Menyambut hari ulang tahun Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang Ke-80, KontraS sebagai salah satu organisasi masyarakat sipil yang berfokus pada isu reformasi sektor keamanan secara rutin setiap tahunnya meluncurkan catatan Hari TNI. Laporan ini dimaksudkan sebagai bentuk kontribusi dan komitmen KontraS dalam mendorong agenda reformasi sektor keamanan khususnya dalam rangka meningkatkan kinerja dan mewujudkan profesionalisme militer di Indonesia.

Catatan dalam bentuk policy paper atau kertas kebijakan ini disusun dengan tujuan utama memberikan evaluasi, kritik, hingga rekomendasi kepada TNI agar dapat mewujudkan TNI menjadi institusi negara yang bergerak sejalan dengan prinsip-prinsip HAM, tunduk pada supremasi sipil dan demokrasi, sebagaimana diamanatkan dalam reformasi. Untuk mencapai tujuan tersebut, penyusunan policy paper ini berangkat dari hasil pemantauan KontraS terhadap: (1) peristiwa kekerasan oleh TNI; (2) pembentukan satuan baru TNI se-Indonesia; (3) putusan pengadilan militer terhadap anggota TNI pelaku penganiayaan; (4) pengiriman pasukan TNI ke Papua; serta (5) intervensi militer ke ranah sipil termasuk dunia akademik. Pemantauan atas berbagai data ini dilakukan dengan tahap awal berupa pengumpulan data (data collecting), yaitu dokumentasi atas peristiwa-peristiwa terkait yang terpublikasikan dalam pemberitaan media massa selama rentang waktu Oktober 2024 – September 2025.

KontraS menemukan bahwa dalam setahun terakhir tepatnya dari Oktober 2024 – September 2025, terdapat 85 Peristiwa kekerasan yang dilakukan Prajurit TNI di mana 53 Peristiwa atau 62,3% diantaranya terjadi pasca pengesahan RUU TNI. Peristiwa tersebut terjadi merentang mulai dari ujung Barat hingga Timur Indonesia, dengan Pulau Papua sebagai episentrum kekerasan dengan 23 Peristiwa. Peristiwa di tersebut terjadi dalam bentuk yang beragam seperti, 38 tindak penganiayaan, 13 tindak penyiksaan, 19 intimidasi, bahkan 11 penembakan. Atas rentetan peristiwa kekerasan tersebut setidaknya 182 orang menjadi korban, di antaranya 64 orang korban luka bahkan 31 orang meregang nyawa. Selain itu, Matra TNI AD menjadi pihak yang paling banyak melakukan kekerasan dengan angka 67 peristiwa diikuti dengan TNI AL dengan 15 peristiwa dan Matra TNI AU dengan 4 peristiwa.

KontraS juga melakukan pemantauan khusus terkait dengan pengerahan pasukan ke Papua, pembentukan 6 Komando Daerah Militer (Kodam) yang berlokasi di wilayah-wilayah lokasi Proyek Strategis Nasional (PSN). Temuan KontraS menunjukkan bahwa terdapat pengerahan 5.859 prajurit TNI khususnya dari Matra TNI AD ke Papua dengan alasan pengamanan perbatasan (Satgas Pamtas RI-PNG) yakni 3.270 prajurit dan untuk keperluan pengamanan dan pelaksanaan PSN melalui Batalyon Teritorial Pembangunan di Papua yang mencapai 2.108 prajurit. Pokok-pokok perubahan yang mendapat perhatian penting dan menjadi catatan kritis dari Koalisi ialah mulai dari 1) perluasan jabatan sipil yang dapat ditempati oleh prajurit militer aktif; 2) perubahan mekanisme penetapan dan perluasan fungsi Operasi Militer Selain Perang (OMSP) yang tidak lagi memerlukan keputusan politik negara; 3) perluasan dan penambahan kewenangan masing-masing Matra TNI; 4) penambahan usia pensiun bagi prajurit militer; dan 5) tidak adanya reformulasi peradilan militer dan penegakan yurisdiksi peradilan umum kepada prajurit TNI pelaku tindak pidana. Namun, hingga RUU TNI diketok palu menjadi Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang Revisi atas Undang-undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU 3/2025) catatan dan rekomendasi yang disampaikan oleh Koalisi tidak pernah diindahkan.

Tindakan pengabaian terhadap aspirasi masyarakat sipil yang menaruh perhatian demi terciptanya institusi TNI yang profesional malah mereduksi tujuan dari agenda utama reformasi sektor keamanan itu sendiri. Seharusnya melalui momentum Revisi UU TNI, pokok-pokok perubahan seharusnya menyasar dan ditujukan untuk menyelesaikan permasalahan struktural yang terdapat dalam tubuh institusi TNI seperti kesejahteraan prajurit TNI, penghapusan kultur kekerasan di internal TNI yang terus memakan korban, penguatan supremasi hukum dan nilai-nilai sipil dalam institusi TNI, serta reformasi sistem peradilan militer dalam rangka mengentaskan spiral impunitas yang mengakar di dalam TNI yang berujung pada tidak kompeten dan kegagalan transformasi institusi TNI menjadi lebih menjadi alat pertahanan negara yang berintegritas dan profesional.

Jakarta, 3 Oktober 2025
Badan Pekerja KontraS


Dimas Bagus Arya Saputra

Koordinator

 

Laporan selengkapnya dapat diakses di sini

Presentasi selengkapnya dapat diakses di sini

Live siaran pers selengkapnya dapat diakses di sini

 

Writer Profile

KontraS

Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan