Kerusuhan Sosial di Ambon




Untitled Document

SIARAN PERS

4 / SP-KONTRAS / I / 99

KOMISI UNTUK ORANG HILANG DAN KORBAN TINDAK KEKERASAN

(KONTRAS)

tentang

KERUSUHAN SOSIAL DI AMBON

Adu domba warga sipil sekali lagi terjadi, kali ini di Ambon. Seperti melanjutkan kerusuhan-kerusuhan dan adu domba sebelumnya, kerusuhan Ambon sebagaimana ditampilkan oleh media massa menunjukan eskalasi yang luas dan dalam, menyangkut segregasi agama, tempat tinggal dan asal usul kedaerahan.

Peristiwa kekerasan massa yang diawali pertikaian berbau kriminal, telah memakan korban lebih dari 50 orang meninggal dunia (angka tersebut sedang dikonfirmasi angka yang terlaporkan sebesar 149 orang). Secara umum kerusuhan Ambon telah dimainkan melalui proses :

  1. Berkembangnya tindakan awal sebagai stimulasi konflik, pertikaian antar preman yang diseret kedalam isu SARA.
  2. Terjadinya konsentrasi massa dalam jumlah besar dengan tedensi kecurigaan satu sama lain, serta merasa saling hendak diserang.
  3. Munculnya beberapa kerumunan massa yang dipimpin oleh orang asing (tidak dikenal) yang mempersenjatai diri, dan membangun proses emosi konflik. Situasi ini diperkuat dengan berbagai isu bahwa simbul-simbul masing-masing kelompok telah dihancurkan, sehingga mereka harus membalas ataupun mempertahankan diri.
  4. Berkembangnya penyerangan terhadap kantung-kantung kecurigaan antar masyarakat, yang menghidupkan semangat untuk saling menyerang serta melakukan pembalasan.
  5. Tindakan aparat memainkan peran lambat bertindak baik menghentikan ataupun memotong garis konflik, serta mengandung bebagai kejanggalan tindakan yang ditangkap oleh masyarakat sebagai bentuk keberpihakan aparat terhadap lawan pertikaian .     

Gejala konflik yang terjadi di Ambon tidaklah spesifik wilayah tersebut, akan tetapi merupakan pola umum dari berbagaikerusuhan sosial berbau SARA yang berlangsung sepanjang tahun 1998.

Meskipun pemerintah telah mengintroduksi penangkapan terhadap para provokator, kami menangkap adanya gejala pengembangan opini publik yang menyesatkan, sebagaimana di kasus-kasus lain yang tidak terungkap dan mengabaikan adanya realitas konflik dan jatuhnya korban dikalangan rakyat yang harus dipertanggungjawabkan.

Mengingat kerusuhan-kerusuhan serupa telah terjadi di banyak tempat di Indonesia disepanjang tahun ini dan tahun 1998, maka KONTRAS melihat beberapa benang merah dan catatan penting :

Pertama, kerusuhan Ambon menjadi salah satu elemen dari serangkaian kerusuhan yang mengadu domba dan memporakporandakan daya tahan masyarakat sipil, dimulai dari Jakarta dan lima kota besar lainnya pada tanggal 13-15 Mei tahun lalu, dilanjutkan dengan Aceh, Ketapang, Kupang dan Kerawang.

Kedua, melihat rangkaian ini serta melihat tidak adanya tanggung jawab yang cukup dari aparat negara untuk menjaga dan mencegah kemungkinan kerusuhan maka, patut dicurigai bahwa ada unsur kesengajaan dalam rangkaian kerusuhan itu.

Ketiga, sinyalemen ini sendiri diperkuat dengan pernyataan sementara petinggi politik seperti Kapolri bahwa dalang kerusuhan ada di dalam elite politik, serta pernyataan Gus Dur mengenai provokator.

Keempat, di beberapa daerah kerusuhan terdapat fakta yang menunjukan keterlibatan unsur militer dalam terjadinya dan membesarnya kerusuhan, seperti kerusuhan 13-15 Mei, kerusuhan di Aceh dan Kerawang.

Kelima, berbagai manuver politik menyangkut kerusuhan seperti yang dipraktekan sejumlah elite politik memperlihatkan gejala yang memprihatinkan, seperti menyerahkan persoalan kepada lobi-lobi kekuasaan ketimbang penyalesaian yang terbuka secara hukum, fair dan mendidik rakyat.

Keenam, melihat respon masyarakat yang mulai terbiasa dengan kerusuhan, pernyataan-pernyataan yang tidak punya makna hukum selain tunjuk menunjuk, diskursus provokator yang makin diabsurdkan, serta respon negara yang tidak bergeming, KONTRAS khawatir munculnya jalan buntu dalam kasus kerusuhan-kerusuhan ini.

Melihat situasi itu, maka KONTRAS menyerukan :

  1. Pemerintah dan ABRI harus memastikan bahwa kerusuhan Ambon adalah kerusuhanyang terakhir, dan tidak akan terulang kembali di berbagai wilayah lain, dengan memastikan adanya pengungkapan secara jelas, jujur terhadap permainan kotor politik kekerasan serta dipertanggungjawabkan. Tidak terungkapmya kasus Ambon harus dilihat sebagai alasan yang cukup untuk menuduh pemerintah sebagai dalang atau melindungi dalang kerusuhan. Mengingat tidak satupun kerusuhan sejenis terungkap, seperti dalam kasus Banyuwangi, Kerawang, Kupang dst.
  2. Seluruh pihak terutama elit politik sipil, sebaiknya menampilkan langkah-langkah politikyang mendidik rakyat untuk makin cerdas dan menghargai hukum, menghargai etik selaku warga civilian dengan cara menempuh jalan hukum, membagi pengetahuan kepada masyarakat, mempertahankan apa yang dianggap fakta dan kebenaran secara hukum bukan dengan lobi-lobi kekuasaan yang cenderung selalu kompromisdan merendahkan kebenaran, guna membongkar selubung kerusuhan ini.
  3. Seluruh warga masyarakat sipil, harus segera bersatu padu, menyusun kembali daya tahan dan kesadaran kolektivnya sebagai civilian yang bersatu, bebasdari ikatan primodial apapun agar punya kekuatan untukmenghadapi adu domba politik ini. Waktunya keselamatan dan keamanan kita tanggung di atas pundak kita.

    Jakarta, 29 Juni 1999

    Badan Pekerja

     

    MUNIR
    Koordinator