Kerusuah di Kota Lhokseumawe




Untitled Document

SIARAN PERS

Tentang :

KERUSUHAN DI KOTA LHOKSEUMAWE

Pada 31 Agustus 1998 terjadi kerusuhan massa di kota Lhokseumawe Aceh Utara, yang dilatar belakangi tindakan penghalauan terhadap upaya masyarakat umum oleh aparat militer yang melindungi prose penarikan pasukan. Kerusuhan itu menyerang kesatuan pasukan aparat militer, beberapa tempat hiburan, rumah tahan negara, beberapa bank, serta beberapa pertokoan. Kerusuhan yang diawali dari tindakan massa yang hendak melempari batu sejumlah pasukan yang membubarkan diri dari uipacara penarikan, direspon secara keras oleh aparat dengan cara menggiring massa menjauhi tempat pelepasan pasukan. Tindakan tersebut justru mengakibatkan wilayah konsentrsi massa melebar, dengan sasaran ke berbagai obyek yang di nilai berkaitan dengan operasi militer selama berlakunya DOM di wilayah itu.

Kerusuhan massa itu merupakan reaksi spontan dari masyarakat terhadap realitas kekerasan aparat militer selama berlaku DOM, yang telah mengakibatkan hancurnya resistensi budaya dan tata nilai masyarakat, serta berlangsungnya eksploitasi sumber daya alam yang mengakibatkan terjadinya kemiskinan stuktural rakyat di wilayah itu sepanjang operasi militer (jaring merah) di Aceh. Sasaran serangan kerusuhan yang terjadi adalah simbol-simbol prilaku operasi militer beserta tabiat aparatnya selama ini. Srta bebagai dimensi kepentinga operasi tersebut. Fakta menunjukan bahwa operasi militer di wilayah Aceh, tidak saja menghadapi apa yang disebut GAM, akan tetapi juga telah berperilaku sebagai alat pengamanan modal dalam rangka mendominasi ekonomi dan sumber daya alam, yang berdampak penghancuran resistensi budaya masyarakat Aceh.

Sasaran amuk massa selama kerusuhan tersebut, justru berkembang ke arah obyek yang jelas terhadap hal-hal yang berkaitan dengan tindakan sekitar operasi militer. Serangan itu sasarannya kepada obyek yang mencerminkan bentuk-bentuk perilaku aparat yang tidak dapat diterima oleh tata nilai masyarakat setempat, seperti salon kecatikan, cottage, hotel, yang selama ini dipandang sebagai basis kemaksiatan serta beberapa kekuatan politik dan pelaku ekonomi yang selama ini dipandang memperoleh keuntungan dari operasi militer. Kantor Golkar yang dikenal sebagai kepanjangan tangan operasi militer, dan menggunakan kekuatan operasi militer untuk memaksakan sikap politiknya kepada masyarakat selama proses pemilu.

Dalam upaya menghadapi kerusuhan tersebut, justru pihak ABRI memasukan kembali pasukan 3 SSK dari Banda Aceh yang diangkut sepuluh kendaraan truk dan 2 SSK dari Medan yang diangkut 7 kendaraan truk. Hal ini ironois dibanding dengan upaya penarikan pasukan yang tersendat-sendat sejak dinyatakan pencabutan status DOM untuk D.I. Aceh.

Data terakhir dari wilayah tersebut telah jatuh satu orang korban tewas, serta puluhan lainnya luka-luka. Sementara sampai siang ini isu yang berkembang di masyarakat, korban tewas mencapai empat orang, akan tetapi KONTRAS belum dapat mengkonfirmasi kebenaran.

Berdasarkan hal-hal tersebut, maka dengan ini Kontras menyampaikan pernyataan sebagai beikut :

Pertama, Kerusuhan tersebut merupakan reaksi spontan masyarakat setempat dari berbagai tindak kekerasan opersi militer yang selam ini menekan dan mengancam kehidupan serta menimbulakn jatuhnya korban dikalangan rakyat Aceh.

Kedua, Kerusuhan tersebut tidak dapat dijadikan pembenaran oleh Pemerintah, cq. ABRI untuk mempertahankan lebih lama lagi keberadaan pasukan dan konsentrasi lembaga-lembaga militer, atau bahkan mengerahkan kembali satuan militer di seluruh wilayah Aceh.

Ketiga, Kerusuhan tersebut membuktikan justru semakin pentingnya dipercepat penarikan pasukan organik dan non organik dari wilayah kabupaten Aceh Utara, Aceh Timur, serat Aceh Pidie, melalui pemulangan pasukan dan pembekuan KOREM 101 Lilawangsa di Lhoksemawe.

Keempat, KONTRAS menghimbau kepada masyarakat Aceh untuk tidak terjebak ke dalam bebagai tindak kerusuhan dan kekerasan yang justru akan mempersulit upaya membongkar dan menuntut pertanggungjawaban atas berbagai tindak kekerasan yang terjadi selama operasi militer berlangsung di wilayah Aceh.

Demikian pernyataan ini kami sampaikan untuk mendapat tanggapan ynag semestinya dari pihak †pihak yang berkompeten.

Jakarta, 2 September 1998

Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan

( KONTRAS )

Badan Pekerja
MUNIR  
Dewan Penasehat
M.M BILLAH