Menjelang Debat Calon Wakil Presiden yang mengangkat tema Pembangunan Berkelanjutan, Sumber Daya Alam, Lingkungan Hidup, Energi, Pangan, Agraria, Masyarakat Adat dan Desa, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) meluncurkan catatan kritis berkaitan dengan permasalahan pada Proyek Strategis Nasional (PSN). KontraS dalam catatannya menaruh perhatian serius terhadap upaya pembangunan yang saat ini menjadi prioritas Pemerintah Indonesia di bawah Presiden Joko Widodo. Kami pun menyoroti tanggung jawab negara serta perusahaan dalam mengedepankan prinsip Hak Asasi Manusia (HAM) dalam sektor bisnis-pembangunan. Selama ini, kami melihat bahwa negara maupun perusahaan kerap kali mengesampingkan prinsip HAM pada praktik pembangunan yang dijalankan.
KontraS melihat bahwa selama ini, PSN diberikan keistimewaan yang begitu besar oleh Pemerintah. Hal tersebut dapat terlihat dari ketentuan pelaksanaan PSN tepatnya Pasal 8 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2023 tentang Kemudahan Proyek Strategis Nasional (PP 42/2021) dan bebagai regulasi lainnya. Keistimewaan tersebut nyatanya berdampak pada berbagai aspek lain dari pembangunan khususnya dalam sektor HAM. Idealnya, pembangunan merupakan proses perubahan yang terencana dari suatu situasi nasional yang satu ke situasi nasional lain menuju pada arah perbaikan.
Sayangnya dalam konteks PSN, kami menilai berjalannya proses pembangunan tersebut nyatanya tidak serta-merta memberikan kontribusi dalam memajukan pelaksanaan hak asasi manusia. Berbagai aktivitas yang mengatasnamakan “pembangunan” seringkali salah arah dan bahkan kontra-produktif dalam kerangka penghormatan, perlindungan dan pemenuhan HAM. Inkonsistensi pembangunan dan penerapan HAM secara mendasar dapat terlihat dari pola-pola pelanggaran HAM yang justru lahir atas nama pembangunan.
KontraS menemukan pola-pola pelanggaran HAM yang meliputi: Pembatasan informasi; serangan digital (doxxing, profiling, peretasan); Kekerasan fisik (intimidasi, penangkapan sewenang-wenang, pengrusakan, penembakan peluru karet, gas air mata, water cannon, pencemaran dan pengrusakan lingkungan, penggusuran paksa, okupasi lahan); Kekerasan Psikologis dan Simbolik (kriminalisasi, delegitimasi kepemilikan tanah, dsb) sebagai pola yang kerap kali muncul di tengah pembangunan.
Berdasarkan temuan KontraS, dalam periode November 2019 - Oktober 2023, tercatat 79 peristiwa pelanggaran HAM yang berkaitan dengan PSN. Kami turut mencatat bahwa empat tindakan pelanggaran yang sering kali digunakan untuk membungkam masyarakat adalah upaya kriminalisasi (27 peristiwa), intimidasi (18 peristiwa), okupasi lahan (18 peristiwa), dan penangkapan sewenang wenang (17 peristiwa). Selain itu, Kepolisian merupakan institusi dominan pelaku pelanggaran HAM dengan 39 peristiwa, dilanjutkan Pemerintah dengan 30 peristiwa dan Swasta/Perusahaan dengan 29 peristiwa.
Masifnya bentuk pelanggaran HAM yang justru muncul menunjukkan bahwa strategi pembangunan yang dijalankan oleh pemerintahan saat ini menggunakan pendekatan yang berbasis pada pemenuhan kebutuhan (need based approach). Dilanjutkannya pendekatan yang hanya berfokus pada pemenuhan kebutuhan ini, hanya akan dapat menimbulkan berbagai bentuk permasalahan baru di kemudian hari.
Atas dasar uraian di atas, pada catatan kritis ini kami merekomendasikan berbagai pihak:
Pertama, Presiden Republik Indonesia untuk menghentikan dan mengevaluasi secara total terkait Proyek Strategis Nasional yang terbukti merugikan rakyat, memicu munculnya berbagai bentuk praktik kekerasan serta pelanggaran HAM baik dilakukan oleh Negara melalui aparatnya maupun perusahaan kepada masyarakat di berbagai wilayah di Indonesia;
Kedua, Kementerian Koordinator Perekonomian, Kementerian Investasi dan seluruh jajaran yang terkait harus memastikan bahwa penyelenggaraan pembangunan yang dibalut PSN harus mengedepankan nilai HAM dan mengedepankan partisipasi;
Ketiga, lembaga negara pengawas seperti halnya Komnas HAM, Ombudsman, Kompolnas untuk melakukan pemantauan dan penindakan terhadap segala bentuk pelanggaran atas tindakan aparat yang melakukan tindakan represif terhadap masyarakat dalam lingkup proyek strategis nasional. Selain itu lembaga pengawas negara, seperti KPK melakukan pemantauan dan penindakan terhadap segala bentuk pelanggaran praktik korupsi atau penyelewengan;
Keempat, Komisi V DPR RI melakukan audit dan monitoring berkala atas proyek yang telah berjalan maupun akan berlangsung mulai dari tahap perencanaan hingga pelaksanaan. Lebih lanjut, Komisi V harus menyampaikan secara terbuka terhadap pelanggaran yang terjadi pada tiap proyek strategis nasional.
Jakarta, 19 Januari 2024
Badan Pekerja KontraS
Dimas Bagus Arya
Koordinator
klik dibawah ini untuk melihat laporan selengkapnya
Menjelang Debat Calon Wakil Presiden yang mengangkat tema Pembangunan Berkelanjutan, Sumber Daya Alam, Lingkungan Hidup, Energi, Pangan, Agraria, Masyarakat Adat dan Desa, Komisi untuk Orang Hilang da
Tags
KontraS
Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan