Jakarta, 6 Agustus 2024, Koalisi Advokat Anti Penyiksaan yang terdiri dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), dan Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) melakukan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Komisi III DPR RI di ruang rapat Banggar gedung Nusantara II pada 5 Agustus 2024 lalu. Dalam RDPU tersebut, Komisi III DPR RI berkomitmen untuk mengawal hingga tuntas terkait dengan kasus dugaan tindak penyiksaan yang dilakukan oleh aparat kepolisian pada 9 Juni 2024 lalu hingga menyebabkan korban Afif Maulana meninggal dunia.

Adapun RDPU tersebut dihadiri secara langsung oleh orang tua korban Afif Maulana yakni  Anggun (Ibu) dan Afrinaldi (Ayah) serta Koalisi Advokat Anti Penyiksaan. Dalam kesempatan itu, Tim Advokat memaparkan sejumlah temuan perihal kasus penyiksaan yang terjadi pada malam 9 Juni 2024 serta kejanggalan selama proses hukum yang ditangani oleh Polda Sumbar dan Polresta Padang. Perihal tindakan penyiksaan, yang menjadi korban tidak hanya Afif Maulana, namun terdapat 18 orang, dimana 13 diantaranya merupakan anak. Selain itu, para korban mengalami penghukuman yang tidak manusiawi seperti kekerasan seksual dengan tindakan memaksa ciuman sesama jenis hingga ancaman anggota kepolisian terhadap para korban yang dilarang melaporkan tindakan penyiksaan yang dialami kepada pihak manapun. Perihal kejanggalan, Koalisi juga memaparkan kejanggalan-kejanggalan proses hukum yang dilakukan Polda Sumatera Barat seperti halnya keterangan yang berubah-ubah dinyatakan oleh Kapolda terkait penyebab kematian Afif, memburu orang yang memviralkan kasus, tidak profesional dalam mengamankan TKP hingga tidak memberikan salinan dokumen resmi mengenai hasil autopsi jenazah Afif Maulana kepada pihak keluarga maupun pendamping.

 

Selanjutnya keluarga juga meminta secara langsung kepada Komisi III DPR RI memerintahkan Kapolri untuk segera melakukan ekshumasi dan autopsi ulang terhadap jenazah Afif Maulana. Lalu tak lama setelah permohonan itu diajukan, Komisi III DPR RI memerintahkan delegasi Polda Sumatera Barat dan Polresta Padang untuk masuk ke ruang rapat yang tak lama langsung menyerahkan salinan surat tertanggal 2 Agustus 2024 yang intinya berisi permohonan autopsi ulang melalui ekshumasi yang ditujukan kepada Ketua Perhimpunan Dokter Forensik dan Medikolegal Indonesia (PDFMI). Namun, salinan surat permohonan tersebut tidak menjelaskan lebih detail mengenai kapan proses ekshumasi dan autopsi ulang terhadap jenazah Afif Maulana akan dilaksanakan.

 

Atas hal tersebut di atas, kami berpendapat sebagai berikut:

 

Pertama, Kami memberikan apresiasi dan dorongan yang dilakukan oleh Komisi III DPR RI untuk mengawal kasus penyiksaan Afif Maulana dan kawan-kawan, termasuk mengawal proses persetujuan ekshumasi dan autopsi ulang yang sebelumnya sangat lamban diberikan oleh Polda Sumbar dan Polresta Padang. Namun, kami memberikan catatan terhadap langkah lanjutan dalam proses pelaksanaannya. Keluarga dan Tim Advokat menekankan agar proses awal hingga akhir  yang dilaksanakan harus dilakukan oleh tim dokter forensik yang independen serta menggunakan alat kesehatan yang steril dari intervensi pihak Kepolisian. Selain itu, ekshumasi juga perlu dilakukan dengan melibatkan keluarga korban Alm. Afif Maulana, pendamping hukum, dan dokter independen yang ditunjuk oleh keluarga korban untuk memastikan ekshumasi berjalan secara objektif dan transparan. 

 

Kedua, proses ekshumasi juga penting untuk diawasi secara langsung dengan melibatkan berbagai lembaga negara seperti Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA). Bahwa keterlibatan lembaga negara terkait bertujuan untuk memastikan ekshumasi berjalan secara independen dan akuntabel.

 

Ketiga, kami juga menyoroti tindakan ketidakprofesionalan pihak Polda Sumatera Barat dalam menyelesaikan dugaan penyiksaan terhadap Alm. Afif Maulana dan 18 korban lainnya. Hal tersebut dapat terlihat dari lambannya kinerja Kepolisian dalam menegakkan proses penyelidikan dan tidak transparannya pemeriksaan terhadap pelaku tindak penyiksaan. Ketidakprofesionalan turut dilegitimasi dengan tidak diberikannya hasil autopsi atau visum et repertum Alm. Afif Maulana hingga saat ini. Bahwa beberapa proses tersebut harus dijalankan dengan menjamin perlindungan terhadap saksi hingga pendamping hukum agar tidak menghadapi segala bentuk intimidasi, acnaman, atau tindakan represif dari pihak manapun. Perlindungan ini penting untuk memastikan bahwa semua pihak yang terlibat dalam proses hukum dapat memberikan keterangan secara berkeadilan, sehingga proses penegakan hukum dapat berjalan secara objektif dan transparan.

 

Oleh karena itu, Tim Advokat Anti Penyiksaan dan keluarga korban mendesak:

 

Pertama, PDFMI untuk melaksanakan ekshumasi dan autopsi ulang secara independen serta menggunakan alat kesehatan yang steril dari intervensi pihak Kepolisian;

 

Kedua, dalam proses ekshumasi melibatkan keluarga korban Alm. Afif Maulana, pendamping hukum, dan dokter independen yang ditunjuk oleh keluarga dalam proses ekshumasi dan autopsi ulang;

 

Ketiga, Komnas HAM, LPSK, KPAI, Komnas Perempuan, KemenPPPA untuk terlibat secara independen dan proaktif melakukan pengawasan proses ekshumasi dan autopsi ulang terhadap Alm. Afif Maulana sekaligus menjamin perlindungan saksi dan korban serta pendamping hukum;

 

Keempat, Kapolda Sumatera Barat untuk menjalankan proses penyelidikan dengan secara cepat dan transparan, termasuk melakukan proses hukum baik pidana maupun etik terhadap anggota kepolisian yang terlibat dalam tindakan penyiksaan dan kekerasan terhadap 18 korban lainnya. Serta memberikan hasil autopsi awal dan visum et repertum Alm. Afif Maulana kepada keluarga korban tanpa penundaan lebih lanjut.



Hormat kami,

Jakarta, 6 Agustus 2024

Tim Advokat Anti Penyiksaan

 

Narahubung:

  • Indira Suryani (LBH Padang)
  • Andrie Yunus (KontraS)
  • Arif Maulana (YLBHI)
Tags
Writer Profile

KontraS

Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan