30 Tahun Tragedi Talangsari Lampung Tanpa Pertanggungjawaban

Tepat pada tanggal 7 Februari 2019, memasuki tiga dekade Peristiwa Pelanggaran HAM berat Talangsari Lampung. Para korban Talangsari yang tergabung dalam Paguyuban Keluarga Korban Talangsari Lampung [PK2TL] terus berjuang mengingatkan pemerintah dan publik agar persoalan tersebut diselesaikan secara komprehensif supaya cita-cita negara hukum bisa dirasakan oleh warga negara dan pemenuhan hak-hak korban diwujudkan.

Memperingati 30 tahun peristiwa Talangsari, PK2TL bersama KontraS dan LBH Bandar Lampung membedah peristiwa tersebut dalam diskusi publik di kantor LBH Bandar Lampung, pada 8 Februari 2018. Diskusi ini dihadiri oleh Fahrizal Darminto [Staf Ahli Bidang Hukum dan Politik Pemda Lampung]; Budimana Santoso [Jurnalis Senior]; Bunda Sakurawati [Pembina YLBHI]; Dr. Budyono [Akademisi Univ Lampung]; Allan Nairn [Jurnalis Investigasi]; Feri Kusuma [KontraS], dan Chandra Muliawan [LBH Bandar Lampung].

Dalam diskusi tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa selama 30 tahun peristiwa Talangsari nasib para korban masih jauh dari perhatian Pemerintah. Dari aspek hukum, negara masih abai terhadap tanggung jawabnya terhadap penyelesaian dan pemenuhan hak-hak warga negara yang menjadi korban dalam peristiwa Talangsari. Presiden Joko Widodo yang pernah menyatakan berkomitmen terhadap penegakan HAM juga dalam realitasnya justru berbanding terbalik dengan janjinya. Harus diakui bahwa Presiden telah gagal membawa perubahan dalam penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM yang berat di Indonesia. Indikator kegagalannya dapat diukur, salah satunya dari ketidakmampuan Presiden memahami persoalan dan ketidaktegasan terhadap Jaksa Agung H.M Prasetyo yang tidak pernah bekerja untuk menindaklanjuti laporan penyelidikan Komnas HAM. Jaksa Agung H.M Prasetyo yang merupakan kader Partai Nasional Demokrat [Nasdem] dan orang dekat Presiden-sampai saat ini masih mengabaikan tugas penyidikan terhadap laporan resmi penyelidikan projustisia Komnas HAM. Lebih jauh dari itu, Jaksa Agung, pada 27 November 2018, malah mengembalikan kembali berkas kasus pelanggaran HAM yang berat ke Komnas HAM. Tindakan bolak-balik berkas ini sudah berulang kali dilakukan oleh Jaksa Agung. Presiden yang mengetahui hal tersebut tidak mengambil tindakan apapun untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Selain itu, tindakan Presiden mengangkat para penjahat kemanusiaan untuk menduduki jabatan-jabatan penting di pemerintahannya juga menjadi perhatian publik. Penempatan para penjahat HAM semakin membuktikan bahwa rezim saat ini tidak berpihak kepada warga negara yang menjadi korban pelanggaran HAM.

Selain persoalan pemerintahan nasional, diskusi ini juga menyorot peran Pemerintahan Daerah [Gubernur dan Bupati Lampung Timur]. Pemerintah Daerah yang seharusnya juga bisa mengambil peran pemulihan bagi para korban juga belum memiliki keberpihakan kepada korban Talangsari. Padahal Pemerintah Daerah juga memiliki tanggungjawab sesuai dengan kewenangannya untuk memenuhi hak-hak para korban, seperti pembangunan kembali Mushala yang dibakar dalam peristiwa; pembangunan monumen peristiwa, akses terhadap listrik dan air bersih bagi warga yang mendomisili di lokasi peristiwa, dan pemenuhan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya lainnya.

Berangkat dari kondisi tersebut, agar persoalan kasus Talangsari tidak terus berlarut-larut dan hanya menjadi komoditi politik semata-maka Presiden Jokowi harus mengambil sikap tegas dan tindakan konkrit untuk menyelesaikan kasus Talangsari. Presiden sudah saatnya menggantikan Jaksa Agung, H.M Prasetyo dengan figur kompenten yang mampu melakukan penyidikan terhadap kasus-kasus pelanggaran HAM berat. Bukti-bukti dari laporan temuan Komnas HAM sudah cukup untuk ditindaklanjuti oleh Jaksa Agung ke tingkat penyidikan. Sejalan dengan pentingnya proses hukum terhadap kasus Talangsari, Pemerintah Lokal juga diharapkan dapat mengambil peran sesuai kewenangannya untuk memenuhi hak-hak korban di tingkat lokal. Peran aktif Pemerintah Daerah untuk pemenuhan hak-hak korban merupakan salah satu wujud negara hadir menjalankan kewajibannya dalam pemajuan hak asasi manusia.

Bandar Lampung, 8 Februari 2019

• Paguyuban Keluarga Korban Talangsari Lampung (PK2TL)
• LBH Bandar Lampung
• Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak kekerasan (KontraS)