Catatan KontraS atas Situasi HAM sepanjang 2015 di Indonesia

Catatan KontraS atas Situasi HAM sepanjang 2015 di Indonesia

Situasi Hak Asasi Manusia di Indonesia sepanjang 2015 tidak menunjukan perubahan yang signifikan. Pemerintahan Joko Widodo masih meneruskan potret pemerintahan sebelumnya, yaitu tidak berpihak pada isu hak asasi manusia. Sejumlah banyak kasus masih terjadi diberbagai sektor, sejumlah kasus-kasus yang sangat serius yang terjadi ditahun-tahun yang lampau tidak juga diselesaikan. Berbagai aturan hukum dan pernyataan-pernyataan pejabat negara yang anti HAM juga menguat ditahun ini.

Sepanjang tahun 2015, KontraS menerima 62 pengaduan publik atas kasus-kasus yang memiliki dimensi pelanggaran hak-hak sipil dan politik, utamanya diisu fundamental seperti hak atas hidup (termasuk pada isu penyiksaan), jaminan perlindungan kebebasan beragama, beribadah dan berkeyakinan, pembunuhan kilat tanpa proses hukum, penangkapan dan penahanan sewenang-wenang. Lebih jauh dari itu, KontraS mencatat tidak kurang vonis hukuman mati dilayangkan kepada 44 kasus yang didominasi tindak pidana narkotika.

Untuk situasi penerapan hukum syariah Islam melalui Qanun Jinayat dan rangkaian qanun syariah lainnya telah menggunakan hukuman cambuk sebagai wujud efek jera. Terhitung sejak bulan Juni 2014 hingga Mei 2015 terdapat tidak kurang dari 25 kali eksekusi hukum cambuk kepada 183 terpidana.[1] Enam diantaranya adalah perempuan. KontraS memantau 96 peristiwa praktik intoleransi dan pembatasan kebebasan beragama, beribadah dan berkeyakinan; di mana Jawa Barat (18 peristiwa), DKI Jakarta dan Banten (11 peristiwa) dan Aceh (9 peristiwa) menjadi wilayah-wilayah yang kerap membangun sentimen anti toleransi.

Tahun 2015, setidaknya terdapat 238 peristiwa pembatasan kebebasan secara sewenang-wenang. Sementara itu terdapat, 24 Pembela HAM, Pekerja Lingkungan dan Masyarakat Adat yang dikriminalkan, diluar 49 aktivis anti korupsi yang juga dikriminalkan

Dalam soal hak ekonomi dan sosial, KontraS menerima 34 pengaduan publik. Mulai dari pemenuhan hak-hak buruh (dan termasuk kebebasan untuk berkumpul dan berekspresinya), pendampingan konflik tanah dari para petani dengan negara dan/atau korporasi di beberapa wilayah, penyerobotan rumah dinas, hak atas kesehatan para tapol/napol, perbudakan modern, kejahatan pembakaran hutan dan asap, dan lain sebagainya.

Khusus atas hak atas tanah, KontraS mencatat ada sekitar 40 peristiwa pelanggaran hak atas tanah, yang turut melibatkan unsur pelanggaran HAM, kekerasan aparat keamanan dan minimnya ruang pengakuan publik (khususnya petani) dalam menggunakan haknya. Kasus-kasus tersebut juga tidak terjadi atau muncul sendiri ditahun 2015, jamaknya ada kecenderungan kasus-kasus muncul sebagai rangkaian kasus yang telah terjadi beberapa tahun sebelumnya.

Salah satu kasus yang mengagetkan dunia dan melukai rakyat Indonesia adalah meninggalnya 12 orang akibat Asap yang muncul dari corong bisnis sawit di berbagai propinsi di Sumatera dan Kalimantan. Bahkan diduga ada yang mencoba memperburuk situasi dengan memunculkan asap lahan dari Sulawesi, Maluku dan Papua. Jutaan orang menderita, namun hujan lah yang menangani situasi ini.

Praktek buruk diatas, diperburuk dengan bermunculannya aturan, kebijakan dan rencana-rencana pemerintah yang justru menunjukan sikap anti hak asasi manusia, seperti ketidak jelasan rencana penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu, sampai saat ini tidak jelas Presiden Joko Widodo arahannya seperti apa? siapa yang harus mengawal? Menkopolhukam Luhut B Panjaitan, tidak mengambil insiatif upaya penyelesaian, Sementara Jaksa Agung terus bicara dimedia namun tidak menunjukan adanya rancangan apapun. Lain lagi dengan MenkumHAM Yasonna Laoly, yang tiba-tiba ditunjuk oleh Presiden Joko Widodo, paska pidato hari HAM di Istana negara pada 11 Desember 2015.

Pernyataan-pernyataan liar yang menghujam konstitusi Indonesia juga bermunculan, seperti sosok Budi Waseso baik di Bareskrim maupun di BNN yang mengelontorkan rencana-rencana penegakan hukum yang aneh. Demikian pula dengan Surat Edaran Hate Speech, meskipun, awalnya untuk menangani peristiwa-peristiwa intoleransi namun panduan hukum internal kepolisian tersebut berpotensi diberlakukan untuk mengekang kebebasan berbicara. Jauh api dari panggangnya. DI Aceh, Bupati SIngkil, mengeluarkan larangan ibadah Natal digereja yang beberapa bulan lalu diserang. Alih-alih memperbaiki jaminan perlindungan malah mengeluarkan kebijakan yang meneruskan pengekangan kebebasan beribadah. Hal serupa bisa ditambah dengan kebijakan Bela Negara dll. Intinya, sepanjang 2015, berbagai kalangan pejabat negara, didaerah dan di tingkat Nasional  menikmati kebebasan berbicara namun tidak menjawab kebutuhan warga (answerability). Terbukti situasi masih saja buruk, warga masih menuntut dan kasus-kasus dari tahun sebelumnya tidak ada yang diselesaikan.

Kedepan diperkirakan agenda selfie dan proyek pembangunan masih mendominasi. Agenda Selfie adalah agenda yang menunjukan popularitas pejabat-pejabat belaka, asal dipublikasi, tanpa memikirikan pemenuhan dan akuntabilitas serta nilai konstitusional dari kebijakan-kebijakan tersebut. Sementara proyek pembangunan berupa kebijakan-kebijakan ekonomi yang dijadikan alasan untuk tidak mengurus hal lain seperti soal hak-hak keadilan warga. Lebih gawat lagi, pembangunan ini hanya akan berujung pada soal infra struktur belaka, ketersediaan lahan, kemudahaan investasi dan otomatis hanya bisa dinikmati oleh segelintir kalangan investor, asing maupun dalam negeri.

Sebagai konsekwensi, pada 2016, agenda keadilan dan tuntutan-tuntutannya akan semakin direpresi; kebebasan akan semakin menjadi barang langka, karena dianggap menyita waktu negara dan pejabat-pejabatnya, untuk berbisnis. Suara tuntutatan akan dilekatkan dengan fitnah-fitnah anti Pancasila, anti NKRI, tapi menariknya tuduhan tersebut nantinya tidak akan dilancarkan oleh alat negara tapi melalui “kelompok-kelompok sipil” yang diorganisir oleh alat negara.

Catatan Situasi HAM di Indonesia Sepanjang 2015 dapat dilihat di link berikut http://kontras.org/data/Laporan Akhir Tahun 2015.pdf

Selamat Tahun Baru 2016!

 

 

Jakarta, 26 Desember 2015

Badan Pekerja KontraS

 

Haris Azhar

Koordinator

[1] Lihat: Laporan Praktik Penyiksaan 2014-2015 KontraS. Ibid. Hal 33.