Catatan Kritis : Figur di Balik Pelanggaran HAM Pada Tim Sukses dan Relawan Masing-masing Calon Presiden


Indeks Dokumentasi Arsip Hak Asasi Manusia (INDAH)

Sutiyoso merupakan Panglima Kodam Jayakarta (Pangdam Jaya) pada periode 1996-1997. Pada periode tersebut, terjadi peristiwa penyerangan terhadap kantor Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrasi Indonesia (DPP PDI) di Jl. Diponegoro, Jakarta Pusat. Akibat peristiwa itu, sebanyak lima orang meninggal dunia, 149 orang mengalami luka-luka, dan 136 orang lainnya ditahan. Peristiwa yang dikenal dengan sebutan Kudeta 27 Juli (Kudatuli) itu menyeret nama Sutiyoso sebagai tersangka dalam penyidikan tindak pidana peristiwa tersebut. 

Walau kasus Kudatuli dihentikan karena tidak pernah dilanjutkan oleh Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, Sutiyoso tidak pernah tampil di hadapan Pengadilan untuk mempertanggungjawabkan atas penetapan tersangka tersebut. Bahkan ia tetap menjabat sebagai Gubernur DKI hingga masa jabatannya berakhir pada tahun 2007.

Prabowo Subianto memiliki catatan atas sejumlah pelanggaran HAM berat yang terjadi pada rezim Orde Baru. Ketika Prabowo menjabat sebagai Danjen Kopassus pada tahun 1995-1998 serta Pangkostrad, ia dianggap sebagai orang yang bertanggung jawab pada kasus penculikan dan penghilangan paksa 1997-1998 yang mengakibatkan 13 orang korban masih hilang dan belum diketahui keberadaannya. 

Jejak keterlibatan Prabowo Subianto pada kasus penghilangan paksa juga diafirmasi memlalui Surat Keputusan Dewan Kehormatan Perwira No: KEP/03/VIII/1998/DKP tanggal 21 Agustus 1998 yang memutuskan untuk memberhentikan Prabowo Subianto sebagai Letnan Jenderal TNI lantaran terbukti memerintahkan melakukan penangkapan dan penculikan terhadap beberapa aktivis pada 1997-1998 secara sewenang-wenang. Namun sampai saat ini Prabowo belum mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan pengadilan.

.

Sjafrie Sjamsoeddin merupakan Panglima Kodam Jaya sekaligus Panglima Komando Operasi Jaya pada medio 1998. Ketika mengampu jabatan itu, ia terlibat pada tiga peristiwa Pelanggaran HAM Berat, yakni penghilangan paksa aktivis, Peristiwa Kerusuhan 13-15 Mei 1998 serta Peristiwa Trisakti, dan Semanggi I & Semanggi II. 

Berdasarkan laporan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) terkait pengungkapan Peristiwa Mei 1998, terdapat sejumlah rekomendasi yang salah satunya menyatakan bahwa Sjafrie Sjamsoeddin yang kala itu menjabat sebagai Pangkoops Jaya perlu dimintakan pertanggungjawabannya. Dalam keterangan Sjafrie, ia menyatakan bahwa sebagai Pangkoops memang bertanggung jawab atas apa yang terjadi pada Tragedi Mei 1998.

Susilo Bambang Yudhoyono pernah menjabat sebagai Kepala Staf Kodam Jayakarta (Kasdam Jaya) dengan pangkat Brigadir Jenderal di tahun 1996. Peristiwa Kudatuli terjadi ketika ia menjabat sebagai Kasdam Jaya. Hasil penyelidikan Komnas HAM menyatakan bahwa perintah pengambilalihan kantor DPP PDI diberikan oleh Kasdam Jaya Brigjen Susilo Bambang Yudhoyono pada suatu rapat di Kantor Kodam Jaya. Namun, dugaan atas keterlibatan SBY pada peristiwa itu tidak pernah dilanjutkan oleh Komnas HAM hingga saat ini.

Wiranto merupakan Menteri Pertahanan dan Keamanan sekaligus Panglima ABRI pada periode 1998-1999. Ada tiga peristiwa Pelanggaran Ham Berat yang terjadi selama Wiranto menjabat sebagai Panglima, yaitu Penghilangan Paksa 1997-1998, Tragedi Mei 1998 dan Tragedi Trisakti, dan Peristiwa Semanggi I & Semanggi II.

Wiranto diduga terlibat dalam ketiga kasus tersebut, misalnya dalam Tragedi Mei 1998 Wiranto menyatakan telah memerintahkan kepada Kapolda dan Panglima untuk menindak “biang keladi” kerusuhan di luar kampus dan menempatkan aparat di sekliling kampus dengan tujuan mencegah mahasiswa secara tidak terkendali keluar dari kampus.  Perintah itu berakibat pada masifnya aparat bersenjata yang diturunkan hingga menewaskan empat orang Mahasiswa Universitas Trisakti.  Aparat bersenjata juga menjadi penyebab tewasnya 17 orang aktivis dan relawan mahasiswa pada Peristiwa Semanggi I tanggal 13 November 1998, dan kembali terjadi pada peristiwa Semanggi II pada tangal 24 September 1999 khususnya ketika seorang mahasiswa Universitas Indonmesia.

Kiki Syahnakri adalah mantan Wakil Kepala Staf Angkatan Darat yang juga pernah menjabat sebagai Panglima Daerah Komanto Militer (Pangdam) IX/ Udayana pda tahun 1999-2000 sekaligus Panglima Darurat Militer Timor-Timor. 

Ketika peristiwa pelanggaran HAM Berat pada bulan April 1999 di Timor-Timor terjadi, tepatnya saat pembantaian terhadap warga Timor di Gereja Liquica yang dilakukan oleh kelompok Milisi Pro-Indonesia, penyerangan kelompok milisi itu cukup banyak mendapat dukungan dari para perwira ABRI, salah satunya Kiki Syahnakri. Selain itu, dalam investigasi yang dilakukan oleh Serious Crimes Unit (SCU), Kiki Syahnakri dinyatakan sebagai tersangka atas kasus pembunuhan, deportasi dan persekusi kepada warga Timor. SCU bahkan sempat meminta kepada pengadilan Timor Leste agar mengeluarkan surat penangkapan kepada Kiki Syahnakri pada tahun 2004. Meski begitu, Kiki sendiri tidak pernah muncul di hadapan pengadilan di Timor Leste untuk memberikan keterangan atas tuduhan yang ditujukan kepada dirinya.

Sintong Panjaitan pernah menjabat sebagai Pangdam IX/Udayana pada tahun 1988-1991. Peristiwa penembakan aparat militer bersenjata kepada warga sipil di pemakaman Santa Cruz, yang dikenal sebagai insiden Santa Cruz, yang terjadi pada tanggal 12 November 1991, terjadi pada saat Sintong Panjaitan menjabat sebagai Pangdam IX/Udayana alias penanggung jawab wilayah militer atas Timor-Timur kala itu. Peristiwa tersebut menewaskan lebih dari 200 orang.

Sintong dianggap sebagai figure yang seharusnya turut bertanggungjawab walaupun tidak secara langsung menjadi pelaku di lapangan. Salah satu warga negara asing Bernama Helen Todd yang merupakan keluarga korban Insiden Santa Cruz mengajukan gugatan terhadap Sintong Pandjaitan di District Court Massachusetts yang kemudian menyatakan bahwa Sintong Pandjaitan sepatutnya bertanggung jawab atas peristiwa yang terjadi dan seharusnya membayar ganti rugi kepada keluarga korban.

Jenderal Andika Perkasa merupakan mantan Panglima TNI periode 2021-2022. Menurut penelusuran KontraS, Jenderal Andika Perkasa disebut pernah terlibat dalam upaya menutupi kasus pembunuhan Theys Hiyo Eluay, Presidium Dewan Papua yang diculik dan ditemukan tewas terbunuh pada November 2002. Menurut hasil penyelidikan yang dilakukan, pembunuhan Theys disebut melibatkan oknum militer dari Kopassus, beberapa personel yang terlibat pun sempat diadili oleh peradilan militer dan divonis bersalah. Catatan ini menunjukkan bahwa di masa lalu Jenderal Andika Perkasa pernah diduga terlibat dalam suatu peristiwa pelanggaran HAM yang melukai warga Papua.