Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menyoroti dengan sangat serius tindakan represif aparat keamanan dalam merespons aksi demonstrasi 25-31 Agustus 2025, yang menyebabkan ribuan penangkapan sewenang-wenang, kekerasan terhadap warga sipil dan Pembela HAM, serta munculnya dugaan kuat terkait terjadinya praktik penghilangan paksa.
Berdasarkan data yang dihimpun melalui Posko Pengaduan Orang Hilang KontraS sejak 1 September 2025, tercatat sebanyak 44 orang dilaporkan hilang. Hingga saat ini, 42 orang telah berhasil ditemukan. Namun, 33 di antaranya ditemukan dalam kondisi penahanan diam-diam oleh aparat keamanan, khususnya di sejumlah kantor kepolisian tanpa adanya akses terhadap keluarga maupun pendamping hukum. Fakta ini secara jelas memenuhi unsur “Penghilangan paksa” dalam Pasal 2 dan Pasal 17 ayat (1) Konvensi Internasional untuk Perlindungan Semua Orang dari Penghilangan Paksa (ICPPED), yang menyatakan bahwa tidak boleh ada satu orang pun ditahan secara rahasia dan negara wajib mengambil tindakan efektif untuk mencegah terjadinya praktik penghilangan paksa.
Saat ini, terdapat dua orang yang masih belum diketahui keberadaannya, yaitu:
1. Muhammad Farhan Hamid
2. Reno Syachputra Dewo
Keduanya terakhir kali terlihat di sekitar kawasan Mako Brimob, Kwitang, Jakarta Pusat, dan hingga surat ini disusun, belum ada kejelasan informasi ataupun upaya resmi yang memadai dari aparat negara untuk melakukan pencarian dan investigasi menyeluruh atas keberadaan mereka.
Melalui surat ini, kami mendesak dengan segera dan tegas kepada seluruh lembaga negara yang memiliki mandat perlindungan HAM dan pengawasan terhadap aparat keamanan, untuk:
-
Segera melakukan pencarian intensif dan menyeluruh terhadap Muhammad Farhan Hamid dan Reno Syachputra Dewo
-
Membuka akses atas data dan proses investigasi di seluruh lokasi penahanan resmi maupun non-resmi yang berada di bawah kewenangan Polri dan TNI;
-
Menindak secara tegas dan transparan seluruh pihak yang bertanggung jawab atas praktik penghilangan paksa, baik pelaku langsung maupun atasan dalam rantai komando, sesuai prinsip akuntabilitas hukum dan HAM;
-
Melibatkan lembaga independen seperti Komnas HAM dan LPSK dalam proses investigasi, pencarian, serta perlindungan terhadap korban dan keluarga, guna menjamin independensi dan transparansi;
-
Menjamin keterbukaan informasi secara berkala kepada publik dan keluarga korban, serta memastikan seluruh proses pencarian dan penegakan hukum dilakukan dengan prinsip transparansi dan partisipasi;
-
Memastikan pemulihan hak-hak korban dan keluarga, termasuk hak atas keadilan, kebenaran, dan reparasi menyeluruh sesuai dengan standar HAM internasional;
-
Melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kebijakan dan prosedur pengamanan aksi massa oleh aparat keamanan, guna mencegah terulangnya penggunaan kekuatan berlebihan, penangkapan sewenang-wenang, dan pelanggaran terhadap kebebasan sipil;
-
Menghentikan segala bentuk intimidasi, kekerasan, dan kriminalisasi terhadap Pembela HAM, pendamping hukum, dan masyarakat sipil, serta menjamin ruang aman bagi mereka yang menjalankan mandat konstitusional dalam memperjuangkan HAM.
Demikian surat ini kami sampaikan. Besar harapan kami agar seluruh pihak yang memiliki kewenangan dapat menjalankan mandat konstitusionalnya dalam melindungi hak-hak warga negara dan mencegah berulangnya praktik-praktik yang melanggar hak asasi manusia.
Surat selengkapnya dapat diakses di sini

KontraS
Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan