MASALAH MALUKU URUSAN DALAM NEGERI

Kepala Pusat Penerangan Tentara Nasional Indonesia (Kapuspen TNI) Marsekal Muda Graito Usodo menyatakan, masalah di Propinsi Maluku dan Maluku Utara merupakan masalah dalam negeri Indonesia. Oleh karena itu, TNI sebagai bagian dari komponen bangsa yang diminta ikut menyelesaikan masalah di kedua propinsi, akan sekuat tenaga menyelesaikan masalah di sana bersama Penguasa Darurat Sipil/Gubernur.

"Kita sangat menyesalkan ada pihak-pihak yang mengatakan kita harus mengundang orang lain. Dengan berpengalaman pada masalah lalu (Timor Timur), kita tidak ingin terjadi kedua kalinya di Indonesia," tegas Graito, setibanya di Jakarta usai mengikuti rombongan Mabes TNI meninjau pasukan yang akan dikirim ke Maluku dan Maluku Utara di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Senin (10/7).

Posisi TNI, kata Graito, mendukung apa pun yang menjadi keputusan Penguasa Darurat Sipil. "Di antara Penguasa Darurat Sipil, TNI, Polda dan Kejaksaan, tentu sudah ada suatu kebulatan untuk membuat keputusan-keputusan. Kita bersama Polda melaksanakannya di lapangan," katanya.

Graito menegaskan, TNI memandang masalah di Maluku dan Maluku Utara ini urusan dalam negeri. TNI menilai, dengan diberlakukannya keadaan darurat sipil, situasinya cenderung membaik. "Tetapi kita masih tetap waspada dan secara sistematis mengadakan sweeping, khususnya untuk menarik kembali senjata-senjata organik yang sementara ini masih berada di tangan mereka-mereka yang bertikai," katanya. 

Ia menjelaskan, batalyon yang akan diberangkatkan dari Banjarmasin ini telah mengikuti pendidikan khusus selama enam bulan, dengan bekal ilmu yang lain dari pasukan sebelumnya. Pola operasinya di lapangan nanti juga berbeda dengan pasukan-pasukan yang bertugas sebelumnya di Maluku dan Maluku Utara. 

Batalyon Infanteri 623 Kodam VI/Tanjungpura yang berjumlah sekitar 700 orang ini antara lain dibekali dengan teknis sweeping, negosiasi, dan pengetahuan mendalam tentang hak asasi manusia (HAM). "Mereka juga tidak lupa diberi pembekalan analisis daerah operasi mereka dan latar belakang serta sejarah konflik yang akan ditemui di daerah operasi tersebut," tutur Graito.

Pada waktu batalyon ini tiba di Maluku, mereka tidak langsung ngepos seperti pasukan sebelumnya, tetapi tetap bersama dalam batalyonnya ketika tiba untuk kemudian mengadakan sweeping. Batalyon ini juga bergerak mobil dan setelah selesai bertugas, mereka pulang.

"Dengan cara ini, kita berupaya supaya mereka tidak terkontaminasi oleh situasi konflik, tidak terpengaruh oleh penempatan mereka terhadap hubungan dengan pihak yang bertikai di mana ditempatkan," kata Graito.

Secara terpisah, Menteri Luar Negeri Alwi Shihab mengatakan, sampai saat ini tidak ada satu pemerintahan pun yang ingin melakukan intervensi ke Indonesia, terutama untuk membantu menyelesaikan kerusuhan di Propinsi Maluku dan Maluku Utara. Dikatakannya, yang pernah diterima Pemerintah Indonesia dari berbagai negara adalah harapan agar Indonesia dapat menyelesaikan sendiri pertikaian di kedua propinsi itu. 
 
PASUKAN PBB
Sementara itu, sejumlah anggota masyarakat Maluku dan Maluku Utara di Jakarta berharap agar sebaiknya Pemerintah memberikan izin bagi pasukan perdamaian Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk ikut serta membantu memulihkan kondisi keamanan dan perdamaian di sana. Hal tersebut disampaikan ketika puluhan orang Maluku dan Maluku Utara serta simpatisan lainnya melakukan aksi di depan Kantor Wakil Presiden Megawati Soekarnoputri, Senin. 

Perlunya kehadiran  pasukan perdamaian PBB menurut Anton Lokollo dari Forum Suara Rakyat Maluku, karena selama ini aparat keamanan yang terdiri dari TNI dan Polri bertindak tidak netral.     

Sementara itu, sebanyak sepuluh orang delegasi yang akan mewakili sejumlah organisasi kemahasiswaan, ikatan kekeluargaan masyarakat Maluku dan Maluku Utara serta lembaga swadaya masyarakat lainnya, gagal menemui Wakil Presiden Megawati Soekarnoputri. "Baru besok (Selasa, 11/7) kami akan kembali mencoba menemui Ibu Mega, untuk menyampaikan harapan kami dalam penyelesaian krisis Maluku dan Maluku Utara ini," tutur Tommy dari Komite untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras).

Aksi bersama untuk krisis Maluku dan Maluku Utara itu, jelas Tommy, dilakukan karena selama dua tahun ini terus terjadi baku bunuh di Maluku dan Maluku Utara. Sementara Pemerintah sama sekali belum memperlihatkan kemampuannya untuk menyelesaikan persoalan itu.

Selain ELSAM dan Kontras, juga turut bergabung dalam aksi tersebut unsur-unsur PMII Jakarta, Pijar Indonesia, WKRI, IPPNU, PMKRI, GMKI, JKRKM, Ikatan Mahasiswa Tionghoa Indonesia, Ikatan Mahasiswa Hindu Dharma Indonesia, Ikatan Mahasiswa Budha Indonesia, Yayasan Sagu, Persaudaraan Intelektual Maluku se Jawa-Bali, dan Crisis Center PGI. (bur/nic)