Menjelang 27 tahun peringatan reformasi, militerisme tidak malu-malu menunjukkan kembali wajahnya. Wajah militerisme yang dulu ditolak melalui agenda reformasi kini perlahan-lahan bangkit serupa dajjal untuk mengganggu jalan proses demokrasi yang terus melemah. Dimulai dengan retret ala militer yang memberi seragam militer kepada sipil dan berlokasi di akademi militer. Retret ini merupakan karpet merah untuk menyambut kembalinya corak militeristik di Indonesia. Karpet merah itu memanjang. Pemerintahan “Sipil” hari ini membiarkan militer masuk dalam sendi-sendi kehidupan rakyat seolah menganggap bahwa masyarakat Indonesia sudah lupa akan sejarah kelam militerisme di jaman orde baru. 

 

Pelanggaran HAM, kejahatan lingkungan, penyerangan pada kelompok buruh serta pembungkaman warga adalah noktah hitam tentara yang tidak boleh kita hapus dari sejarah bangsa. Militerisme dengan senjata dan komandonya adalah dalang dari semua peristiwa kekerasan dari masa lalu hingga masa kini. Kekerasan yang terjadi terus terjadi tanpa ada kontrol hukum dan kekuasaan. Alhasil, impunitas tentara mewabah seperti sampar yang tidak pernah bisa dihentikan. Lingkaran setan kekerasan terus terjadi dan senjata aparat masih menjadi kekuatan penguasa yang zalim dan lalim.  

 

Parade militer semakin bergema ketika TNI masuk melibatkan diri dalam urusan publik untuk menjalankan program prioritas pemerintah. Makan Bergizi Gratis dikelola dan dijalankan dengan bantuan militer. Pembukaan lahan dipimpin oleh barisan orang-orang yang memegang senjata. ketahanan pangan dibuat dengan model komando teritorial dan pendekatan keamanan. kawasan hutan ditertibkan dengan model koersi tanpa memperhatikan eksistensi masyarakat adat. Negara ini sudah darurat supremasi sipil. 

 

Mars militer dan derap sepatu lars semakin nyaring di telinga kita. Gerbang demokrasi ditabrak, politik warga dibuang ke tempat sampah. Rancangan Undang-Undang TNI membuka kembali pintu neraka otoritarianisme negara. Proses yang dibuat dengan siasat sembunyi-sembunyi mencerminkan ketakutan akan akuntabilitas. Pembentukan kebijakan publik dijalankan dengan menyewa ruang privat dengan harga lebih tinggi dari UMR Jogja. Para akademisi sepakat bahwa pembahasan RUU TNI adalah kejahatan legislasi yang paripurna. 

 

Ruang rapat yang didobrak tidak membuat nurani mereka terketuk. kemarahan dan kekecewaan warga dibalas dengan senyum kecut dan narasi yang mengutuk. Antek asing dan anti nasionalisme adalah jargon para patriot palsu dengan imajinasi cinta tanah air yang sempit. Pembahasan RUU terus berjalan mulus dalam waktu yang dikebut. Suara warga direpresi dengan harapan warga semakin takut. 

 

Hari ini Orde baru dan orde militer sah kembali. RUU TNI disahkan dan disambut gegap gempita oleh politisi busuk dan anggota dewan yang memanfaatkan kekosongan check and balances. 27 tahun reformasi menjadi jargon yang harus kita kubur. reformasi sudah masuk liang lahat. Hari ini pula, 27 tahun lalu, Cak Munir berdiri dan menantang kekuasaan militer dengan KontraS. Semula, KontraS adalah perwujudan gerakan Kontra Soeharto yang despotik. Hari ini, zombie orde baru bangkit dalam wajah Prabowo Subianto dan dalam saat itu juga kami resmi menjadi gerakan Kontra Soebianto. Mari kita serukan bahwa kita tidak pernah mundur dan takut. Rakyat akan menjadi oposisi pemerintahan di tengah kelindan mesra para elit politik dan lembaga kekuasaan yang sekarat. Jika hari ini batu demokrasi menggelinding ke bawah, mari kita dorong lagi batu itu menuju puncak. Tugas kita bersama adalah tetap menjaga demokrasi di republik. 

 

Jangan Diam!! Lawan!!

 

Jakarta, 20 Maret 2025

Badan Pekerja KontraS

Dimas Bagus Arya

Koordinator

Writer Profile

KontraS

Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan