Satu tahun telah berlalu sejak pemerintah menginisiasi implementasi rekomendasi Tim Penyelesaian Non Yudisial Pelanggaran HAM Berat (Tim PPHAM) pada 27 Juni 2023. Hal ini menandai dimulainya implementasi 11 rekomendasi Tim PPHAM yang dibentuk melalui Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 2022 yang telah menyelesaikan tugasnya pada tanggal 31 Desember 2022. Acara “kick-off” yang dilakukan berupa penyerahan simbolis, penandatanganan prasasti, dan peletakan batu pertama pembangunan living park dan masjid di situs Rumoh Geudong yang memiliki masa kelam sebagai tempat dilakukannya berbagai pelanggaran HAM berat terhadap warga Aceh pada masa penetapan Daerah Operasi Militer Aceh (DOM Aceh) pada tahun 1989 hingga 1998.

Menindaklanjuti hasil kerja Tim PPHAM tersebut, Presiden Jokowi mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2023 untuk melaksanakan rekomendasi Tim PPHAM melalui 19 kementerian/lembaga. Kinerja mereka dipantau oleh Tim Pemantau yang dibentuk melalui Keputusan Presiden Nomor 4 Tahun 2023. Sayangnya, Tim Pemantau hanya bekerja hingga akhir Desember 2023 sehingga kesebelas rekomendasi tersebut tidak terealisasikan secara utuh. Selain itu, beberapa usulan pemulihan dalam sebelas rekomendasi tersebut juga dinilai memiliki sejumlah permasalahan karena menyalahi prinsip keadilan melalui bantuan material yang tidak sebanding dengan penderitaan yang mereka alami. Perlakuan ini menunjukkan bahwa para korban dipandang lemah dan tidak berdaya secara sosial dan ekonomi, sehingga penderitaan mereka diabaikan oleh Negara. Akibatnya, korban tidak mempunyai kesempatan untuk memberikan masukan dan perspektif terhadap praktik reparatif yang ditawarkan negara.

Ada kekhawatiran bahwa rekomendasi Tim PPHAM hanya berfungsi sebagai dalih untuk memaksa korban menerima inisiatif keadilan semu, seperti melegalkan impunitas pelaku melalui tawaran kompensasi yang 'murah hati'. Setahun berlalunya momentum kick off Tim PPHAM, implementasi rekomendasi penyelesaian pelanggaran HAM berat secara non-yudisial tak lebih dari cara yang dilakukan oleh Negara untuk terus melanggengkan impunitas. Negara seharusnya menunjukkan komitmen yang kuat untuk menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM berat dengan cara yang adil, transparan, dan akuntabel dengan kembali ke koridor yang semestinya yakni penyelesaian berdasarkan Undang-Undang 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. 

Melalui kertas ini, kami menyoroti sejumlah permasalahan yang berkaitan dengan permasalahan umum terkait dengan rekomendasi Tim PPHAM maupun permasalahan dalam pelaksanaan rekomendasi Tim PPHAM. Pertama, terkait rekomendasi Tim PPHAM, kami menemukan ketiadaan pelibatan korban dan masyarakat sipil secara aktif, terbatasnya cakupan rekomendasi, ketiadaan pengakuan yang diiringi dengan permintaan maaf oleh pemerintah, ketiadaan pengungkapan kebenaran dan identifikasi pelaku, dan ketiadaan jaminan ketidakberulangan. Kedua, terkait pelaksanaan rekomendasi Tim PPHAM, kami menyoroti pelaksanaan rekomendasi yang lambat dan tidak sensitif, ketiadaan jaminan keamanan fisik dan psikologis bagi korban, tidak sinkronnya data mengenai korban, pemberian pemulihan yang tidak tepat sasaran, pembangunan memorialisasi yang mengubur nilai dan bukti historis peristiwa pelanggaran HAM, dan keterbatasan masa kerja Tim Pemantau PPHAM.

Rekaman siaran pers dapat diakses di sini:
https://www.youtube.com/watch?v=OfTqAKkEMlQ

PPT siaran pers dapat diakses di sini

Ringkasan Eksekutif Catatan Evaluasi dapat diakses di sini

Catatan Evaluasi selengkapnya dapat di akses di bawah ini

Download Document

Satu tahun telah berlalu sejak pemerintah menginisiasi implementasi rekomendasi Tim Penyelesaian Non Yudisial Pelanggaran HAM Berat (Tim PPHAM) pada 27 Juni 2023. Hal ini menandai dimulainya implementasi 11 rekomendasi Tim PPHAM yang dibentuk melalui Kepu

Tags
Writer Profile

KontraS

Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan