Anggota Kepolisian Republik Indonesia (Polri) melakukan dua pembunuhan di luar hukum (extrajudicial killing) kepada warga sipil pada tanggal 9 dan 12 Maret 2025. Pada tanggal 9 Maret 2025 seorang siswa di Asahan meninggal dunia akibat kekerasan yang dilakukan oleh anggota Polri,1 sementara pada 12 Maret 2025 seorang warga Minahasa Tenggara tewas ditembak di area tambang illegal yang dijaga oleh personel Brimob.2

 

Dua kasus tersebut menambah panjang jumlah korban pembunuhan di luar hukum oleh anggota Polri sepanjang setahun belakangan. Berdasarkan pemantauan Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), pada periode April 2024-Maret 2025 telah terjadi 35 peristiwa pembunuhan di luar hukum oleh anggota Polri yang menyebabkan 37 warga sipil meninggal dunia.

 

Merespon hal tersebut, Wakil Koordinator KontraS Andrie Yunus menyatakan bahwa “ kasus di Asahan dan Minahasa Tenggara tidak dapat dilepaskan dari kesewenang-wenangan penggunaan senjata api dan oleh karena itu Polri harus mengevaluasi penggunaan senjata oleh anggotanya dan tidak perlu ragu untuk memberikan sanksi yang tegas kepada pelaku penggunaan senjata api secara sewenang-wenang sesuai dengan mekanisme etik dan aturan hukum pidana yang berlaku.”

 

Lebih lanjut, Andrie menambahkan bahwa “peristiwa ini juga merupakan bukti belum efektifnya implementasi peraturan internal yakni Peraturan Kapolri No. 1 Tahun 2009 Tentang Penggunaan Senjata dalam Penggunaan Kekuatan serta Peraturan Kapolri No. 8 Tahun 2009 Tentang Implementasi Prinsip dan Standar HAM dalam Tugas Kepolisian . Tidak berjalannya kedua Perkap ini secara efektif kemudian menimbulkan banyaknya penyalahgunaan senjata secara sewenang-wenang yang dilakukan oleh anggota kepolisian.” 

 

Pada sisi lain, Wakil Koordinator KontraS juga mendesak agar proses penyelidikan dan penyidikan dari dua kasus tersebut harus dibuka secara transparan dan akuntabel dengan menggunakan proses hukum pidana yang berlaku agar memenuhi keadilan bagi korban dan jangan hanya berakhir pada penghukuman etik/sanksi etik. Polri juga harus mengusut kasus extrajudicial killing secara menyeluruh, transparan dan akuntabel demi mewujudkan keadilan kepada keluarga korban serta melakukan evaluasi terhadap penggunaan senjata api dan memutus kultur kekerasan dalam institusi Polri untuk menghindari jatuhnya korban lain.

 

Komitmen dan ketegasan dari lembaga pengawas seperti halnya Kompolnas RI dan Komnas HAM juga diperlukan untuk segera melakukan investigasi guna mencari kebenaran peristiwa pada dua kasus ini.

 

 

1 Kompas.com, “Kasus Pelajar di Asahan Tewas Diduga Dianiaya Polisi, Saksi Sebut Ada Letusan Tembakan", https://www.kompas.com/jawa-timur/read/2025/03/13/102000188/kasus-pelajar-di-asahan-tewas-diduga-dianiaya-polisi-saksi-sebut-ada 

2 CNN Indonesia, “ Anggota Brimob Ditarik dari Tambang Illegal Usai Warga Sulut Tewas” https://www.cnnindonesia.com/nasional/20250311064351-12-1207290/anggota-brimob-ditarik-dari-tambang-ilegal-usai-warga-sulut-tewas?utm_campaign=cnnsocmed&utm_medium=oa&utm_source=twitter 

Writer Profile

KontraS

Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan