Pada tanggal 1 Mei 2025, terdapat aksi demonstrasi untuk memperingati hari buruh internasional (may day) yang terjadi di berbagai daerah di Indonesia. Namun, aksi tersebut berujung pada tindakan represif yang dilakukan oleh aparat negara kepada massa aksi hingga mengakibatkan banyaknya korban luka. Represifitas itu juga dilakukan dengan melakukan kriminalisasi kepada massa aksi hingga berujung pada penetapan tersangka kepada 14 orang massa aksi, yang sebagian di antaranya merupakan petugas medis.

Ternyata, tindakan represif tersebut tidak hanya terjadi pada aksi hari buruh internasional. Berdasarkan pemantauan KontraS pada bulan Januari-Juni 2025, terdapat 76 peristiwa kekerasan warga yang mengakses haknya dalam ruang kebebasan sipil, yang mengakibatkan sebanyak 137 korban luka serta 401 korban mengalami penangkapan. Berbagai tindakan kekerasan tersebut di antaranya yaitu penangkapan sewenang-wenang, penyiksaan, pembubaran paksa, penganiayaan, dan penyiksaan. 

Namun, tindakan kekerasan dalam konteks kebebasan sipil tidak hanya terjadi dalam ruang fisik, melainkan juga mengintervensi ruang digital. Berbagai bentuk kekerasan digital juga terjadi, yakni adanya peretasan, doxxing, dan serangan siber lainnya juga terjadi, yang cenderung dilakukan oleh orang tidak dikenal (OTK).

Dari berbagai peristiwa tersebut, terdapat beberapa pola yang mengindikasikan meningkatnya penyusutan terhadap kebebasan sipil (shrinking civic space), di antaranya yaitu masifnya teror terhadap massa aksi dari pra-pasca peristiwa demonstrasi, peningkatan yang signifikan terhadap jumlah massa aksi yang ditangkap, petugas medis yang menjadi sasaran kekerasan aparat saat demonstrasi, hingga kriminalisasi dengan penetapan tersangka terhadap massa aksi demonstrasi.

 

Selengkapnya dapat dibaca di Lembar Fakta Penyusutan Ruang Kebebasan Sipil yang dapat diunduh di sini

Writer Profile

KontraS

Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan