Respon KontraS atas Siaran Pers Polri Terkait Peristiwa 21-22 Mei 2019

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan [KontraS] mengapreasiasi kinerja aparat Kepolisian dalam penanganan peristiwa 21-22 Mei 2019. Kami memahami bahwa pengungkapan fakta kebenaran dan penegakan hukum oleh aparat Kepolisian masih dalam proses. Namun, mengingat peristiwa ini merupakan peristiwa besar yang menjadi pusat perhatian publik dan terdapat dugaan adanya pelanggaran hukum serta hak asasi manusia.

 

Maka oleh karena itu, KontraS memandang perlu menyikapi press release Polri tentang “Perkembangan Kerusuhan 21-22 Mei 2019” pada 11 Juni 2019, disampaikan dikantor Kemenkopolhukam. Dari pernyataan tersebut, kami menggarisbawahi beberapa hal penting, antara lain:

 

  1. Polri menyebutkan 9 orang korban tewas sebagai orang-orang yang diduga perusuh. Terkait hal ini, kami menyanyangkan Polri hanya memberikan kesimpulan bahwa korbannya adalah perusuh. Tetapi tidak menjelaskan lebih detail peran dan keterlibatan mereka sebagai perusuh, pelaku penembakan, penyebab kematian dan hasil rekontruksi TKP, uji balistik dan bukti-bukti lain. Tanpa penjelasan tersebut, maka, kesimpulan tersebut bisa memunculkan asumsi di publik terkait dengan pelaku penembakan.

 

  1. Polri menyebutkan bahwa personil aparat kepolisian tidak meggunakan peluru tajam. Sementara, didalam peristiwa terdapat 8 orang tewas karena tertembak (ditembak). Bahkan di antaranya, terdapat 3 orang korban tewas yang masih anak dibawah umur; Reyhan (16 tahun), Widianto Rizki Ramadan (17 tahun), Harun (15 tahun). Temuan lain, Adam Nurian (19 tahun) salah seorang korban tewas terkena tembakan dalam perjalanan pulang setelah menolong seseorang yang terjatuh. Polri tidak menjelaskan terkait prokyetil yang ditemukan di tubuh korban dan TKP serta lokasi arah tembakan yang mengakibatkan korban tewas dan luka. Adanya korban dalam perstiwa ini seharusnya menjadi prioritas utama pemerintah dan aparat penegak hukum untuk mengusut lebih dalam aktor-aktor yang terlibat dan bertanggungjawab.

 

  1. Rilis Polri atas Peristiwa kerusuhan 21 – 22 Mei tersebut semakin membuat bias informasi yang dapat memperuncing polarisasi dan dikotomi yang membelah masyarakat dalam kedua kubu pendukung 01 dan 02. Selain itu, proses penegakan hukum ini juga terlihat timpang. Penyampaian oleh Polri seharusnya menunjukkan independensi dan akuntabilitas sehingga tidak memunculkan bias informasi. Aparat kepolisian juga harus terbuka terkait pelanggaran hukum dan hak asasi manusia yang dilakukan oleh personilnya atau oleh siapa pun yang diduga ikut bertanggungjawab baik karena tindakan langsung maupun akibat dari pembiaran. Tidak boleh ada impunitas dalam penegakan hukum. Kami menemukan informasi bahwa ada peserta aksi yang menjadi korban salah tangkap, mengalami kekerasan. Polri sebelumnya telah mengafirmasi[1] bahwa video tersebut benar menunjukan perlakuan anggota polisi terhadap seorang peserta aksi, namun sampai saat ini belum ada keterangan lebih lanjut mengenai proses hukum terhadap anggota kepolisian yang terlibat dalam pengeroyokan tersebut.

 

  1. KontraS juga menemukan adanya pembatasan akses terhadap saksi maupun tersangka. Berdasarkan pengaduan yang kami terima, orang – orang yang ditangkap kesulitan dalam bertemu dengan keluarganya. Selain itu tidak mendapatkan bantuan hukum dari penasihat hukum/advokat. Hal ini bertentangan dengan Pasal 60 KUHAP, di mana setiap tersangka berhak untuk menerima kunjungan dari keluarganya.

 

  1. Polri tidak menjelaskan lebih jauh terkait temuan Majalah Tempo mengenai “Tim Mawar dan Rusuh di Sarinah” yang berisikan tentang dugaan keterlibatan eks-anggota Tim Mawar, Fauka Noor Farid, dalam aksi kerusuhan yang terjadi. Perihal tersebut kami merasa Polri penting untuk menelusuri keterlibatan Fauka Noor Farid. Kami percaya bahwa yang dimuat oleh Majalah Tempo adalah informasi yang dapat dipertanggungjawabkan-tetapi penyebutan kertelibatan “Tim Mawar” harus ada investigasi lebih oleh aparat Kepolisian sehingga tidak mencoreng nama – nama lain yang pernah terlibat dalam Tim Mawar. Karena sebagaimana kita tahu “Tim Mawar” berjumlah lebih dari satu orang.

 

  1. Polri sangat memprioritaskan penanganan kasus terhadap tersangka yang akan melakukan dugaan percobaan pembunuhan terhadap 4 pejabat publik. Di sisi lain, tewasnya 9 orang warga dalam kerusuhan, dan ratusan orang yang ditangkap sama pentingnya dengan penanganan kasus tersebut. Selain itu, penjelasan Polri terkait upaya pembunuhan terhadap 4 pejabat publik tersebut juga tidak menjawab pertanyaan masyarakat. Polri tidak menjelaskan apa motif dan tujuan dari para terduga menargetkan 4 pejabat publik tersebut. Kita sadari bahwa tindakan para terduga tersebut sangat berbahaya bagi keselamatan siapa pun, termasuk warga negara biasa.

 

  1. KontraS juga mengingatkan kembali purnawirawan yang berada dibalik kedua belah calon[2]. Munculnya tokoh – tokoh yang belakangan muncul di media dalam merespon situasi 21 – 22 Mei. KontraS menilai keterlibatan purnawirawan di balik kedua belah calon tidak bisa dipandang sebelah mata. Keberadaan mereka turut andil dalam memberikan keputusan pada kebijakan kampanye masing – masing calon presiden.

 

  1. KontraS juga menilai penting untuk dilakukan penyelidikan atas dugaan adanya indikasi unsur pelanggaran HAM yang berat dalam peristiwa ini. Untuk menemukan sejauhmana peristiwa ini terjadi secara terencana, sistematis dan meluas yang berdampak sangat signifikan. Maka perlu adanya Tim Pencari Fakta untuk menemukan aktor pelanggaran HAM yang berat, yang melibatkan aktor dari negara dan atau nonnegara? Selain itu, juga untuk memastikan pemenuhan hak asasi manusia terhadap warga yang menjadi korban dalam peristiwa ini.

 

Memahami kondisi tersebut, KontraS mendesak;

 

  1. Presiden Joko Widodo, sebagai kepala Negara harus bertanggungjawab untuk menyelesaikan persoalan ini. Pembentukan Tim Pencari Fakta untuk mengusut peristiwa dan menemukan aktor-aktor yang bertanggungjawab dan terlibat dalam peristiwa ini menjadi indikator penting untuk mengukur sejauhmana pemerintahan Jokowi mengedepankan penegakan supremasi hukum dan hak asasi manusia.

 

  1. Lembaga negara, seperti Komnas HAM, Ombudsman RI, LPSK, Komnas Perempuan, KPAI agar lebih proaktif berperan dan menjalankan tanggungjawabnya terhadap penanganan peristiwa ini. Publik menunggu laporan hasil temuan dari lembaga-lembaga negara tersebut.

 

 

Jakarta, 12 Juni 2019

Badan Pekerja KontraS

 

 

 

Yati Andriyani

Koordinator

[1] https://nasional.kompas.com/read/2019/05/25/15413931/polri-benarkan-video-brimob-pukuli-warga-di-lahan-parkir-akui-tak-sesuai-sop diakses pada tanggal 11 Juni 2019

[2] https://kontras.org/2019/04/12/menelisik-kepentingan-pebisnis-tambang-dan-purnawirawan-di-belakang-calon-presiden/ diakses pada tanggal 11 Juni 2019