Pada 31 Juli 2025, Koalisi Masyarakat Sipil Indonesia untuk Kemanusiaan Palestina, yang terdiri dari 33 organisasi dan 91 individu, mengirimkan surat tuntutan kepada 10 kedutaan besar di Jakarta – yakni Australia, Amerika Serikat, Prancis, Italia, Maroko, Norwegia, Swedia, Inggris, Spanyol, dan Tunisia– untuk secara tegas mengutuk serangan militer Israel terhadap kapal sipil Handala pada 27 Juli 2025 di perairan internasional, sekitar 40 mil laut dari Jalur Gaza.
Kapal Handala merupakan bagian dari Freedom Flotilla Coalition yang menjalankan misi kemanusiaan damai membawa bantuan non-militer, seperti susu bayi, makanan, dan obat-obatan, bagi warga sipil Gaza yang mengalami kelaparan dan keruntuhan sistem kesehatan akibat blokade Israel. Sebanyak 21 warga sipil tak bersenjata, termasuk 2 jurnalis dan 19 aktivis internasional, ditangkap secara sewenang-wenang dalam serangan tersebut. Di antara mereka adalah:
Ange Sahuquet (Prancis), Antonio La Picirella (Italia), Antonio Mazzeo (Italia), Bob Suberi (AS), Braedon Peluso (AS), Chloé Fiona Ludden (Inggris–Prancis), Christian Smalls (AS), Emma Fourreau (Prancis–Swedia), Frank Romano (AS–Prancis), Gabrielle Cathala (Prancis), Hatem Aouini (Tunisia), Huwaida Arraf (AS), Jacob Berger (AS), Justine Kempf (Prancis), Mohamed El Bakkali (Maroko), Robert Martin (Australia), Santiago González Vallejo (Spanyol), Sergio Toribio Sanchez (Spanyol), Tania (Tan) Safi (“Australia”), Vigdis Bjorvand (Norwegia) dan Waad Al Musa (AS–Irak).
Serangan militer Israel terhadap kapal Handala merupakan pelanggaran serius terhadap hukum humaniter internasional dan hukum laut internasional, khususnya pada Pasal 87 dan 89 Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (UNCLOS) yang menjamin kebebasan navigasi di perairan internasional. Tindakan ini juga secara jelas melanggar putusan Mahkamah Internasional (ICJ) pada Juli 2024, yang menegaskan kewajiban negara-negara untuk memfasilitasi dan memastikan akses bantuan kemanusiaan yang tidak terhambat ke Jalur Gaza, guna mencegah penderitaan kemanusiaan yang parah.
Penahanan sewenang-wenang terhadap warga negara asing yang menjadi awak dan penumpang kapal merupakan pelanggaran hak asasi manusia, termasuk hak atas kebebasan bergerak dan perlindungan dari penahanan tanpa dasar hukum yang sah. Selain itu, tindakan represif ini menargetkan aktor sipil yang menjalankan misi kemanusiaan damai, dimana menurut pasal 3 dan 5 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM), pasal 6 dan 9 dari Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik (ICCPR), serta Protokol Tambahan I Konvensi Jenewa (1977) harus dilindungi dari segala bentuk kekerasan dan intimidasi.
Tindakan penahanan dan intimidasi terhadap Kapal Handala merupakan insiden ketiga terhadap armada kemanusiaan tahun ini, setelah serangan drone terhadap kapal Conscience dan penahanan para aktivis dan jurnalis internasional secara ilegal di Kapal Madleen.
Eskalasi tindakan agresif ini menunjukkan pelanggaran berulang yang mengancam keselamatan pembela Hak Asasi Manusia dan menghambat upaya bantuan kemanusiaan yang sangat dibutuhkan oleh warga sipil Gaza. Oleh karena itu, pola represif ini harus dihentikan melalui kecaman dan tekanan internasional yang nyata. Dalam surat tuntutan, koalisi menyerukan :
-
Mengecam secara terbuka aksi militer Israel terhadap Handala dan para penumpangnya;
-
Menuntut pembebasan segera semua warga sipil yang diculik, termasuk warganya sendiri;
-
Menjamin perlindungan terhadap warga sipil dan kargo kemanusiaan dalam misi damai;
-
Mengejar akuntabilitas hukum atas pelanggaran ini di forum internasional;
-
Menekan Israel untuk membuka akses kemanusiaan ke Gaza tanpa hambatan.
Jakarta, 31 Juli 2025
Koalisi Masyarakat Sipil Indonesia untuk Kemanusiaan Palestina
Tags

KontraS
Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan