Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mengecam pembubaran Pertemuan Jalsah Salanah Jemaah Ahmadiyah Indonesia oleh Dr. Agus Toyib, S.Sos, M.Si  selaku Pj. Bupati Kabupaten Kuningan, Dr. A. Taufik Rohman, M. Si., M. Pd selaku PJ. Seketaris Daerah Kabupaten Kuningan, dan Kepolisian Resor Kuningan. Rencananya pertemuan tersebut hendak dilakukan pada 6-8 Desember bertempat di Desa Manislor, Kecamatan Jalaksana, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Peristiwa tersebut menambah daftar panjang diskriminasi atas perlindungan hak kebebasan Beragama dan Berkeyakinan.

 

Berdasarkan informasi yang kami dapatkan, sebelumnya pada 4 Desember 2024 terdapat pertemuan antara unsur Forkopimda Kabupaten Kuningan, Kepala Kementerian Agama Kabupaten Kuningan, Forkopimcam Jalaksana, Ketua Organisasi Masyarakat Agama Islam, FKUB, dan Pengurus JAI Manislor yang bertempat di ruang rapat Linggarjati kantor Setda Kab. Kuningan. Pasca pertemuan tersebut  Pj. Bupati Kuningan mengeluarkan surat nomor 200.1.4.3/4697/BKBP tertanggal 4 Desember 2024 yang intinya menyatakan agar pelaksanaan kegiatan Jalsah Salanah JAI di Kab. Kuningan untuk tidak dilaksanakan dengan alasan akan menyebabkan kondusifitas daerah terganggu. Kemudian keesokan harinya, Sekda Kabupaten Kuningan mengeluarkan surat nomor 200.1.4.3/4666/BKBP yang intinya mengultimatum dan meminta JAI agar menghentikan segala bentuk kegiatan Jalsah Salanah paling lambat pada pukul 17.00 WIB, Kamis 5 Desember 2024.

 

Selanjutnya pada pada malam sekitar pukul 21.30 WIB, akses ke Desa Manislor blokade oleh aparat kepolisian secara sewenang-wenang tanpa dasar alasan yang jelas, sehingga menyebabkan akses masyarakat untuk keluar-masuk menjadi terhambat dan menyebabkan aktivitas desa terganggu. Lebih lanjut, kami juga mendapatkan dokumentasi yang menunjukkan adanya tindakan pengusiran disertai intimidasi seperti “Tau nggak aturan di Kuningan?”, “pulang”, “Mau pulang nggak? Pulang nggak?”, “Udah balik gausah banyak omong”, “Udah pulang”, “udah pulang, pulang. Jangan banyak omong” yang disampaikan oleh sejumlah aparat polisi.  Kemudian kami juga mendapatkan informasi bahwa Polisi melakukan sweeping dan memaksa menyuruh memutar balik setiap kendaraan mobil yang hendak menuju Desa Manislor. 

 

Atas peristiwa tersebut, kami berpendapat bahwa alasan penghentian dan pelarangan kegiatan JAI atas dalih kondusifitas wilayah tidaklah berdasar. Oleh karena itu, dalam peristiwa ini kami menilai telah terjadi pelanggaran serius atas hak kebebasan beragama dan berkeyakinan. Lebih jauh, hal ini merupakan bentuk pelanggaran konstitusi sebagaimana yang dimandatkan dalam Pasal 28E(1) UUD 1945. Selain itu, peristiwa di Manislor merupakan pelanggaran atas Pasal 22 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Pasal 18 Kovenan Hak-Hak Sipil dan Politik sebagaimana yang telah diratifikasi berdasarkan Undang–Undang Nomor 12 Tahun 2005 . 

 

Kami juga menyoroti sekaligus mengecam tindakan aparat kepolisian yang secara aktif terlibat dalam upaya membubarkan kegiatan JAI. Hal tersebut bertolak belakang dengan tugas Polri untuk mengayomi dan melindungi hak warga negara sebagaimana telah dimandatkan dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri. Lebih lanjut, polisi telah gagal dan membangkangi Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009 tentang Tentang Implementasi Prinsip dan Standar HAM dalam Penyelenggaraan Tugas Polri. 



Jakarta, 7 Desember 2024

 

 

 

Koordinator KontraS

Dimas Bagus Arya

 

Narahubung: +62 817-6453-325




Writer Profile

KontraS

Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan