Menolak Pembentukan Detasemen Kawal Khusus Kementerian Pertahanan

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan [KontraS] menilai bahwa pembentukan Detasemen Pengawal Khusus (Denwalsus) Kementerian Pertahanan RI adalah langkah yang tidak perlu. Pasalnya, mekanisme protokoler untuk pejabat kementerian sudah diatur dalam perundang-undangan dan pembentukan pasukan tersendiri khusus kementerian pertahanan akan memicu pembentukan pasukan lain pada kementerian lainnya 

Melalui keterangan di media, Menteri Pertahanan, Prabowo Subianto secara resmi membentuk satuan khusus yang diberi nama DetasemeDen Pengawal Khusus (Denwalsus). Kemenhan RI menyatakan bahwa pembentukan ini merupakan bagian dari protokoler. Denwalsus bertugas untuk mengawal serta menjaga keamanan Kementerian Pertahanan, Menteri Pertahanan, tamu-tamu khusus Kementerian Pertahanan dan juga upacara penyambutan jajar kehormatan tamu-tamu negara. 

Pembentukan pasukan tersendiri dari suatu kementerian tidak bisa berangkat dari keinginan pribadi. Selain mengandung konflik kepentingan, pembentukan pasukan untuk kementerian tertentu rentan disalahgunakan. Terlebih lagi, jika tugas dan fungsi Denwalsus hanya menjadi bagian dari protokel kenegaraan yang telah diatur dalam SOP Kepolisian tentang Penanganan Pejabat Publik. Dalam SOP tersebut, setidaknya ada beberapa pengawalan yang melekat pada pejabat publik, yakni ajudan atau pengawal pribadi, pengawalan khusus (walsus), dan patroli pengawalan (patwal). Terlebih, setelah kejadian penusukan Wiranto pada tahun 2019, SOP pengamanan pada Menteri diperketat. 

Khusus untuk Menhan, protokol pengamanannnya sudah diatur dalam Permenhan No. 2 Tahun 2017 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kemenhan. Dalam Permenhan tersebut, diatur bahwa pengawalan pada lingkungan Kemenhan dilakukan oleh bagian tersendiri, yaitu Bagian Pengamanan (Bag Pam). Bahkan pangamanan dan pengawalan terhadap Menhan, Sekjen dan Inspektur Jenderal serta tamu negara yang menjadi tamu resmi Kementerian juga telah diatur khusus dimana mereka akan didampingi oleh Bag Pam VIP yang dipimpin oleh Kepala Subbagian Pengamanan VIP.

Denwalsus juga akan diisi dari Prajurit Komando Pasukan Khusus (Kopassus). Pada dasarnya Kopassus merupakan pasukan elite yang menjalankan tugas khusus baik operasi militer maupun nonmiliter. Mereka adalah prajurit-prajurit terbaik yang dibekali kemampuan untuk berperang. Atas dasar tersebut, Kopassus sangat tidak relevan jika ditempatkan hanya pada tugas-tugas protokoler.

Selain itu, Denwalsus bentukan Menhan ini juga akan tumpang tindih dengan detasemen yang sudah terbentuk di unit organisasi (UO) Angkatan Darat, Laut, dan Udara. Pembentukan ini juga akan berimplikasi pada ruwetnya birokrasi protokoler Menhan. Kami mengkhawatirkan bahwa tumpang tindih dari kegiatan Denwalsus ke depan justru mengambil alih peran-peran institusi lain yang sejatinya memiliki tugas pengamanan dalam perlindungan pejabat negara. Terlebih lagi, ketiadaan landasan hukum yang jelas atas pembentukan Denwalsus ini juga menjadi hal yang patut dipertanyakan guna mengukur sejauh mana tindakan serta batasan dari Denwalsus agar tidak sewenang-wenang dan disalahgunakan untuk kepentingan tertentu. 

Kami melihat bahwa langkah Menteri Pertahanan, Prabowo Subianto, adalah langkah yang tidak perlu dan nirprioritas. Di samping sejumlah problematika yang berkaitan dengan reformasi sektor keamanan terjadi, pembentukan Denwalsus ini justru mendelegitimasi existing problem yang ada. Hal ini diperparah dengan ketiadaan aturan hukum yang jelas dalam pembentukan Denwalsus yang dapat berdampak pada pembentukan pasukan khusus pada kementerian lain. 

Berdasarkan catatan tersebut di atas, KontraS mendesak sejumlah pihak, di antaranya: 

Pertama, Menteri Pertahanan untuk membatalkan agenda pembentukan Detasemen Pengawalan Khusus untuk bentukan Kemenhan RI, sebab tidak mempunyai landasan hukum yang jelas, terlebih hanya berangkat dari keinginan pribadi seorang menteri.

Kedua, Panglima TNI untuk tidak menyetujui langkah pembentukan Detasemen Pengawalan Khusus yang mana akan berdampak pada kerja-kerja Kopassus 

Ketiga, Presiden RI untuk menegur langkah Menteri Pertahanan yang mengambil keputusan berdasarkan kemauan pribadi untuk membentuk pasukan khusus untuk protokoler yang berpotensi bertentangan dengan peraturan protokoler kenegaraan, serta berpotensi untuk disalahgunakan karena ketiadaan aturan.

 

 

Jakarta, 15 April 2021
Badan Pekerja KontraS,

 

Fatia Maulidiyanti
Koordinator
Narahubung: Rozy Brilian 082122031647