Kami, masyarakat sipil Indonesia dari berbagai latar belakang, hari ini dan seterusnya menyatakan sikap tegas menolak dan mengecam dengan keras praktik genosida yang terus dilakukan oleh otoritas Israel terhadap rakyat Palestina, sekaligus mengecam sikap permisif Pemerintah Indonesia terhadap tragedi kemanusiaan yang masih berlangsung hingga saat ini.

Sejak 7 Oktober 2023 hingga 25 Oktober 2025, sedikitnya 68.280 warga sipil Palestina telah terbunuh, sementara ribuan lainnya mengalami luka parah, kehilangan keluarga, rumah, tanah, pendidikan, akses kesehatan, dan masa depan. Angka tersebut bukan hanya angka yang sekedar lewat di media sosial kita, namun mereka yang namanya tercantum adalah anak-anak, perempuan hamil, ibu, penyandang disabilitas, lansia, kelompok yang seharusnya dilindungi dalam situasi konflik bersenjata.

Otoritas Israel telah secara sistematis melanggar Konvensi Jenewa 1949, terutama mengenai perlindungan terhadap penduduk sipil di wilayah pendudukan, blokade total terhadap bantuan kemanusiaan Gaza dan penghentian akses air dan listrik, pemindahan penduduk sipil secara paksa, hingga penghancuran properti sipil seperti fasilitas kesehatan, pendidikan, dan lain sebagainya.

Namun, di tengah penderitaan ini, pemerintah Indonesia justru menunjukkan sikap yang semakin permisif dan kontradiktif. Alih-alih memperkuat posisi diplomatik berdasarkan putusan Mahkamah Internasional (ICJ) pada Juli 2024 yang menegaskan okupasi Israel atas Palestina sebagai tindakan ilegal dan praktik nyata dari kejahatan terhadap kemanusiaan, pemerintah justru berulang kali membuka dialog untuk pengakuan bersyarat serta ruang kerjasama dagang, pendidikan, dan bahkan militer dengan entitas yang jelas-jelas melanggar hukum internasional dan hak asasi manusia.

Lebih jauh, pemerintah Indonesia juga gagal hadir melindungi warga negaranya sendiri yang menjadi korban dalam serangan terhadap kapal Flotilla Sumut di perairan internasional pada 1 Oktober 2025, di mana tiga warga Indonesia turut menjadi korban agresi militer Israel. Kealpaan negara dalam membela warganya di medan kemanusiaan internasional ini adalah bentuk nyata dari absennya solidaritas dan ketegasan moral.

Sebagai anggota aktif Dewan Hak Asasi Manusia PBB, Indonesia memikul tanggung jawab moral dan politik untuk menegaskan posisinya dalam membela prinsip-prinsip kemanusiaan universal. Keanggotaan ini bukan sekadar status simbolik di forum internasional, tetapi mandat konstitusional dan etik untuk memperjuangkan kemerdekaan bangsa-bangsa yang tertindas, sebagaimana termaktub dalam Pembukaan UUD 1945.

Sebagai bagian dari masyarakat sipil Indonesia yang senantiasa bersolidaritas untuk kemanusiaan Palestina, kami menuntut pemerintah Indonesia untuk:

  1. Bertindak secara tegas sebagai anggota Dewan HAM PBB untuk mendorong penegakan hukum terhadap kejahatan perang dan genosida oleh Israel, serta mendukung langkah-langkah boikot, embargo, dan sanksi internasional.

  2. Menyerukan dan memimpin inisiatif kemanusiaan regional di Asia Tenggara untuk ikut serta berpartisipasi aktif dalam pengecaman tindakan genosida otoritas Israel dan bantuan kemanusiaan warga sipil Palestina.

  3. Menghentikan segala bentuk hubungan bilateral dan kerjasama terselubung dengan otoritas atau perusahaan Israel, termasuk di bidang perdagangan, teknologi, keamanan siber, dan militer.

  4. Meninjau ulang dan membuka data publik mengenai seluruh bentuk kerjasama pemerintah dan swasta Indonesia yang melibatkan entitas Israel guna memastikan transparansi dan akuntabilitas publik.

  5. Mengaktifkan peran diplomasi rakyat untuk memperluas gerakan terhadap kemerdekaan penuh Palestina.

Kami menyerukan agar Indonesia tidak kehilangan jiwanya sebagai bangsa yang berdaulat, berperikemanusiaan, dan berpihak pada yang tertindas. Sebab, solidaritas kepada Palestina bukan sekadar pilihan politik, ia adalah cermin moral kemanusiaan kita bersama.

 

Jakarta, 26 Oktober 2025

 

Atas Nama Masyarakat Sipil Indonesia untuk Kemerdekaan Palestina

 

Tags
Palestina
Writer Profile

KontraS

Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan