185 Lembaga dan 256 Individu Melalui Surat Terbuka Desak Fadli Zon
Batalkan Usulan Gelar Pahlawan Nasional untuk Soeharto
Pada hari Kamis, 30 Oktober 2025, Gerakan Masyarakat Sipil Adili Soeharto (GEMAS) yang terdiri dari korban pelanggaran berat HAM, individu, serta berbagai organisasi masyarakat sipil, secara resmi telah mengirimkan surat desakan terbuka kepada Ketua Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan (Dewan GTK) di Kementerian Sekretariat Negara untuk menolak pengusulan H.M. Soeharto sebagai Pahlawan Nasional. Surat ini telah ditandatangani oleh 185 lembaga dan 256 individu dari berbagai daerah di Indonesia sebagai bentuk sikap tegas terhadap upaya rehabilitasi simbolik terhadap sosok yang memiliki rekam jejak kelam dalam sejarah bangsa. GEMAS menilai bahwa pengusulan Soeharto bertentangan dengan amanah reformasi, prinsip hak asasi manusia, serta nilai-nilai keadilan dan moralitas publik, mengingat rekam jejaknya dalam berbagai pelanggaran berat HAM, praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang sistemik, serta gaya kepemimpinan otoriter selama 32 tahun berkuasa.
GEMAS juga menyoroti bahwa proses pengusulan oleh Kementerian Sosial berjalan secara tertutup, elitis, dan minim partisipasi publik, termasuk adanya ketidakkonsistenan informasi dari pemerintah mengenai asal-usul usulan tersebut. Berdasarkan Peraturan Menteri Sosial Nomor 15 Tahun 2012, pengusulan gelar dari daerah semestinya memerlukan persetujuan gubernur, namun Gubernur Jawa Tengah Ahmad Lutfi secara terbuka menyatakan tidak mengetahui adanya usulan tersebut sebagaimana dalam pemberitaan media pada 28 April 2025. Hal ini menimbulkan pertanyaan serius mengenai keabsahan dan transparansi prosedur pengusulan. GEMAS menilai sikap Kementerian Sosial sangat mengecewakan karena mengabaikan berbagai masukan dan penolakan masyarakat sipil serta keluarga korban pelanggaran HAM berat di Indonesia. Padahal, jauh sebelumnya, GEMAS telah secara aktif menyampaikan penolakan disertai argumentasi berbasis data dan fakta sejarah melalui buku “Tolak Gelar Pahlawan Soeharto” setebal lebih dari 2.000 halaman, serta petisi yang kini telah ditandatangani oleh lebih dari 11.500 orang yang menolak pemberian gelar tersebut.
Lebih lanjut, GEMAS mengingatkan bahwa tanggung jawab hukum dan moral atas berbagai pelanggaran di masa pemerintahan Soeharto telah ditegaskan melalui sejumlah instrumen hukum, antara lain TAP MPR XI/MPR/1998 dan TAP MPR IV/MPR/1999 yang menyebut Soeharto sebagai pihak yang harus dimintai pertanggungjawaban atas praktik KKN, serta putusan Mahkamah Agung No. 140 PK/Pdt/2015 tertanggal 8 Juli 2015 yang menyatakan Yayasan Supersemar milik Soeharto telah melakukan perbuatan melawan hukum. Bahkan, laporan PBB dan Bank Dunia (Stolen Asset Recovery/StAR, 2007) menempatkan Soeharto sebagai pemimpin paling korup di dunia, dengan kerugian negara diperkirakan mencapai 15–35 miliar dolar AS.
Berdasarkan bukti sejarah, hukum, dan moral tersebut, GEMAS menegaskan bahwa Soeharto tidak memenuhi kriteria sebagai Pahlawan Nasional sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan, khususnya terkait integritas moral dan keteladanan. Oleh karena itu, GEMAS mendesak Dewan GTK untuk menolak dan menghentikan proses pengusulan gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto, karena langkah tersebut tidak hanya mencederai nilai-nilai reformasi dan kemanusiaan, tetapi juga melukai kembali para korban pelanggaran HAM serta melemahkan komitmen bangsa terhadap penegakan keadilan dan kebenaran sejarah.
Surat terbuka dapat diakses pada: Link Surat Terbuka
Putusan Mahkamah Agung No. 140 PK/Pdt/2015 dapat diakses pada: Link Putusan MA No. 140 PK/Pdt/205
Argumentasi penolakan gelar pahlawan Soeharto: Link Dokumen Lengkap Argumentasi
Petisi dapat ditandatangani pada: Petisi Soeharto Bukan Pahlawan
KontraS
Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan
