Desakan untuk Melakukan Pemantauan dan Mediasi atas Peristiwa Pelarangan dan Pembubaran Aksi Kamisan di Beberapa Wilayah di Indonesia

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menerima pengaduan mengenai pembatasan ruang-ruang berekspresi dan berkumpul dalam Aksi Kamisan yang terjadi di Jayapura, Papua dan Bukittinggi, Sumatera Barat dalam tempo dua bulan terakhir ini. Sayangnya, pelarangan dan pembubaran Aksi Kamisan ini justru melibatkan aparat kepolisian yang seharusnya bertanggungjawab menjaga keberlangsungan aksi massa.

Pelarangan Aksi Kamisan di Jayapura misalnya, dilakukan oleh aparat Kepolisian tanpa alasan yang jelas, padahal massa aksi telah memenuhi persyaratan prosedural untuk melakukan aksi, termasuk mengirimkan surat pemberitahuan kepada pihak kepolisian sebagaimana yang diatur dalam UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum (terlampir). Aksi Kamisan ini sebelumnya pernah berjalan sebanyak satu kali dan berjalan tanpa hambatan. Sedangkan Aksi Kamisan Bukittinggi sudah berjalan lebih lama yakni sebanyak 13 kali semenjak tanggal 08 Februari 2018. Namun belakangan, Aksi Kamisan ini dikecam dan dibubarkan secara paksa oleh ormas intoleran dengan tuduhan yang delusional, yakni karena Aksi Kamisan dianggap sebagai gerakan PKI. Tuduhan ini tentu saja tidak berdasar namun disayangkan, tidak ada upaya pengamanan yang dilakukan aparat kepolisian kala itu untuk mengamankan peserta aksi dari ancaman dan intimidasi pihak – pihak lainnya.

Pembubaran Aksi Kamisan ini bukanlah yang pertama kalinya terjadi. Dalam 5 bulan terakhir ini, kami mencatat telah terjadi 4 kali pembubaran Aksi Kamisan yang dilakukan baik oleh aparat keamanan maupun ormas intoleran. Sebut saja Aksi Kamisan Surabaya dibubarkan pada tanggal 27 September 2018[1], Aksi Kamisan Malang dibubarkan pada tanggal yang sama[2], lalu setelahnya Kamisan Jayapura dipaksa tidak terlaksana pada tanggal 27 Desember 2018 dan yang terbaru adalah Kamisan Bukittinggi yang dibubarkan pada tanggal 11 Januari 2019.

Aksi Kamisan yang dibentuk sejak tahun 2007, merupakan sebuah aksi yang selalu berjalan damai dan menjunjung tinggi prinsip-prinsip non kekerasan (Non Violence) dalam menyuarakan dan menuntut penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM dan Pelanggaran HAM Berat. Aksi ini tiddak hanya digiatkan oleh kelompok korban dan keluarga korban pelanggaran HAM, akan tetapi Aksi Kamisan sudah menjadi ruang publik dan bahkan menjadi tempat anak – anak muda dari berbagai kota belajar tentang aktivisme dan kasus – kasus pelanggaran HAM. Oleh karenanya, upaya-upaya pelarangan dan pembubaran tanpa alasan yang berdasar menunjukkan adanya diskriminasi dan pembatasan dalam hal penyampaian pendapat dan upaya berkumpul masyarakat.

Dalam pandangan KontraS, pelarangan dan pembubaran Aksi Kamisan yang terjadi di beberapa wilayah di Indonesia ini bertentangan dengan aturan perundang – undangan yang berlaku di Indonesia. Kebebasan berkumpul dan berserikat serta mengekspresikan pendapat merupakan hak setiap warga negara Indonesia yang telah diatur dalam konstitusi. Undang – Undang Dasar [UUD] 1945 Amandemen II pasal 28E ayat 3 yang menyatakan: “setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat”.

Dalam UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM juga diatur mengenai hak untuk berkumpul, berapat dan berserikat untuk maksud-maksud damai (Pasal 24) dan juga hak untuk menyampaikan pendapat di muka umum (Pasal 25).

Hak untuk bebas berkumpul dan berpendapat juga dijamin dalam UU No. 12 tahun 2005 tentang pengesahan Konvensi Hak-hak Sipil Politik khususnya pasal 19 (hak atas kebebasan berpendapat) dan pasal 21 (hak berkumpul).

Melihat persoalan diatas dan potensi terhadap adanya pelarangan dan pembubaran Aksi Kamisan serupa ke depannya, untuk itu kami mendesak Komnas HAM agar :

Pertama, Melakukan pemantauan terhadap upaya – upaya pelarangan dan pembubaran paksa Aksi Kamisan di berbagai wilayah di Indonesia. Pemantauan penting dilakukan untuk melihat siapa aktor yang bertanggung jawab terhadap pembatasan dan pemberangusan Aksi damai tersebut serta mengidentifikasi pola – pola pelarangan Aksi Kamisan yang terjadi di satu wilayah dengan wilayah lainnya.

Kedua, Melakukan pendekatan dialog dengan aparat keamanan sehingga kedepannya tidak lagi terjadi pelarangan Aksi Kamisan, mengingat Aksi Kamisan adalah wadah aksi damai untuk membantu publik mengingat tentang kewajiban dan tanggung jawab negara dalam hal pemenuhan, penghormatan, dan perlindungan HAM serta pendidikan kritis soal HAM;

Demikian surat ini kami sampaikan. Besar harapan kami agar Ketua Komnas HAM dapat menindaklanjuti surat desakan ini. Atas perhatian dan kerjasamanya kami ucapkan terima kasih.

 

 

Jakarta, 22 Januari 2019

Badan Pekerja KontraS,

 

Yati Andriyani
Koordinator

 

Tembusan:

  1. Kompolnas RI;
  2. Kapolda Papua;
  3. Komisi III DPR RI
  4. Penanggungjawab Kamisan Bukittinggi

Penanggungjawab Kamisan Jayapura

[1] Lihat https://www.ngopibareng.id/timeline/aksi-kamisan-surabaya-dibubarkan-paksa-oleh-aparat-dan-ormas-4869084, diakses pada tanggal 18 Januari 2019

[2] Lihat https://regional.kompas.com/read/2018/09/27/19153081/aksi-kamisan-di-kota-malang-dibubarkan-kelompok-massa, diakses pada tanggal 18 Januari 2019