JAKARTA, 6 Oktober 2025 - Sejumlah musisi lintas band dan jaringan gerakan rakyat menyatakan solidaritas bagi para aktivis pro demokrasi yang masih ditahan. Dari seluruh aktivis yang ditahan, empat diantaranya, Delpedro Marhaen, Syahdan Hussein, Muzaffar Salim, dan Khariq Anhar. Mereka ditahan karena dianggap telah melakukan ‘penghasutan’ saat aksi demonstrasi bulan Agustus lalu. 

Para musisi yang hadir di antaranya, Manson (MENTHOSA), Cholil Mahmud (Efek Rumah Kaca), Eka Annash (The Brandal), dan Delpi (Dongker). Selain itu, secara bersama juga hadir Gerakan Buruh Bersama Rakyat (GEBRAK) dan sejumlah jaringan masyarakat sipil lainnya. Total berjumlah sekitar 30 orang, untuk menjadi penjamin penahanan sekaligus menunjukkan dukungan moral terhadap para tahanan.


“Kami datang bukan hanya sebagai musisi, tapi sebagai warga negara yang peduli. Mereka ditahan hanya karena menyampaikan aspirasi masyarakat, sesuatu yang dijamin oleh konstitusi,” ujar Cholil saat menyampaikan keteranngannya.

Pembentukan Serikat Tahanan Politik di Dalam Penjara

Dalam kunjungan solidaritas tersebut, para musisi dan aktivis juga bertemu langsung dengan para tahanan. Diketahui bahwa Delpedro telah memasuki hari ke-37 masa penahanan dan tengah menunggu proses praperadilan. Sementara Syahdan, Khariq, dan Muzaffar ditahan di blok terpisah.

Dari balik jeruji, para tahanan juga mengabarkan bahwa mereka telah membentuk Serikat Tahanan Politik (STP) pada 5 Oktober 2025. Serikiat ini dipimpin oleh Syahdan. Serikat ini bertujuan memperjuangkan pemenuhan hak-hak dasar dan politik para tahanan, serta mendorong pembentukan serikat serupa di seluruh daerah di Indonesia.

“Sebelum ada serikat, hak-hak politik mereka sulit terpenuhi. Setelah bersatu dan menyuarakan kebutuhan bersama, baru ada tanggapan. Kesadaran kolektif ini penting untuk memperkuat posisi tahanan politik di seluruh Indonesia,” ujar Cholil.

Penangkapan dan Ancaman terhadap Kebebasan Sipil

Menurut catatan yang diterima oleh Pedeo Project, sejak gelombang aksi protes 25 Agustus hingga akhir Agustus 2025, sedikitnya 900 orang lebih ditangkap oleh kepolisian di berbagai daerah. Cholil dan para penjamin aktivis menilai tren ini menunjukkan peningkatan represi terhadap kebebasan berekspresi di Indonesia. Mereka juga mengungkapkan kekhawatiran atas penggunaan teknologi digital oleh aparat untuk melakukan pelacakan dan penangkapan berbasis data perangkat dan akun pribadi warga. “Ada kawan yang datang menjenguk solidaritas, malah ikut dicokok. Ini menandakan teknologi digital digunakan untuk menyapu siapa pun yang dianggap berbeda pandangan dengan pemerintah. Itu sudah melanggar hak privasi dan hak asasi manusia,” tegas Cholil.

Gerakan Tuntutan Solidaritas

Berdasarkan catatan tersebut, dengan ini koalisi musisi dan masyarakat sipil menyampaikan tuntutan kepada pemerintah untuk:
1. Segera bebaskan seluruh tahanan aktivis pro demokrasi, termasuk Del Pedro, Syahdan, Kharik, dan Muzaffar, tanpa syarat.
2. Hentikan kriminalisasi dan sweeping digital terhadap warga yang mengekspresikan pendapatnya.
3. Hormati dan penuhi hak-hak dasar serta politik para tahanan, termasuk kebebasan berorganisasi di dalam penjara.
4. Selain itu, publik juga diimbau untuk terus menunjukkan solidaritas kepada para aktivis yang ditahan.


“Kawan-kawan di dalam sangat membutuhkan dukungan moral dari luar. Semakin banyak solidaritas publik, semakin besar harapan untuk membebaskan mereka,” ujar Cholil kembali.
Para musisi menegaskan bahwa upaya penindasan dan kriminalisasi terhadap kebebasan berekspresi hanya akan menimbulkan ketakutan publik, namun solidaritas yang terus tumbuh akan menjadi kekuatan perlawanan baru.
“Pemerintah boleh mencoba menakut-nakuti, tapi keberanian rakyat harus lebih besar. Hanya dengan bersatu dan terus berdiskusi, kita bisa melawan ketakutan itu dan memperjuangkan kebebasan bersama,” pungkas Cholil sebagai penutup pembacaan pernyataan bersama.

Writer Profile

KontraS

Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan