Jakarta, 26 Juni 2025 – Koalisi Masyarakat Sipil Melawan Impunitas, yang terdiri dari para penyintas, keluarga korban pelanggaran berat Hak Asasi Manusia (HAM), serta jejaring organisasi masyarakat sipil dan individu dari berbagai latar belakang, hari ini menggelar aksi damai di depan Gedung Kementerian Kebudayaan, Jalan Sudirman, Jakarta. Aksi ini menolak keras wacana pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto, Presiden ke-2 Indonesia yang bertanggung jawab atas berbagai kejahatan kemanusiaan selama rezim Orde Baru. Alih-alih menjadi bentuk penghormatan, pemberian gelar tersebut justru menodai perjuangan para korban dan pejuang HAM yang selama puluhan tahun menuntut keadilan dan pengungkapan kebenaran. Aksi ini sekaligus menolak agenda sistematis negara dalam merombak narasi ‘sejarah resmi’ Indonesia, yang menyingkirkan suara dan kesaksian korban pelanggaran berat HAM.
Aksi ini ditujukan langsung kepada Fadli Zon, yang saat ini menjabat sebagai Menteri Kebudayaan sekaligus merangkap menjadi Ketua Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan (GTK)—yang memiliki kewenangan untuk mengusulkan nama-nama calon Pahlawan Nasional kepada Presiden. Fadli Zon tidak hanya terlibat dalam mendorong wacana tersebut, tetapi juga secara aktif menyebarkan narasi yang menyesatkan dan nir-empati melalui pernyataannya media dan akun resmi instagram @kemenkebud, dengan menyatakan bahwa tidak pernah terjadi perkosaan massal dalam Peristiwa Mei 1998. Klaim ini merupakan bentuk pelecehan terhadap para penyintas kekerasan seksual, sekaligus bentuk penyangkalan terhadap fakta sejarah yang telah terverifikasi oleh berbagai lembaga independen negara seperti Komnas HAM dan Komnas Perempuan.
Koalisi menilai, keterlibatan Fadli Zon dalam proyek revisi sejarah ini tidak bisa dipandang sebagai bagian agenda pemerintah semata, melainkan bagian dari strategi sistemik untuk mencuci tangan negara atas kejahatan masa lalu, khususnya dalam periode Orde Baru yang dipenuhi praktik represi, kekerasan negara, penghilangan paksa, dan pembungkaman kebebasan sipil. Dalam aksi tersebut, para peserta membawa berbagai poster, spanduk, dan materi visual berisi seruan perlawanan terhadap normalisasi kekerasan negara di masa lalu. Aksi juga dikemas dalam bentuk pertunjukan teatrikal, pembacaan kutipan buku secara bergantian oleh setiap masa aksi yang hadir, dan diskusi terbuka yang menyoroti berbagai bentuk kekerasan sistematis yang terjadi di era Orde Baru. Koalisi juga telah menyerahkan data, serta dokumen sejarah yang memuat kesaksian korban, laporan investigatif, dan rekomendasi resmi dari berbagai lembaga, sebagai bentuk perlawanan terhadap revisi sejarah yang bias dan tidak berkeadilan yang dikemas dalam dua jilid buku yaitu Buku “Kita Merawat Ingatan: Tolak Gelar Pahlawan Nasional Soeharto” yang terdiri dari 2183 halaman dan Buku “Kita Merawat Ingatan: Dengarkan Suara Korban, Jangan Putihkan Dosa Orde Baru” yang terdiri dari 473 halaman yang telah diterima oleh Direktorat Sejarah Kementerian Kebudayan.
Buku-buku ini menyajikan dokumentasi sejarah, kesaksian korban, data investigatif, serta rekomendasi dari berbagai lembaga kredibel seperti Komnas HAM, Komnas Perempuan, Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF), dan Tim Relawan untuk Kemanusiaan yang kesemuanya menjadi bukti nyata bahwa negara tidak bisa lagi menghindar dari tanggung jawab untuk menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM berat, khususnya Mei 1998. Lebih lanjut, Koalisi mengingatkan bahwa hingga saat ini, Pemerintah belum menunjukkan itikad serius untuk menindaklanjuti berkas-berkas pelanggaran HAM berat masa lalu melalui Kejaksaan Agung, sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Dengan tidak dijalankannya proses hukum yang adil, negara telah abai terhadap tanggung jawab konstitusionalnya untuk menghormati, melindungi, dan memenuhi hak-hak korban.
Oleh karena itu, aksi ini menyerukan untuk:
-
Mengecam dan menolak keras pernyataan Fadli Zon yang menyangkal adanya kekerasan seksual dalam Peristiwa Mei 1998 serta menyebutnya sebagai rumor. Pernyataan ini mencederai upaya pengungkapan kebenaran dan keadilan bagi korban serta berpotensi melanggengkan budaya impunitas.
-
Menuntut Fadli Zon untuk mencabut pernyataannya secara terbuka, memberikan klarifikasi, dan menyampaikan permintaan maaf secara terbuka kepada korban dan keluarga korban pelanggaran berat HAM, khususnya kekerasan seksual dalam Peristiwa Mei 1998 dan seluruh perempuan Indonesia yang berjuang membersamai korban untuk menegakkan keadilan.
-
Mendesak pembatalan pengangkatan Fadli Zon sebagai Ketua Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan (GTK) karena jabatan tersebut berpotensi digunakan untuk merevisi sejarah secara sepihak dan menyesatkan dan tidak mengusulkan nama Soeharto menjadi Pahlawan Nasional.
-
Menuntut agar Kementerian Kebudayaan menghentikan proyek penulisan “sejarah resmi” Indonesia karena berpotensi mengaburkan fakta sejarah, khususnya kasus-kasus pelanggaran berat HAM masa lalu, dan dikhawatirkan penulisan sejarah resmi itu hanya menjadi proyek politik sesaat.
-
Mendorong hadirnya ruang partisipatif dan inklusif dalam penulisan sejarah nasional, di mana suara korban kekerasan seksual Mei 1998 dan pelanggaran berat HAM lainnya menjadi bagian sentral dalam membangun memori kolektif bangsa yang adil dan bermartabat.
-
Menegaskan pentingnya menjaga hasil kerja Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF), Komnas HAM, dan Komnas Perempuan sebagai bagian dari upaya pengungkapan kebenaran dan pencatatan sejarah pelanggaran HAM berat.
-
Mendesak Jaksa Agung segera menindaklanjuti berkas penyelidikan Komnas HAM terkait kasus-kasus pelanggaran berat HAM, dengan membentuk Tim Penyidik ad hoc sesuai mandat Pasal 21 ayat (3) UU No. 26/2000 tentang Pengadilan HAM.
-
Menolak segala bentuk upaya rehabilitasi politik terhadap figur-figur bermasalah dari rezim Orde Baru, termasuk wacana pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto.
-
Mendesak negara untuk menjamin pemulihan, pengakuan, pengungkapan kebenaran dan keadilan bagi para korban dan keluarga korban, serta menjadikan sejarah kekerasan Mei 1998 maupun pelanggaran HAM berat lainnya sebagai bagian dari ingatan kolektif bangsa.
-
Menyerukan kepada seluruh masyarakat sipil, akademisi, media, dan komunitas korban untuk terus mengawal narasi sejarah bangsa agar tidak jatuh ke dalam revisi yang menyesatkan dan ahistoris.
Jakarta, 26 Juni 2025
Koalisi Masyarakat Sipil Melawan Impunitas
Dokumen mengenai Dosa Soeharto dapat diunduh di sini
Dokumen mengenai Tragedi Mei 1998 dapat diunduh di sini

KontraS
Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan