Pada hari Senin, 16 Desember 2024, Prabowo Subianto meresmikan pembentukan Dewan Pertahanan Nasional (DPN) dan mengangkat Sjafrie Sjamsoeddin (Menteri Pertahanan) sebagai Ketua Harian serta Donny Ermawan Taufanto (Wakil Menteri Pertahanan) sebagai Sekretaris DPN melalui Keputusan Presiden (Keppres) No. 87/M Tahun 2024.
Terhadap pembentukan lembaga tersebut, Koordinator KontraS Dimas Bagus Arya menyampaikan catatan sebagai berikut:
Lembaga DPN yang dibentuk sudah seharusnya memperhatikan kemanfaatan untuk masyarakat secara luas. Pembentukan DPN yang mengacu pada Undang-Undang Nomor 3 tahun 2002 soal Pertahanan Nasional harus dijalankan dalam koridor tata kelola pemerintahan yang baik dan terbuka (good and open governance). DPN harus mengedepankan aspek teknokratik dalam memberikan usulan kebijakan soal pertahanan dan harusnya juga diisi oleh sejumlah tokoh publik, akademisi dan pakar agar tidak disalahgunakan untuk kepentingan kekuasaan semata.
Terlebih dalam pasal 3 huruf F Rancangan Peraturan Presiden soal pembentukan DPN terdapat klausul yang cukup kabur (obscuur) yakni, "Menjalankan fungsi lain yang diberikan oleh Presiden." Ketentuan tersebut jangan sampai diterjemahkan secara meluas dan membuat DPN mengerjakan tugas dan fungsi diluar dari yang diatur oleh Pasal 15 UU Pertahanan Negara yang secara spesifik mengatur bahwa tugas DPN hanya sebatas membantu Presiden untuk menelaah, menilai dan menyusun kebijakan terkait pertahanan negara. Frasa "Menjalankan fungsi lain yang diberikan oleh Presiden" berpotensi membuat tugas dan fungsi DPN tumpang tindih (overlapping) dengan lembaga negara lain seperti Dewan Ketahanan Nasional atau Wantannas.
Pada sisi lain frasa “Menjalankan fungsi lain yang diberikan oleh Presiden” juga beresiko membuat Dewan Pertahanan Nasional menjadi instrumen untuk memperkuat kekuasaan eksekutif, dengan fungsi yang melampaui mandat aslinya, membuat Dewan Pertahanan Nasional mendominasi dalam pengambilan keputusan strategis terkait pertahanan dan memperkuat posisi militer dalam kebijakan-kebijakan strategis. Hal beresiko membuat kehadiran Dewan Pertahanan Nasional serupa dengan Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib) era Orde Baru yang awalnya dibentuk untuk memulihkan keamanan dan ketertiban namun pada akhirnya digunakan untuk menjalankan kebijakan represif dan membungkam lawan politik.
Lebih lanjut Koordinator KontraS menambahkan bahwa pelaksanaan fungsi DPN juga harus diawasi secara ketat oleh Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). "DPR sebagai lembaga negara dengan fungsi pengawasan harus menjalankan fungsinya secara bermakna agar menghindari terjadinya penyalahgunaan wewenang (abuse of authority) oleh DPN untuk kepentingan yang tidak berorientasi pada masyarakat dan supremasi sipil. Selain itu, masyarakat juga berhak mengawasi peran DPN agar tidak terjadi penyimpangan dan kerugian terhadap demokrasi di Indonesia
Jakarta, 18 Januari 2024
Badan Pekerja KontraS
Narahubung: 081310815873
Tags
KontraS
Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan