Adanya Upaya Pembunuhan Secara Terencana Terhadap Direktur WALHI NTB dan Keluarga

Hari ini (28/2) bertepatan dengan 1 (satu) bulan pasca-peristiwa pembakaran rumah Murdani (Direktur WALHI NTB) di daerah Desa Gundul, Kecamatan Pringgarata, Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat. Namun demikian, hingga kini, Polres Lombok Tengah belum mampu mengungkap dan mendapatkan titik terang siapa pelaku pembakaran tersebut.

Berdasarkan hasil investigasi yang KontraS, Amnesty International Indonesia, dan WALHI lakukan di lapangan pada tanggal 31 Januari-9 Februari 2019, dengan menemui pihak kepolisian setempat (Polres Praya dan Polda NTB) dan mewawancarai hingga 20 saksi, peristiwa hukum yang dialami Murdani, istri, dan dua anaknya masing-masing berumur 17 tahun dan 4 tahun, diduga kuat merupakan tindakan percobaan pembunuhan secara terencana.

Hal itu tampak dari temuan-temuan yang didapatkan di lapangan. Tim koalisi mencatat terdapat 6 (enam) temuan, antara lain:

1. Bahwa dalam sebulan terakhir, rumah Murdani dilempari batu oleh orang yang tidak dikenal dan mengenai atap rumah. Sekitar bulan awal bulan Januari, ketika Murdani sedang berada di Jakarta, Istri Murdani sempat bertelpon ke Murdani bahwa rumahnya dilempari batu oleh orang yang tidak dikenal. Pelemparan tersebut terjadi hingga seminggu sebelum peristiwa tanggal 28 Januari 2019;

2. Bahwa pada hari Minggu, pada tanggal 27 Januari 2019 sekitar Pukul 09.00/10.00 WITA, saksi melihat ada orang yang tidak dikenal mondar-mandir di depan rumah Murdani. Sekitar Pukul 20.00 WITA, saksi melihat ada orang yang memakai cadar/masker melintasi rumah Murdani dengan memerhatikan rumah Murdani dengan bahasa tubuh yang mencurigakan;

3. Bahwa diketahui terdapat 5 (lima) titik api: titik pertama ada di bagian depan mobil Avanza, tepat di bawah mobil tersebut diletakkan bantal guling yang tidak sempat dimasukkan ke dalam rumah, baju kaos anak pertama serta kain batik istri yang disulut dengan api; titik kedua ada di depan pintu utama yang mana sendal dan sepatu dikumpulkan lalu dibakar; titik ketiga ada di pintu dapur yang mana meja di depan mobil Avanza ditarik ke depan pintu dapur untuk dapat dibakar; titik ke empat ada di bagian depan dum truk yang berjarak sekitar 7 meter dari mobil Avanza, yang mana di bawahnya ada sampah-sampah kain, bekas sak semen dan bekas kardus yang kemudian disulut oleh api; titik kelima berada di kursi kayu yang posisinya persis di sudut kanan depan mobil Avanza

4. Bahwa selain itu, terdapat bola lampu yang sengaja dicopot dan CCTV yang sudah tidak aktif ditutup dengan topi milik anak pertama Murdani;

5. Bila dilihat dari pola pembakaran, pelaku melakukannya secara terencana, terbukti dari tindakan yang dilakukan malam hari yaitu menyiapkan bahan bakar, menyulut api di lima titik, dan menutup CCTV yang berada di sebelah selatan dengan songkok/topi. Selain itu, tindakan tersebut dimaksudkan untuk menghilangkan nyawa orang yang berada di dalam rumah, hal itu dibuktikan dari titik api yang berada di pintu utama serta pintu dapur rumah. Sehingga orang-orang yang berada di dalam rumah tidak dapat keluar rumah;

6. Bahwa diduga kuat pelaku datang dari sebelah selatan rumah sebab asumsinya bila datang dari Utara rumah maka ia juga akan menutup CCTV sebelah Utara.

Dengan adanya pembakaran pada tanggal 28 Januari 2019, baik Murdani maupun keluarganya menderita kerugian materiil dan imateriil. Kerugian materiil yang dialaminya berupa rusaknya mobil Avanza, dump truk, dan sebagian bangunan rumahnya, sementara kerugian imateriil berupa trauma psikologis yang dialami sekeluarga, khususnya secara mendalam oleh istri dan anak pertamanya.

Berdasarkan temuan-temuan di atas, kami menilai pemidanaan yang tepat ditujukan kepada pelaku ialah Pasal 340 jo. Pasal 53 ayat (3) KUHP dengan ancaman hukuman penjara maksimal 15 tahun penjara.

Bahwa diduga kuat peristiwa tersebut dapat terjadi oleh karena aktivitas Murdani yang kritis terhadap pertambangan pasir ilegal di wilayah Lombok Tengah dalam beberapa tahun terakhir. Salah satu di antaranya ialah pertambangan pasir illegal yang berada di desa Bilebante.

Dampak dari aktivitasnya tersebut, di tahun 2016, Murdani seringkali mendapatkan ancaman dan teror, di antaranya mendapatkan ancaman mau dimusnahkan dan dihabisi dari nomor yang tidak dikenal. Terkait ancaman dan teror tersebut, Murdani pernah meminta perlindungan ke Polda NTB namun tidak ada tindak lanjut secara serius.

Selain itu, kami menilai Polres Lombok Tengah belum mampu mengusut secara tuntas dibalik kasus dugaan percobaan pembunuhan berencana terhadap Direktur WALHI NTB.

Adapun argumentasi kami, antara lain: Pertama, sudah selama 1 (satu) bulan lamanya, Polres Lombok Tengah tidak ada perkembangan secara signifikan dan belum mendapatkan titik terang siapa pelaku dari terjadinya peristiwa tersebut. Kedua, dalam tahap penyidikan delik pidana yang digunakan oleh penyidik adalah Pasal 187 ayat (1) dan ayat (2) KUHP mengenai tindak pidana kejahatan yang mendatangkan bahaya bagi kemanan umum manusia dan barang. Bahwa penggunaan delik pidana tersebut tidak tepat, sebab berdasarkan fakta dan temuan mengarahkan kepada delik pidana percobaan pembunuhan berencana.

Berdasarkan penjelasan tersebut, maka sudah sepatutnya tahap penyidikan kasus percobaan pembunuhan berencana terhadap Direktur WALHI NTB dapat diambil alih dengan segera oleh Polda Nusa Tenggara Barat demi keadilan dan kepastian hukum.

Berdasarkan hasil investigasi, kami menilai terdapat 3 (tiga) bentuk pelanggaran, yaitu: Pertama, pelanggaran hak atas keadilan sebagaimana diatur dalam diatur dalam Pasal 28G UUD 1945 dan Pasal 17 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia; Kedua, pelanggaran hak atas rasa aman sebagaimana diatur dalam Pasal 28 G Undang-Undang Dasar 1945 jo. Pasal 13 Undang-Undang Kepolisian jo. Pasal 9 Konvenan Hak Sipil dan Politik jo. Pasal 30 Undang-Undang tentang Hak Asasi Manusia; Ketiga, percobaan pembunuhan berencana sebagaimana diatur dalam Pasal 340 jo. Pasal 53 ayat (3) KUHP.

Merujuk pada informasi dan temuan di atas, kami menuntut kepada:

1. Kapolda NTB untuk dengan segera mengambil alih proses penyidikan yang dilakukan oleh Polres Lombok Tengah dan lalu segera mengusut secara tuntas dan mengungkap motif dari dugaan adanya percobaan pembunuhan secara terencana terhadap Murdani dan keluarga, sebagaimana diatur dalam Pasal 340 jo. Pasal 53 ayat (3) KUHP serta menjamin upaya penegakan hukum yang akuntabel dan transparan dalam kasus tersebut.

2. Presiden untuk segera menerbitkan peraturan dan kebijakan khusus yang memberikan jaminan dan perlindungan kepada pejuang lingkungan hidup dan pembela HAM lainnya.

3. LPSK untuk segera mengambil tindakan hukum sebagai tindak lanjut atas surat perlindungan fisik, psikologis, dan prosedural terhadap Murdani sekeluarga. Penerbitan surat perlindungan itu sendiri merupakan langkah tanggap yang patut diapresiasi dan harus segera diimplementasikan.

Kami yang menyatakan:

  1. KontraS;
  2. Eksekutif Nasional WALHI;
  3. Amnesty International Indonesia;
  4. Yayasan Perlindungan Insani Indonesia;
  5.  YLBHI.