USUT TUNTAS KORUPSI DI KARAWANG TERKAIT PERAMPASAN TANAH OLEH PT. SAMP/AGUNG PODOMORO LAND

USUT TUNTAS KORUPSI DI KARAWANG TERKAIT PERAMPASAN TANAH OLEH PT. SAMP/AGUNG PODOMORO LAND
[Siaran Pers Bersama KPA, KontraS, PBHI Jakarta, ICW dan Serikat Petani Karawang atas Penangkapan Bupati Karawang, Ade Swara dan Pegawai Agung Podomoro Land (APL) di Rumah Dinas Bupati Karawang pada 17-18 Juli 2014]

Kamis hingga Jumat (17-18/07/2014) telah terjadi Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Rumah Dinas Bupati Karawang dan salah satu pusat perbelanjaan di Karawang. Hasil OTT tersebut adalah penangkapan terhadap Ade Swara (Bupati Karawang), Nur Latifah (Istri Bupati Karawang), Aking Saputra (Perwakilan PT. Agung Podomoro Land di Karawang), Rajen Diren (Perwakilan PT. Agung Podomoro Land di Karawang), Nana (Kepala Desa Cilamaya) dan tiga orang lainnya.

Kuat dugaan penangkapan kedelapan orang tersebut terkait dengan korupsi (gratifikasi) izin tata ruang di Karawang, yaitu dugaan pemerasan oleh perusahaan swasta (PT. Tatar Kertabumi) yang telah diakuisisi sejak tahun 2013 oleh PT. Agung Podomoro Land kepada Bupati Karawang. Penyidik KPK telah menyita sejumlah barang bukti, yakni sejumlah uang dalam mata uang Dolar Amerika Serikat dan beberapa berkas dokumen. Jika diubah dalam Rupiah, nilai uang tersebut mencapai miliaran. Kemudian, sehari setelahnya, pihak Agung Podomoro Land yang tertangkap dalam OTT ini dilepaskan oleh pihak KPK karena dianggap sebagai korban pemerasan pihak Bupati Kabupaten Karawang.

Meski demikian, APL (Agung Podomoro Land) sebagaimana diketahui, mempunyai sejumlah proyek di Karawang. Salah satunya adalah PT. Sumber Air Mas Pratama/SAMP yang sahamnya telah diakuisisi oleh PT. Agung Podomoro Land dan telah merampas tanah seluas 350 Ha milik warga tiga Desa di Margamulya, Wanakerta dan Wanasari, Karawang. Berkedok eksekusi lahan berdasarkan putusan kepala PN Karawang, Marsudin Nainggolan pada 24 Juni 2014 dengan dibantu ribuan aparat kepolisian (Brimob) dan preman dalam melakukan penggusuran atas tanah warga. Proses penggurusan ini dilakukan dengan tindakan kekerasan, represif dan intimidatif kepada warga tiga desa.

Sejumlah fakta pada saat proses eksekusi yang cacat prosedur adalah:

  1. Tim juru sita tidak bisa menunjukan batas-batas areal yang akan dieksekusi.
  2. Eksekusi dilakukan di lahan seluas 350 Ha, padahal dalam putusan hanya 67Ha.
  3. Proses Eksekusi ini juga tidak jelas dan tidak sesuai dengan amar putusan. Karena, masih ada putusan yang tumpang tindih atas objek sengketa dan masih berjalannya perkara atas objek dalam proses Pengadilan.
  4. Dalam penunjukan batas dalam eksekusi, orang yang ditunjuk bukanlah pihak yang berkompeten yaitu bukan pemohon eksekusi atau orang yang dikuasakan untuk menunjuk batas-batas.
  5. Proses eksekusi janggal
    1. Penetapan eksekusi di dusun Kiara Jaya, Desa Marga Mulya dibacakan oleh Wakapolres Karawang Kompol Haryo Tejo.
    2. Tidak ada berita acara eksekusi.
    3. Proses eksekusi dilakukan dengan mengerahkan ribuan aparat kepolisian dan melakukan kekerasan terhadap warga.

Indikasi ini kami nilai karena kepala Pengadilan Negeri Karawang sebelumnya beberapa kali menyatakan putusan PK Nomor 160 PK/PDT/2011 yang memenangkan PT. SAMP tidak bisa ditindak lanjuti dengan eksekusi. Ini disebabkan oleh beberapa hal antara lain, adanya tumpang tindih putusan di atas tanah berperkara tersebut, tidak memiliki batas tanah serta terdapat tanah yang bersertipikat di atas tanah yang diklaim PT. SAMP. Namun saat PN Karawang dipimpin oleh Marsudin Nainggolan, dua pekan dia menjabat sudah mengeluarkan surat anmaning/teguran terhadap pihak yang kalah. Atau lebih tegasnya peringatan kepada pihak yang kalah bahwa akan segera dilaksanakan eksekusi lahan dengan uang kerohiman sebesar Rp. 4000/meter. Marsudin Nainggolan berdalih bahwa dia hanya bertugas menjalankan putusan bukan pada kapasitas mengkaji putusan. Ini semua dapat terjadi karena PT.SAMP telah diakuisisi oleh Agung Podomoro Land.

Kami mendesak agar KPK menghubungkan OTT beberapa waktu yang lalu dengan PT SAMP/PT Agung Podomoro Land dan penyalahgunaan wewenang kepala PN Karawang sehingga secara sewenang-wenang mengeluarkan surat putusan eksekusi. Eksekusi yang dipaksakan telah merampas hak hidup petani di Karawang dengan memutus akses warga terhadap lahan pertanian dan hingga kini pengrusakan pohon dan tanaman warga serta rumah terus-menerus dilakukan oleh perusahaan yang dibantu polisi dan preman.
Atas dasar tersebut kami menyatakan sikap:

  1. Mendesak KPK untuk mengusut PT SAMP/ PT Agung Podomoro Land dalam proses eksekusi dan memeriksa para penyelenggara negara seperti Kapolda Jabar, Kapolres Karawang dan Kepala Pengadilan Negeri Karawang yang telah mengakibatkan tergusurnya warga 3 desa dari tanah miliknya sendiri.
  2. Mendesak ditariknya aparat kepolisian dari areal konflik agraria di Desa Margamulya, Wanakerta dan Wanasari agar warga dapat kembali melangsungkan aktifitas sosial, ekonomi, politik dan spiritual sebagaimana biasa.
  3. Mengusut sumber dana pengamanan proses eksekusi aparat Kepolisian
  4. Mendesak pencopotan Kapolres Karawang, Kapolda Jabar dan Ketua Pengadilan Negeri Karawang karena bertindak sewenang-wenang dalam konflik agraria, mengingkari rasa keadilan rakyat dan mengkhianati nilai-nilai kemanusiaan.
  5. Mendesak penyelesaian konflik-konflik agraria yang terjadi di negeri ini secara tuntas dan menyeluruh dalam kerangka pelaksanaan Reforma Agraria di Indonesia.

Demikian Pernyataan Sikap ini dibuat untuk menjadi perhatian semua pihak.

Jakarta, 21 Juli 2014

 

Hormat kami,
KPA, KontraS, PBHI Jakarta, ICW dan Serikat Petani Karawang

Kontak: Iwan Nurdin – Sekjend KPA (081229111651)
Engkos Kosasih – Sekjend Sepetak (082157338522)
Syamsul Munir – KontraS (081380855841)
Tama S. Langkun – ICW (0817889441)