Pengerahan dan penggunaan meriam air (water cannon), gas air mata, hingga tongkat pemukul oleh anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) merupakan pemandangan yang umum disaksikan dalam demonstrasi, unjuk rasa, atau penyampaian pendapat di muka umum. Senjata-senjata tersebut disiagakan dalam rangka pengendalian massa (dalmas) dan sewaktu-waktu dapat digunakan manakala Polri memandang situasi menjadi kacau atau tak terkendali. Senjata-senjata ini disebut sebagai senjata pengendali massa atau crowd control weapons yang tergolong sebagai less lethal weapons atau senjata yang tidak mematikan. Senjata dikategorikan sebagai less lethal weapons untuk membedakannya dengan senjata api atau firearms serta dikarenakan kategori senjata tersebut yang memiliki sifat “mematikan”. Oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), senjata-senjata terkait digunakan dalam situasi dimana suatu tingkat penggunaan kekuatan diperlukan, namun tidak menggunakan senjata api guna mengurangi risiko cedera pada masyarakat.
Meski disebut sebagai less lethal weapons, apabila senjata-senjata tersebut digunakan secara serampangan dan berlebihan, maka tetap berakibat fatal seperti mengakibatkan luka, cedera parah, bahkan kematian. Berbagai hasil studi dan penelitian yang dilakukan di berbagai negara seperti Argentina, Bahrain, Ghana, Palestina, Thailand hingga Amerika Serikat menunjukkan adanya cedera serius yang diakibatkan oleh penggunaan senjata pengendali massa demi “mengamankan” demonstrasi. Dengan kata lain, penggunaan senjata pengendali massa juga berpotensi menyebabkan terjadinya pelanggaran HAM dan mengancam hak untuk menyampaikan pendapat di muka umum.
Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontaS) setiap tahunnya rutin melakukan pemantauan terhadap penggunaan senjata pengendali massa oleh Polri. Sepanjang 2019-2024 KontraS mencatat bahwa penggunaan senjata pengendali massa seringkali menjadi penyebab terjadinya pelanggaran HAM. Hal tersebut menunjukkan bahwa penggunaan senjata pengendali massa digunakan secara eksesif atau berlebihan. Sepanjang 2019-2024, berbagai peristiwa seperti demonstrasi reformasi dikorupsi pada tahun 2019, demonstrasi tolak Omnibus Law pada tahun 2020, peristiwa Rempang di tahun 2023 dan demonstrasi peringatan darurat pada tahun 2024 menjadi bukti nyata penggunaan senjata pengendali massa secara eksesif. Ratusan orang menjadi korban luka bahkan meninggal dunia akibat penggunaan senjata pengendali massa.
Pemantauan KontraS mencatat 69 peristiwa penggunaan senjata pengendali massa yang menyebabkan jatuhnya korban. Tercatat 718 korban luka-luka dan 30 lainnya meninggal dunia akibat penggunaan senjata pengendali massa pada medio 2019-2024. Isu revisi KUHP yang menggema pada aksi reformasi di korupsi,aksi penolakan Omnibus Law Cipta Kerja, serta aksi peringatan darurat “menyumbang” angka peristiwa penggunaan senjata pengendali massa terbanyak, masing-masing dengan 11 dan 19 peristiwa.
Penggunaan senjata pengendali massa oleh Polri merupakan bagian dari pengendalian massa (dalmas) yang memang menjadi wewenang Polri berdasarkan peraturan perundang-undangan. Terkait dalmas, Polri pada dasarnya memiliki aturan internal yakni Peraturan Kapolri (Perkap) No. 16 Tahun 2006 Tentang Pengendalian Massa. Selain itu Polri juga memiliki Perkap No. 1 Tahun 2009 Tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian yang mengatur tata cara dan prasyarat penggunaan kekuatan termasuk penggunaan senjata. Walaupun belum sepenuhnya ideal, namun secara normatif berbagai aturan internal tersebut sesungguhnya telah dengan detail mengatur prasyarat dan tahapan yang harus terpenuhi sebelum anggota Polri menggunakan senjata. Meski begitu, pada praktiknya berbagai aturan tersebut seringkali dilanggar.
Penggunaan senjata seperti gas air mata, tongkat pemukul, dan meriam air seakan telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari pengamanan pengendali massa. Meski begitu, dampak dan resiko yang ditimbulkan juga cukup besar. Riset bertujuan untuk melakukan evaluasi terhadap penggunaan senjata pengendali massa, sekaligus sebagai bahan masukan, kritik dan saran kepada Kepolisian dan Kementerian/Lembaga terkait antara lain: Komnas HAM, Ombudsman, Kompolnas dan DPR-RI.
Laporan selengkapnya dapat diunduh di sini
Presentasi soal Laporan Senjata Pengendali Massa dapat diunduh di sini

KontraS
Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan