Koalisi Masyarakat Sipil Melawan Impunitas kembali hadir di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta dalam sidang pemeriksaan persiapan perkara Nomor 303/G/TF/2025/PTUN.JKT. Pada kesempatan ini, kami secara resmi mencabut gugatan Perbuatan Melawan Hukum yang diajukan tersebut terkait pernyataan Menteri Kebudayaan yang kami nilai telah menyangkal temuan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) Mei 1998.

Pencabutan ini tentu bukanlah akhir perjuangan, melainkan langkah strategis untuk mengajukan kembali gugatan baru dengan objek sengketa yang sama, namun disertai permohonan agar Majelis Hakim yang menangani perkara ini seluruhnya terdiri dari hakim perempuan yang memiliki perspektif gender serta keberpihakan terhadap korban. Permohonan ini didasarkan pada kebutuhan mendesak agar proses peradilan dapat dilakukan oleh majelis yang memiliki perspektif gender dan keberpihakan kepada korban kekerasan seksual.

Sebelumnya, permohonan kami agar Majelis Hakim yang memeriksa perkara terdiri dari keseluruhannya perempuan telah ditolak melalui surat tertanggal 12 September 2025 dengan alasan teknis terkait sistem Smart Majelis. Akibatnya, Majelis Hakim yang ditunjuk seluruhnya laki-laki, yang kami nilai kurang mampu mengakomodasi sensitivitas gender dan keberpihakan yang menjadi kunci dalam pemeriksaan perkara ini.

Kasus ini termasuk kategori perkara “Perempuan Berhadapan dengan Hukum” yang mensyaratkan agar hakim dapat menerapkan asas-asas seperti penghormatan harkat dan martabat manusia, non-diskriminasi, kesetaraan gender, dan keadilan. Peraturan Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2017 menekankan pentingnya hakim memahami konteks diskriminasi dan bias gender, serta memberikan perlindungan dan akses keadilan yang setara bagi perempuan korban.

Hal ini juga kami lakukan atas dasar saran dan petunjuk Majelis Hakim yang justru menyarankan agar kami mencabut gugatan yang ada dan mendaftarkan ulang dengan melampirkan permohonan susunan majelis hakim perempuan secara lengkap dalam satu berkas. Dengan memahami dan menghargai petunjuk tersebut, oleh karena itu kami mencabut gugatan lama dan mendaftarkan gugatan baru dengan harapan permohonan kami dapat dipertimbangkan secara serius.

Kami sampaikan bahwa gugatan baru tersebut telah resmi didaftarkan dan memperoleh nomor perkara 335/TF/G/2025/PTUN.JKT. Dengan harapan permohonan kami terkait susunan majelis hakim perempuan dapat dipertimbangkan secara serius.

Keputusan strategis ini kami ambil untuk memastikan bahwa proses hukum berjalan adil, transparan, dan menghormati hak-hak korban yang selama ini terabaikan. Kami meyakini bahwa hanya melalui majelis hakim perempuan yang peka terhadap isu gender dan memiliki keberpihakan kepada korban, penegakan hukum dapat benar-benar menjadi alat untuk keadilan dan perlindungan hak asasi manusia, khususnya bagi para perempuan korban kekerasan seksual Peristiwa Mei 1998. Pada hal ini, kehadiran Majelis Hakim perempuan yang sensitif terhadap perspektif gender dan keberpihakan kepada korban adalah satu-satunya cara untuk memastikan proses hukum berjalan adil dan tidak merugikan korban perkosaan massal yang telah lama menanti keadilan.

Koalisi Masyarakat Sipil Melawan Impunitas menegaskan bahwa perjuangan untuk mengungkap kebenaran dan menuntut pertanggungjawaban atas pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi pada Mei 1998 tidak akan berhenti. Kami mengajak seluruh elemen masyarakat, penegak hukum, dan pemangku kepentingan untuk mendukung upaya penegakan keadilan yang berperspektif gender, agar suara dan hak para korban tidak lagi diabaikan dalam proses hukum.

 

Jakarta, 02 Oktober 2025

Koalisi Masyarakat Sipil Melawan Impunitas

Para Penggugat: Marzuki Darusman (Ketua TGPF Mei 1998), Ita Fatia Nadia (Pendamping Korban Perkosaan Massal Mei 1998), Kusmiyati (Keluarga Korban Mei 1998), Sandyawan (Ketua Tim Relawan Untuk Kemanusiaan), Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Ikatan Pemuda Tionghoa Indonesia, Yayasan Kalyanamitra

 

Writer Profile

KontraS

Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan