Jakarta, 14 November 2024 – Jaringan Tolak Hukuman Mati (JATI) sebagai kumpulan individu dan organisasi masyarakat sipil yang bergerak melakukan advokasi untuk mendorong penghapusan hukuman mati, menyerahkan surat desakan kepada Kementerian Luar Negeri Indonesia untuk mendukung resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) terkait moratorium global atas penerapan hukuman mati di negara-negara anggotanya. Surat desakan ini diterima langsung di Mailing Room, Kementerian Luar Negeri, Jakarta Pusat, pada Kamis, 14 November 2024.

 

Pada Desember 2024 nanti, Perserikatan Bangsa Bangsa akan menyelenggarakan Sidang Umum untuk membahas 10th Resolution for a Moratorium on the Death Penalty, yang bertujuan menggalang dukungan untuk moratorium penggunaan hukuman mati di negara-negara anggota PBB termasuk Indonesia. Sayangnya, dalam enam sidang resolusi terakhir, yaitu pada 2012, 2014, 2016, 2018, 2020, dan 2022, Indonesia, melalui Kementerian Luar Negeri, masih memilih posisi abstain. Sikap ini mencerminkan kurangnya komitmen dalam memperbaiki situasi hukuman mati di Indonesia, yang bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan melanggengkan praktik penyiksaan.

 

Maka, pada Sidang Resolusi ke-10 ini, JATI mendorong pemerintah Indonesia melalui Perutusan Tetap Republik Indonesia untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York untuk tidak lagi bersembunyi di balik posisi abstain, tetapi secara tegas mendukung (in favor) resolusi ini sebagai bukti tanggung jawab moral dan langkah strategis yang sejalan dengan penghormatan terhadap hak asasi manusia.

 

Dukungan atas resolusi ini didasarkan pada argumentasi berikut:

Pertama, Mendukung Resolusi Moratorium Hukuman Mati di Sidang Umum PBB akan memperkuat posisi Indonesia dalam diplomasi internasional, terutama dalam melindungi WNI yang terancam hukuman mati di luar negeri. Pada Juni 2024, terdapat 165 WNI yang terancam hukuman mati di berbagai negara. Sikap mendukung resolusi moratorium hukuman mati ini menunjukkan konsistensi komitmen Indonesia yang menolak hukuman mati, baik di dalam maupun luar negeri.

Kedua, Dukungan moratorium ini juga sejalan dengan KUHP baru yang mengatur hukuman mati sebagai opsi terakhir. Dengan ini, pemerintah memberikan kepastian hukum bagi ratusan terpidana mati yang sudah menunggu eksekusi bertahun-tahun dan menunjukkan penghormatan nyata terhadap hak hidup.

Ketiga, moratorium ini berarti melindungi hak masyarakat adat yang rentan dikriminalisasi, seperti kasus yang dialami Masyarakat Adat Tobelo Dalam. Dukungan ini juga memperjuangkan hak-hak penyandang disabilitas, mengingat kerentanan mereka terhadap unfair trial, seperti yang dialami Rodrigo Gularte dan Nagaenthran Dharmalingam yang dieksekusi meski memiliki disabilitas mental.

Akhirnya, dengan mendukung moratorium, Indonesia menunjukkan komitmen pada perlindungan HAM di dalam negeri. Sepanjang 2024, terdapat 46 vonis mati, mayoritas untuk kasus narkotika yang tidak memenuhi standar “kejahatan paling serius” menurut hukum internasional. Dengan dukungan ini, Indonesia bergabung bersama mayoritas negara di dunia yang mengedepankan nilai kemanusiaan. Selain itu, Sebagai anggota Dewan HAM PBB, Indonesia seharusnya menunjukkan sikap yang lebih konsisten dan tegas dalam upaya memperkuat agenda hak asasi manusia.

Atas dasar argumentasi di atas, Jaringan Anti Hukuman mati (JATI) mendesak pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Luar Negeri, untuk mendukung (in favour) UN General Assembly 10th Resolution for a Moratorium on the Death Penalty pada Desember 2024 sebagai komitmen nyata dalam melindungi hak hidup, sekaligus langkah konkret untuk melakukan perbaikan situasi hukum dan HAM di Indonesia.

Jakarta, 14 November 2024

 

Jaringan Tolak Hukuman Mati (JATI)

  1. LBH Masyarakat (LBHM)
  2. Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS)
  3. Keluarga Besar Buruh Migran Indonesia (KABAR BUMI)
  4. Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI)
  5. Imparsial
  6. Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK)
  7. Terranusa Indonesia Institute
  8. Amnesty International Indonesia
  9. Institute for Criminal Justice Reform (ICJR)
  10. Perhimpunan Jiwa Sehat (PJS)
  11. Yayasan Suar Perempuan Lingkar Napza Nusantara (SPINN)
  12. Forum Akar Rumput Indonesia (FARI)
  13. Reprieve
  14. Komunitas Sant’Egidio Indonesia
  15. Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI)

Narahubung:

Aisya Humaida ahumaida@lbhmasyarakat.org

Rizky Fariza Alfian rizkyfariza@kontras.org

Tags
Writer Profile

Admin

Without Bio

Popular Post

Thumbnail Post

Popular Tags