WIRANTO DIJADWALKAN DIPANGGIL PEKAN DEPAN

Jakarta, Kompas
Jaksa Agung Marzuki Darusman mengatakan, minggu depan mantan Panglima TNI Jenderal Wiranto dijadwalkan diperiksa oleh tim penyidik gabungan kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) Timor Timur. Wiranto dipanggil sebagai saksi. Sejauh ini, tim penyidik belum menentukan tersangka dalam kasus pelanggaran HAM Timtim karena baru akan ditetapkan setelah pemeriksaan para saksi.

"Pemeriksaan Wiranto mungkin minggu depan. Kapan tepatnya, semua diserahkan pada koordinator tim penyidik Pak Rachman (Jaksa Agung Muda bidang Tindak Pidana Umum)," kata Marzuki kepada wartawan usai shalat Jumat di Kejagung, Jakarta, Jumat (5/5).

Ditanya mengapa sampai sekarang belum ditentukan siapa tersangka dalam kasus pelanggaran HAM Timtim, menurut Marzuki, karena tim penyidik berhati-hati dalam menangani kasus ini. "Dalam hal ini kita harus cermat dan tidak (boleh) sembrono (sembarangan). Pada waktunya nanti akan dilihat siapa yang akan diajukan tersangka. Sekarang ini masih diperiksa para saksinya," jelasnya.
   
Tak serius
Sementara di tempat terpisah, empat lembaga swadaya masyarakat (LSM) di bidang hukum dan hak asasi manusia, YLBHI, Kontras, Elsam dan PBHI memprotes keras cara kerja Kejaksaan Agung menindaklanjuti hasil Komisi Penyelidik Pelanggaran (KPP) HAM Timor Timur. Proses hukum yang dilakukan Kejaksaan Agung dinilai tidak serius, hanya untuk menunda-nunda waktu sampai pembicaraan mengenai penyelesaian politik benar-benar dicapai. Proses hukum itu pun jauh dari standar internasional karena memperlakukan kejahatan terhadap kemanusiaan sebagai kejahatan biasa.

Penegasan tersebut disampaikan Irianto Subiakto (YLBHI), Rachland Nashidik (PBHI), Munir (Kontras), Amiruddin (Elsam), Jumat (5/5) di Jakarta, menanggapi pemeriksaan sejumlah pejabat tinggi TNI dan Polri dalam kasus Timtim.

Keempatnya menyatakan meragukan Tim Penyidik Kejaksaan Agung dapat bekerja atas dasar prinsip independensi dan imparsialitas, karena tim ini melibatkan TNI dan Polri, dua institusi yang justru bertanggung jawab dalam kejahatan terhadap kemanusiaan di Timtim. "Kami menilai proses hukum yang dijalankan tidak memenuhi standar internasional, karena sampai hari ini Indonesia tidak memiliki norma hukum kejahatan internasional ke mana crimes against humanity
digolongkan. Kami juga menolak penggunaan KUHP sebagai dasar bagi proses penyidikan, karena KUHP berisi norma kejahatan biasa," ungkap Irianto.

Irianto dan Munir menegaskan, langkah penyidikan Kejaksaan Agung yang mengawali dengan memanggil sejumlah petinggi TNI dan Polri sebagai saksi, padahal oleh KPP HAM Timtim mereka direkomendasikan sebagai orang yang harus bertanggung jawab merupakan suatu kesalahan fatal. Kejaksaan Agung seharusnya mengumpulkan dulu bukti yang masih harus diperoleh oleh Kejaksaan Agung dan tidak bisa diperoleh KPP HAM Timtim karena tidak mempunyai kapasitas sebagai penyidik, serta menghimpun lebih banyak data dari para korban dan saksi di lapangan.

Keempat LSM itu mendesak dibentuknya suatu peradilan ad hoc bagi kasus Timtim dengan norma hukum materiil dan formal yang dibuat khusus untuk keperluan ini, sesuai dengan standar hukum internasional HAM. Mereka juga mendesak Sekjen PBB dalam kerja sama dengan pemerintah Indonesia mengirimkan utusan khusus ke Indonesia untuk mengamati dan menilai seluruh proses hukum yang dilakukan pemerintah RI dalam kasus Timtim sampai selesai. (ika/oki/tra)