Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) melakukan pemantauan terhadap kualitas dan kompetensi para calon hakim ad hoc Hak Asasi Manusia di Mahkamah Agung, mulai dari background check hingga menghadiri agenda wawancara terbuka yang digelar oleh Komisi Yudisial (KY) pada tanggal 11 Juli 2024. Wawancara terbuka ini merupakan proses panjang dari penerimaan seleksi calon Hakim ad hoc HAM setelah sebelumnya Komisi Yudisial telah gagal menghadirkan calon Hakim ad hoc HAM yang kompeten dan berintegritas untuk diloloskan oleh Komisi III DPR RI pada akhir 2023 lalu.

 

Wawancara terbuka seleksi hakim ad hoc HAM tingkat kasasi ini diikuti oleh tiga orang calon yakni Agus Budianto (Dosen Fakultas Hukum UPH), Bonifasius Nadya Arybowo (Hakim Ad Hoc Tipikor Pengadilan Negeri Bandung), Mochammad Agus Salim (Mantan Hakim Ad Hoc Tipikor Pengadilan Negeri Jakarta). Setidaknya, ketiga calon ini memiliki latar belakang yang cukup melegakan bagi publik karena dua di antaranya memiliki pengalaman sebagai Hakim Ad Hoc Tipikor dan satu di antaranya merupakan akademisi.

 

Meski begitu, nampaknya para calon Hakim ad hoc HAM masih memiliki pemahaman yang minim mengenai kasus-kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi di Tanah Papua termasuk kasus Paniai. Hal tersebut cukup disesalkan karena jika nanti terpilih para calon akan langsung bertugas untuk memeriksa dan mengadili kasus Pelanggaran HAM Berat Paniai. Oleh karena itu pemahaman dan kepedulian akan isu HAM di Tanah Papua merupakan hal yang penting dimiliki para calon. Selain itu, karena Pengadilan HAM merupakan pengadilan yang menggunakan mekanisme hukum acara Indonesia namun bersifat khusus maka pemahaman mendasar tentang hukum acara pidana dan mekanisme Pengadilan HAM tentu merupakan suatu keharusan, sayangnya beberapa calon masih nampak terbata-bata dalam menjawab pertanyaan dari panelis berkaitan dengan muatan hukum materil dan hukum formil Pengadilan HAM.

 

Apabila merujuk pada ketentuan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, perkara pelanggaran HAM di tingkat kasasi dilakukan oleh majelis hakim yang berjumlah 5 (lima) orang terdiri atas 2 (dua) orang Hakim Agung dan 3 (tiga) orang hakim ad hoc yang diangkat oleh Presiden atas usulan DPR. Untuk itu, dalam waktu dekat, calon Hakim Agung Ad Hoc HAM yang terpilih dari wawancara terbuka ini akan melewati proses Fit and Proper Test pada Komisi III DPR-RI dan jika terpilih pada proses di DPR-RI akan diproyeksikan untuk mengisi kebutuhan formasi 3 (tiga) orang Hakim Agung Ad Hoc HAM untuk mengadili perkara pelanggaran HAM berat di Paniai di tingkat kasasi, yang terdakwa nya telah divonis bebas pada bulan Desember 2022. Sehingga dalam hal ini, KontraS mendesak Komisi Yudisial dan DPR-RI untuk memilih Hakim Ad Hoc yang dapat menjawab kebutuhan keadilan dan pengungkapan kebenaran yang selama ini gagal dilakukan oleh tiga Pengadilan HAM yang telah berjalan (Tanjung Priok, Timor Timur, Abepura).

 

Pengadilan HAM Paniai sendiri merupakan Pengadilan HAM yang ditujukan untuk mengadili peristiwa Pelanggaran HAM Berat yang terjadi pada 2014 silam sekaligus menjadi pengadilan HAM pertama dalam 18 tahun setelah terakhir Pengadilan HAM Abepura yang dilangsungkan pada tahun 2004. Korban yang telah menunggu selama kurang lebih 9 tahun sejak kasusnya pertama kali terjadi patut mendapatkan proses peradilan yang transparan serta akuntabel dan dipimpin oleh juris yang kompeten. Oleh karena itu Komisi Yudisial dan DPR-RI perlu mempersiapkan calon Hakim ad hoc HAM yang benar-benar kompeten dan mampu menjawab tuntutan keadilan dari para korban.

Berdasarkan hal tersebut kami mendesak Komisi Yudisial dan DPR-RI agar:

Pertama, memilih dan mengusulkan Calon Hakim Ad Hoc HAM yang kompeten, independen dan berintegritas sesuai dengan prinsip-prinsip HAM yang didasarkan pada Basic Principles on the Independence of the Judiciary dan Bangalore Principles of Judicial Conduct oleh PBB, yang juga tercantum dalam Kode Etik Hakim dan UU Kehakiman RI, yakni untuk menelusuri (1) independensi, (2) imparsialitas, (3) integritas, (4) sikap yang patut, (5) menjunjung kesetaraan, serta (6) kompetensi dan ketekunan;

 

Kedua, tidak meloloskan calon hakim ad hoc HAM yang memiliki pengetahuan minim terhadap mekanisme Pengadilan HAM serta HAM secara keseluruhan;

 

Kedua, mempertimbangkan untuk kembali melakukan proses rekrutmen hakim ad hoc Hak Asasi Manusia untuk mencari kandidat hakim ad hoc Hak Asasi Manusia yang kredibel jika para calon yang ada dianggap tidak memenuhi kriteria.



Jakarta, 11 Juli 2024

Badan Pekerja KontraS




Dimas Bagus Arya, S.H

Koordinator

 

Narahubung: 081310815873

Tags
Writer Profile

Admin

Without Bio