminasi Terhadap Masyarakat Papua dan Lindungi Kebebasan Berekspresi dan Mengemukakan Pendapat di Muka Umum

Komisi Untuk Orang […]
April 12, 2019

Menelisik Kepentingan Pebisnis Tambang dan Purnawirawan Di Belakang Calon Presiden

Komisi Untuk Orang […]
April 9, 2019

Mendesak Dilakukannya Penyelidikan atas Peristiwa Penganiayaan terhadap Massa Aksi Aliansi Mahasiswa Papua bersama Fri-West Papua

Komisi untuk Orang […]
April 4, 2019

16 Tahun Kasus Wamena: Janji Jokowi yang Dilupakan

Hari ini 4 […]
April 1, 2019

Peluncuran ZINE: Kwitangologi!

Dalam rangka merayakan […]
Maret 27, 2019

Temukan dan Kembalikan Ruth Sitepu

Komisi untuk Orang […]
Maret 25, 2019

Memperingati Hari Internasional untuk Hak Atas Kebenaran dan Martabat Korban Pelanggaran Berat HAM

Pada setiap tanggal […]