Ditangkap Saat Aksi Damai, KontraS Lapor ke Mabes Polri

Ditangkap Saat Aksi Damai, KontraS Lapor ke Mabes Polri

Jakarta, CNN Indonesia — Anggota biro kampanye dan jaringan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Ninis Rina, mengatakan lembaganya akan melaporkan anggota kepolisian yang melakukan penangkapan 12 pekerja KontraS saat melakukan peringatan hari Hak Asasi Manusia (HAM) sedunia di Bundaran Hotel Indonesia, pada Kamis pekan lalu. Pelaporan dilakukan ke Propam Mabes Polri, pada Senin (14/12) ini.

Ninis mengatakan penangkapan tersebut tidak beralasan dan terkesan hanya ingin menunjukan teror serta intimidasi bagi demonstran. Sebabnya, aksi menyampaikan pendapat, katanya, telah mengikuti kaidah UU Nomor 9 Tahun 1998.

“Kami melihat penangkapan 12 pekerja kami hanya sekadar main-main saja. Sampai detik ini tidak ada penjelasan apapun mengapa kami akhirnya ditangkap kemudian dilepaskan begitu saja,” kata Ninis saat dihubungi CNN Indonesia.

Ninis menjelaskan 12 pekerja KontraS ditangkap usai melakukan peringatan di Bundaran HI. Mereka dibawa dengan menggunakan bus ke Polsek Menteng, Jakarta Pusat. Di sana kemudian, mereka membuat Berita Acara Pemeriksaan dan lagi-lagi dibawa ke Polres Jakarta Pusat.

“Di Polsek Menteng, Kapolsek tidak memberikan alasan jelas penangkapan kami. Dia hanya ‘tunduk kepada perintah pimpinan’,” kata Ninis.

Sementara itu, polisi yang bertugas di Polres Jakarta Pusat juga mengaku tidak paham mengapa 12 aktivis tersebut dibawa ke polres.

Ninis mengatakan dari kejadian itu, pihaknya menyimpulkan bahwa kepolisian, khususnya yang bertugas di lapangan, tidak memahami dan memiliki mekanisme jelas dalam menerapkan Peraturan Gubernur Nomor 228 Tahun 2015 tentang Pengendalian Pelaksanaan Penyampaian Pendapat di Muka Umum Pada Ruang Terbuka.

Hal tersebut, ujarnya, dapat terlihat dari tindakan anggota polisi yang sembarangan di lapangan dan kebingungan dalam menyikapi aturan tersebut.

“Ketidakmampuan dalam memahami dan menerapkan tugas di lapangan berdampak pada pelanggaran hak kebebasan berpendapat yang berkelanjutan bagi masyarakat sipil,” ujar Ninis.

Lebih jauh, pihaknya juga melihat adanya upaya untuk menciptakan teror dan intimidasi bagi mereka yang ingin menyampaikan kebebasan berpendapat. Ninis mengatakan, usai penangkapan terjadi, di sosial media mulai ramai muncul komentar negatif.

“Banyak juga yang menulis, ‘orang KontraS yang 17 tahun berdiri dan punya hubungan baik dengan polisi ternyata juga bisa ditangkap’. Ada efek teror dan intimidasi di sini,” kata Ninis.

Padahal, ujar Ninis, jika aparat paham aturan, semestinya tidak perlu dilakukan pemeriksaan atau penangkapan bagi kegiatan menyatakan pendapat yang menyalahi aturan.

“Sanksi maksimalnya hanya dibubarkan bukan ditangkap,” ujarnya. (utd)