SIARAN PERS
KONTRAS
NO. 22 / SP †KONTRAS / VI / 99
TENTANG :
LAPORAN LANJUTAN SITUASI ACEH
Situasi terakhir di Aceh belum mengalami kemajuan yang berarti. Keamanan secara umum masih belum terjamin. Gelombang pengungsian dan ketakutan di kalangan rakyat masih meluas dan belum menunjukkan adanya tanda †tanda akan berakhir.
Sebaliknya, perkembangan yang terjadi semakin menunjukan adanya peningkatan kasus tindak kekerasan dan kekacauan.
Peningkatan tersebut bisa kita lihat melalui berbagai peristiwa besar yang berhasil terekam dalam sebulan terakhir seperti berikut :
Waktu | Peristiwa | Korban | Pelaku | Keterangan |
1 Mei 1999 | Pemukulan terhadap beberapa warga masyarakat menyusul hilangnya Sersan Aditia dari Denrudal 001/Pulo Rungkom | Beberapa warga | Pasukan Denrudal 001 | Pemukulan dilakukan saat pasukan melakukan pencarian dan menuduh masyarakat yang melakukan penculikan |
3 Mei 1999 | Penembakan di Simpang KAA, Cot Murong | 65 tewas, 10 hilang, ratusan luka-luka akibat tembakan | Militer | Sebagian besar luka tembak menunjukkan korban ditembak dari belakang dalam keadaan tertelungkup |
24 Mei 1999 | Penembakan misterius di Alue Kuta | 2 orang tewas, salah satunya adalah mantan pasukan Yon 126 yang dipecat | Kelompok tidak di kenal | Penembakan disertai dengan perusakan dan pembakaran |
25 Mei 1999 | Penembakan di Cot Kruet, Peudada terhadap rombongan pasukan PPRM dan tenaga medis | 4 tewas, 12 luka-luka akibat tembakan | Kelompok tidak di kenal | 2 korban tewas dari tenaga medis. Terjadi ketika rombongan sedang menuju Alue Kuta untuk melakukan visum terhadap korban penembakan sehari sebelumnya |
31 Mei 1999 | Hujan peluru di Lhokseumawe | – | 2 orang anggota Pasukan Zipur | Tembakan balasan oleh aparat PPRM terjadi sebagai akibat dari provokasi sebelumnya oleh dua oknum militer ini. Akibatnya selama beberapa jam terjadi hujan peluru. |
5 Juni 1999 | Pembakaran 4 bus route Banda Aceh †Medan | – | Kelompok tidak dikenal | Muncul pernyataan dari GAM bahwa mereka tidak bertanggungjawab terhadap peristiwa tersebut. GAM juga menyatakan bahwa mereka tidak pernah melakukan aksi dengan yamg ditujukan terhadap warga sipil. |
5-6 Juni 1999 | Pertempuran di Gunong Malem, Aceh Barat. | 9 pasukan dari TNI dan Polisi tewas | GAM | – |
8 Juni 1999 | Penembakan di Markas Kesatuan Radar 204 TNI AU, Buket Rata | – | 6 orang kelompok tidak dikenal | – |
8 Juni 1999 | Penculikan di Geumpang, Pidie | 4 orang kepala desa | Kelompok bersenjata tak dikenal | – |
10 Juni 1999 | Pertempuran di Ulim, Pidie | – | Pasukan tak dikenal | Kejadian hany berjarak 2 Km dari kamp pengungsian di masjid kota Ulim. Sehingga menimbulkan ketegangan dan ketakutan di kalangan pengungsi |
13 Juni 1999 | Penembakan warga di Alue Nireh | 5 orang tewas termasuk 2 orang anak-anak berumur 6 tahun dan seorang ibu | Pasukan TNI | Penembakan brutal ini disebabkan oleh kepanikan tentara oleh suara letusan ban truk |
13 Juni 1999 | Penembakan dan pelemparan bom | Kantor Bupati Aceh Utara dan 2 bangunan SD | Kelompok tidak dikenal | – |
13 Mei 1999 | Penembakan di jalan line pipa Mobil Oil | 1 orang tewas | – | Mayat ditemukan warga pada pagi hari. |
Berbagai peristiwa tersebut belum termasuk pembakaran yang dilakukan terhadap puluhan gedung sekolah, beberapa kantor kecamatan, kantor kejaksaan dan beberapa bangunan lain serta teror yang dilakukan terhadap guru. Teror terjadi juga dalam bentuk penangkapan warga oleh aparat keamanan ketika operasi dilaksanakan dengan berbagai tuduhan, seperti melakukan provokasi, pelaku tindak pembakaran dan operasi GAM.
Teror berkelanjutan terhadap warga Aceh dengan berbagai peristiwa kekerasan ini telah menimbulkan ketakutan, dikalangan rakyat. Hingga saat ini tercatat tidak kurang dari 60.000 warga mengungsi dari kampung halaman mereka menuju ke tempat-tempat penampungan di mesjid-mesjid, gedung-gedung sekolah, kamtor KNPI dan lain-lain gedung publik di sepanjang Aceh Utara, Pidie dan sejumlah kecil lainnya di Aceh Timur dan Aceh Barat untuk menghindari ancaman terhadap keamanan dan keselamatan jiwa mereka.
Kondisi yang amat memprihatinkan dapat kita jumpai pada para pengungsi tersebut. Bahkan sampai saat ini telah tercatat ratusan anak mengalami buruknya kondisi kesehatan hingga seorang bayi meninggal dipenampungan akibat kurangnya fasilitas dan cadangan makanan serta air bersih yang memadai.
Batalkan Pemilu
Sejak semula, yakni dua hari sebelum pelaksanaan pemilu, KONTRAS telah mengingatkan kepada KPU dengan menemui ketuanya, Bapak Rudini, untuk melakukan pembatalan atau pengunduran pelaksanaan Pemilu di Aceh. Penyebabnya adalah tidak terjaminnya keamanan dan proses pendaftaran pemilu yang terhambat.
Pada waktu itu, Rudini mengakui bahwa menurut estimasinya, warga yang terdaftar paling banyak hanya mencapai 30 %. Meskipun laporan Gubernur Aceh pada 31 Mei 1999 menyebutkan telah mencapai total 63, 89 % pemilih telah mendaftar. Ketua KPU juga berjanji akan meninjau kembali rencana pelaksanaan pemilu di Aceh, dan jika tidak memungkinan maka akan dilakukan pengunduran atau pembatalan.
Kekhawatiran kami terbukti ketika kekerasan dan berbagai peristiwa teror serta perusakan di Aceh, menurut pengamatan KONTRAS, mengalami peningkatan menjelang dan sesudah pelaksanaan pemilu dilakukan. Selain itu kami juga mencatat bahwa pelaksanaan pemilu di Aceh tidak bisa berjalan sesuai dengan rencana dalam asas yang jurdil dan luber. Karena pemilu dilaksanakan ditengah-tengah kekacauan dan tidak terjaminnya rasa aman di kalangan warga. Bahkan di beberapa wilayah partisipasi warga dalam mengikuti pemilu sangat rendah. Di Aceh Utara tercatat hanya 1,4 % warga, Pidie hanya 11 % dan Aceh Timur hanya 50 %.
Praktek kekerasan yang meningkat ini bahkan terjadi setelah dilakukan penambahan pasukan TNI dan digelarnya berbagai operasi militer di seluruh wilayah Aceh. Beberapa wilayah di Aceh seperti Aceh Barat dan Selatan yang sebelumnya bukan merupakan wilayah yang rawan pun saat ini mengalami kekacauan. Di wilayah ini juga tercatat dilakukan beberapa operasi militer seperti wilayah operasi Korem 012 / Teuku Umar dengan 6.417 personil pasukan polisi, 3 batalyon PPRM dan 150 personil Gegana. Belum lagi 200 personil pasukan penembak malam yang langsung berada di bawah komando Danrem Teuku Umar.
Menurut pengamatan kami,terdapat hubungan timbal balik antara penambahan pasukan dan operasi militer di Aceh dengan peningkatan eskalasi kekerasan yang terjadi. Sehingga, salah satu rekomendasi kami pada KPU saat itu adalah dilakukannya penarikan pasukan baik organik maupun non organik sebagai prasyarat dilakukannya pemilu. Oleh karena itu KONTRAS mendukung keputusan PPD Aceh Utara dan para pimpinan parpol untuk melakukan pembatalan pemilu ulang karena hanya akan menambah kekacauan dan malapetaka untuk rakyat.
Kekerasan Aparat adalah Lahan Subur Bagi Tumbuhnya Perlawanan
KONTRAS mengkhawatirkan, jika penambahan dan kekerasan pasukan dan berbagai operasi militer telah menimbulkan resistensi di kalangan rakyat. Resistensi yang terbangun kemudian menyebabkan terjadinya macam-macam peristiwa kekerasan. Sementara, banyaknya peristiwa kekerasan semakin mendorong dilakukannya operasi-operasi lanjutan. Demikian seterusnya hingga sampai saat ini kondisi telah memposisikan pasukan TNI dan aparat kepolisian berhadapan dengan rakyat. Apalagi ditambah dengan tidak adanya perhatian yang serius dan mencukupi yang diharapkan datang dari pemerintah terhadap situasi kacau dan pengungsian besar-besaran yang terjadi.
Kekhawatiran kami semakin besar manakala kekecewaan rakyat Aceh oleh situasi tidak menentu dan tiadanya jaminan minimum bagi keamanan jiwa mereka menjadi lahan yang subur bagi tumbuhnya sikap antipati terhadap pemerintah RI. Sikap ini didasarkan pada kenyataan bahwa fakta-fakta yang terjadi di kamp-kamp pengungsi di Aceh menunjukkan hal tersebut.
Fakta tersebut seperti : berkibarnya bendera-bendera GAM, berbagai spanduk bertuliskan keinginan rakyat untuk merdeka dan sebagainya. Simpati yang tumbuh ini sangat logis terjadi karena perhatian terhadap kondisi rakyat Aceh di pengungsian ini justru lebih banyak diperoleh dari pihak GAM.
Kenyataan tumbuhnya sikap antipati terhadap pemerintah RI dan munculnya simpati terhadap Gerakan Aceh Merdeka di kalangan para pengungsi dan rakyat Aceh pada umumnya memang sulit dipungkiri. Namun demikian kami menghimbau kepada pihak Pemerintah Indonesia dan TNI untuk memandang hal tersebut sebagai akibat dari kesalahan pendekatan yang dilakukan selama ini terhadap rakyat Aceh dan seluruh persoalan di Aceh pada umumnya.
Rekomendasi
Oleh karena itu, rekomendasi kami terhadap pemerintah adalah :
Jakarta, 15 Juni 1999
Badan Pekerja KONTRAS
MUNIR, SH
koordinator