Masalah HAM di Intan Jaya Hingga Terancamnya Pembela HAM, Komnas HAM Harus Mengambil Sikap

Kamis lalu (23/9), Tim Advokasi Bersihkan Indonesia mengajukan pengaduan ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia RI (Komnas HAM) untuk menindaklanjuti laporan riset koalisi masyarakat sipil mengenai Ekonomi-Politik Penempatan Militer di Papua (Kasus Intan Jaya) dengan melakukan pemantauan hingga penyelidikan sesuai mandatnya. Selain hal itu, Tim Advokasi Bersihkan Indonesia juga meminta kepada Komnas HAM untuk dapat memberikan perlindungan bagi semua pihak yang menyuarakan masalah hak asasi manusia di Intan Jaya termasuk yang dialami Haris Azhar (Direktur Lokataru) dan Fatia Maulidiyanti (Koordinator KontraS).

Berdasarkan temuan riset koalisi masyarakat sipil mengenai Ekonomi-Politik Penempatan Militer di Papua, diketahui adanya dugaan praktik bisnis militer kaki kedua di Intan Jaya menyingkap adanya potensi kepentingan ekonomi dibalik serangkaian “operasi militer ilegal” di Intan Jaya. Kajian cepat tersebut menganggap semua operasi atau pengiriman pasukan sebagai tindakan ilegal karena sampai saat ini, presiden belum mengeluarkan Keputusan Presiden yang disetujui DPR RI sebagaimana yang diatur dalam UU Nomor 34 Tahun 2004 Tentang TNI. Dalam konteks ini, ketiadaan instruksi resmi tersebut makin memperjelas indikasi bahwa pengiriman pasukan dan operasi militer di Intan Jaya memang tidak semata soal penumpasan kelompok bersenjata, namun justru soal kepentingan ekonomi.

Bahwa dapat dikatakan  di satu sisi ada kepentingan ekonomi perusahaan dan militer yang terselip dari serangkaian kekerasan di Intan Jaya. Di sisi lainnya, ada masyarakat sipil Papua yang menjadi korban berlipat-lipat: (1) mereka menjadi korban konflik bersenjata antara militer dengan TPNPB. Beberapa di antaranya sampai harus mengungsi, bahkan meregang nyawa; (2) mereka juga menjadi korban industri pertambangan ekstraktif yang mengeruk habis kekayaan alam di tanah tempat dia lahir.

(1) Selengkapnya dapat mengakses riset koalisi masyarakat sipil mengenai Ekonomi-Politik Penempatan Militer di Papua https://kontras.org/wp-content/uploads/2021/08/FA-LAPORAN-PAPEDA-SPREAD.pdf 

Menurut Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Komnas HAM memiliki wewenang untuk melakukan pemantauan hingga penyelidikan, oleh karena adanya indikasi yang kuat pelanggaran hak asasi manusia di Intan Jaya. Kami mendorong Komnas HAM dalam pertemuan tersebut untuk dapat menindaklanjuti temuan kajian kami tersebut berdasarkan wewenangnya.

Selain itu, kami juga meminta kepada Komnas HAM untuk dapat memberikan perlindungan bagi semua pihak yang menyuarakan masalah hak asasi manusia di Intan Jaya, termasuk bagi Fatia Maulidiyanti dan Haris Azhar. Mengingat adanya potensi kriminalisasi atau gugatan secara perdata bagi siapa saja yang kritis atas situasi hak asasi manusia yang terjadi di Intan Jaya

Kami menilai Komnas HAM sebagai lembaga yang mempunyai kewenangan untuk memberikan perlindungan bagi Pembela HAM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 Peraturan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Nomor 5 Tahun 2015 tentang Prosedur Perlindungan Pembela Hak Asasi Manusia, maka sudah seharusnya mengambil andil dalam hal ancaman yang telah ataupun berpotensi terjadi. Pemenuhan atas permohonan ini dapat menjadi titik awal komitmen Komnas HAM yang baru saja menjadikan tanggal 7 September sebagai Hari Pembela HAM Nasional.

(2) Selengkapnya dapat mengakses riset koalisi masyarakat sipil mengenai Ekonomi-Politik Penempatan Militer di Papua https://kontras.org/wp-content/uploads/2021/08/FA-LAPORAN-PAPEDA-SPREAD.pdf

Jakarta, 24 September 2021
Tim Advokasi Bersihkan Indonesia

Narahubung : 

  1. Andi Muhammad Rezaldy

  2. Julius Ibrani

  3. Muhammad Isnur