Memasuki semester ke-dua tahun 2025, Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) meluncurkan Laporan Pemantauan Situasi dan Pelanggaran Kebebasan Sipil di Indonesia untuk semester Pertama 2025 yaitu untuk bulan Januari – Juni Tahun 2025. Laporan ini menjadi bentuk keseriusan KontraS dalam mengawal isu Kebebasan Sipil yang merupakan unsur penting dalam konteks Hak Asasi Manusia yang dijamin melalui Konstitusi serta demi memberikan gambaran dan situasi umum terkait poin-poin evaluasi terhadap institusi negara agar sesuai prinsip-prinsip demokrasi dan standar HAM.
Laporan ini mencoba memotret berbagai peristiwa kekerasan serta dugaan pelanggaran HAM dalam konteks kebebasan sipil yang dilakukan oleh aktor negara dan non-negara pada Januari – Juni Tahun 2025. Laporan ini disusun untuk menghadirkan diskursus mengenai kebebasan sipil di tengah masyarakat serta sebagai bahan rekomendasi untuk pemerintah dan institusi penegak hukum itu sendiri agar mampu melakukan evaluasi demi menghadirkan profesionalisme dalam kerja-kerja institusi negara sebagaimana dicita-citakan oleh Konstitusi.
Sepanjang Januari – Juni Tahun 2025, KontraS mencatat sebanyak 76 peristiwa pelanggaran kebebasan sipil yang dilakukan oleh aktor negara dan non-negara, dengan peristiwa Penangkapan Sewenang-wenang menjadi peristiwa terbanyak yang mencapai 23 peristiwa. Bulan Maret juga menjadi waktu paling banyak terjadinya peristiwa pelanggaran kebebasan sipil hingga mencapai 28 peristiwa berkelindan dengan momentum pembahasan RUU TNI yang bergulir dari pertengahan hingga akhir bulan Maret.
Chart 1: Peta Persebaran Kekerasan dalam Kebebasan Sipil Periode Januari-Juni 2025
Dari 76 peristiwa pelanggaran kebebasan sipil tersebut, sekurang-kurangnya terdapat 503 orang yang menjadi korban di antaranya terdapat 440 Mahasiswa, 39 Sipil non-job, dan 10 Aktivis. KontraS juga mencatat bahwa bentuk pelanggaran yang dialami korban itu beragam dan dapat terjadi dua atau lebih bentuk pelanggaran terhadap korban dalam bentuk ditangkap (401 orang) dan luka-luka (137 orang).
Chart 2: Kondisi Korban Pelanggaran Kebebasan Sipil Periode Januari-Juni 2025
Tipologi korban tidak terbatas pada aktivis, mahasiswa, dan jurnalis, tetapi juga mencakup peristiwa yang menargetkan akademisi, komunitas asli, advokat hukum, aktivis anti-korupsi, dan masyarakat sipil secara umum. Namun, penting untuk dicatat bahwa mahasiswa merupakan korban paling umum berdasarkan tipologi korban pelanggaran kebebasan sipil. Setidaknya 440 mahasiswa individu telah diidentifikasi sebagai korban pelanggaran kebebasan sipil, dengan sebagian besar pelanggaran melibatkan penangkapan sewenang-wenang dan pembubaran paksa demonstrasi disertai penyiksaan dan perlakuan kasar.
Chart 3: Kategori Korban Pelanggaran Kebebasan Sipil Periode Januari-Juni 2025
Berdasarkan kategori hak - meskipun dalam satu peristiwa mungkin lebih dari satu hak dilanggar – peristiwa pelanggaran berupa penangkapan sewenang-wenang (23 peristiwa) dan pembubaran paksa (20 peristiwa) menempati jumlah tertinggi dalam daftar, sejalan dengan tren meningkatnya pemberangusan kebebasan sipil di tengah penolakan publik terhadap rancangan Revisi Undang-Undang TNI (RUU TNI) pada pertengahan Maret 2025, yang mengakibatkan 28 peristiwa.
Chart 4: Kategori Korban Pelanggaran Kebebasan Sipil Periode Januari-Juni 2025
Institusi Polri, menjadi institusi negara yang berdasarkan catatan KontraS menempati urutan pertama aktor pelanggar kebebasan sipil dengan catatan menyumbang 52 Peristiwa, diikuti dengan Orang Tiak Dikenal (OTK) sebanyak 14 peristiwa, Pemerintah 6 peristiwa, TNI 4 peristiwa, Swasta 4 peristiwa, dan Organisasi Masyarakat (Ormas) 1 peristiwa.
Chart 5: Institusi Pelaku Pelanggaran terhadap Kebebasan Sipil Periode Januari-Juni 2025
Berdasarkan kategorisasi isu yang melandasi ekspresi yang direpresi tersebut tampak bahwa isu-isu strategis tertentu menjadi titik tekan bagi warga negara untuk mengekspresikan pendapatnya di ruang publik. Namun, alih-alih mendapatkan ruang partisipasi yang dijamin secara konstitusional, ekspresi masyarakat justru direspons dengan tindakan represif yang mencerminkan degradasi demokrasi dan pelanggaran hak asasi manusia secara sistematis.
Chart 6: Institusi Pelaku Pelanggaran terhadap Kebebasan Sipil Periode Januari-Juni 2025
Peristiwa pelanggaran kebebasan sipil yang dicatat KontraS, semakin diperparah dengan upaya Pemerintah dan DPR RI untuk melanjutkan Revisi KUHAP yang selain tidak memperkuat hak-hak tersangka/terdakwa sebagai bentuk jaminan HAM dan manifestasi jaminan dari asas presumtion of innocent, malah menambah kewenangan Aparat Penegak Hukum (APH) dalam melakukan upaya paksa dengan tidak mengindahkan prinsip-prinsip dan standar HAM.
Beragam revisi undang-undang yang digodok oleh Pemerintah bersama DPR RI tanpa melibatkan partisipasi yang bermakna (meaningful participation) dari masyarakat sipil secara luas, proses legislasi yang memakan waktu sangat singkat dan ugal-ugalan sudah pasti dapat diperkirakan akan mengundang dan menimbulkan gelombang penolakan dari masyarakat sipil yang masif. Namun, alih-alih membuka ruang partisipasi publik dan mengevaluasi proses pembentukan peraturan perundang-undangan yang sesuai dengan prosedur dan kaidah-kaidah yang demokratis, negara lebih cenderung menggunakan cara-cara yang koersif dan menggunakan pendekatan keamanan dengan melibatkan kekerasan dalam meredam amarah dan kritik publik terhadap pelbagai komentar, kritik, bahkan masukan masyarakat untuk muatan formil dan materil RUU tersebut.
Jakarta, 28 Juli 2025
Badan Pekerja KontraS
Dimas Bagus Arya
Koordinator
Laporan selengkapnya dapat diunduh di sini
English version for the report can be downloaded here

KontraS
Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan