Darurat Kekerasan Militer: Budaya Impunitas yang Tak Kunjung Berakhir dan  Tuntaskan Agenda Reformasi Peradilan Militer

Jakarta, 3 Februari 2025 - Kasus kekerasan oleh anggota TNI kembali mencoreng nama institusi militer. Pada 30 Januari 2025, ditemukan jasad perempuan yang sudah membusuk di dalam sebuah kosan di Pondok Aren. Diketahui bahwa korban meninggal dunia setelah dianiaya hingga tewas oleh pacarnya yang merupakan prajurit aktif TNI AD Kesatuan Yonif 318. 

Pelaku diketahui telah melakukan tindak pidana desersi atau tidak melaksanakan tugasnya sejak tanggal 19 Januari 2025, oleh karena itu ia dicari dan diperiksa oleh kesatuannya. Dalam pemeriksaan itu diketahui bahwa TS telah melakukan penganiayaan hingga menewaskan korban N.

Insiden ini bukan yang pertama kali terjadi, tetapi menambah daftar panjang kasus kekerasan yang dilakukan oleh oknum militer terhadap warga sipil. Kejadian ini semakin menegaskan bahwa sistem peradilan militer gagal dalam mencegah berulangnya tindak kekerasan yang dilakukan oleh anggota TNI dan memberikan keadilan bagi korban/ keluarga korban.

Sebelumnya, masyarakat juga diresahkan oleh insiden penembakan bos rental mobil di KM 45 Tangerang yang dilakukan oleh anggota TNI aktif. Kita juga tidak boleh lupa bahwa sebelumnya telah terjadi penyerangan dan pembunuhan terhadap warga sipil oleh puluhan anggotan TNI aktif di Deli Serdang yang hingga kini proses hukumnya juga tidak jelas.  Kami mencatat beberapa kasus lain yang memperlihatkan pola impunitas yang sama adalah penyiksaan yang mengakibatkan kematian terhadap Jusni, yang hingga kini masih menyisakan pertanyaan besar mengenai keadilan bagi korban dan juga pembunuhan Pendeta Yeremia Zanambani, yang memperlihatkan  hukum militer seringkali gagal membawa pelaku ke pengadilan yang transparan dan akuntabel.

Kami memandang tindak kekerasan yang dilakukan oleh anggota TNI yang mengakibatkan tewasnya warga sipil harus segera dihentikan. Hal ini semakin membuktikan bahwa reformasi peradilan militer harus segera dilakukan.

TAP MPR No. VII Tahun 2000 Pasal 3 ayat (4) huruf a menyatakan bahwa “Prajurit Tentara Nasional Indonesia tunduk kepada kekuasaan peradilan militer dalam hal pelanggaran hukum militer dan tunduk kepada kekuasaan peradilan umum dalam hal pelanggaran hukum pidana umum”. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 65 ayat (2) UU TNI, yang menyatakan bahwa prajurit tunduk pada peradilan militer untuk pelanggaran hukum militer, sementara pelanggaran hukum pidana umum harus diselesaikan melalui peradilan umum.

Sudah seharusnya anggota TNI yang terlibat dalam tindak pidana umum, maka sepatutnya diadili dalam sistem peradilan umum yang lebih terbuka, akuntabel dan dapat diawasi oleh publik secara luas. 

Kasus-kasus ini memperlihatkan bahwa tindakan kekerasan oleh anggota TNI bukan sekadar tindakan oknum, melainkan didukung oleh sistem yang memungkinkan pelaku menghindari hukuman setimpal. Tanpa reformasi menyeluruh dalam sistem peradilan militer dan mekanisme pertanggungjawaban yang lebih kuat, kasus serupa akan terus berulang.

Berdasarkan hal-hal tersebut kami:
1. Mendesak pemerintah dan Panglima TNI untuk memastikan proses hukum yang menjunjung asas keadilan dan transparansi dengan menyelesaikan kasus ini dalam sistem peradilan umum. Langkah ini penting demi menjaga prinsip kesetaraan hukum dan mencegah impunitas. 
2. Meminta pemerintah dan DPR segera mengambil langkah nyata untuk menjadikan kasus ini sebagai pelajaran penting bagi mereka dalam melakukan reformasi hukum, terutama merevisi Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.
3. ⁠Melakukan reformasi peradilan militer melalui revisi UU 31 Tahun 1997 bertujuan agar militer tunduk dalam peradilan umum jika terlibat tindak pidana umum. Sebab, reformasi peradilan militer  merupakan mandat  yang secara tegas dituangkan dalam TAP MPR Nomor VII Tahun 2000 dan merupakan kewajiban Konstitusional negara untuk menegakkan prinsip persamaan di hadapan hukum (Equality before the law)

Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan:
Imparsial, YLBHI, KontraS, PBHI Nasional, Amnesty International Indonesia, ELSAM, Human Right Working Group (HRWG), WALHI, SETARA Institute, Centra Initiative, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Masyarakat, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya Pos Malang, Aliansi untuk Demokrasi Papua (ALDP), Public Virtue, Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta, Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN)

Jakarta, 3 Februari 2025

Narahubung
1. Ardi Manto (Imparsial) 
2. Gina Sabrina (PBHI)
3. ⁠Al Araf (Centra Initiative)
4. ⁠Fadhil Alfathan (LBH Jakarta)
5. ⁠Andy M Rezaldy (KontraS)

Writer Profile

KontraS

Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan