IMAM PRASODJO: MPR TAK PEKA TERHADAP PENDERITAAN RAKYAT

Jakarta, Kompas
Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) kurang sensitif terhadap penderitaan rakyat yang menjadi korban bencana sosial di sejumlah wilayah Indonesia. MPR dalam Sidang Tahunan hanya menyibukkan diri dengan masalah perebutan kekuasaan dan tidak mengagendakan secara khusus pembicaraan tentang pengungsi di berbagai daerah Indonesia yang saat ini jumlahnya mencapai ratusan ribu orang.

"Betapa kriminalnya kita bila masalah yang menyangkut nasib ratusan ribu orang di dalam kamp-kamp pengungsi yang mengalami trauma tidak menjadi agenda dalam Sidang Tahunan MPR," kata Sosiolog Universitas Indonesia Imam Prasodjo kepada Kompas di Jakarta, Kamis (10/8).
   
Imam mengemukakan, penanganan ratusan ribu pengungsi dan korban bencana sosial di berbagai wilayah Indonesia tidak bisa ditangani dalam panitia ad hoc. MPR, kata Imam, perlu mengeluarkan Ketetapan (Tap) tersendiri untuk mengatasi masalah ini. Dalam pembentukan kabinet, perlu ada menteri tersendiri atau minimal deputi menteri yang khusus menangani masalah pengungsi dan korban bencana sosial yang tengah terjadi daripada dibentuk sebuah kementerian yang
menangani masalah kemasyarakatan secara umum.

Menurut Imam, masalah pengungsi, rehabilitasi kerusakan fisik, dan pemulihan trauma korban-korban bencana sosial tidak bisa diselesaikan dalam waktu singkat. Penanganannya mungkin tidak akan selesai dalam jangka waktu tiga tahun tetapi membutuhkan waktu yang cukup lama. Karena itu, dibutuhkan alokasi anggaran yang jelas dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) khusus untuk menangani masalah ini.

Penanganan secara khusus terhadap para pengungsi dan korban bencana sosial yang terjadi di Maluku dan sejumlah wilayah Indonesia lainnya, menurut dia, akan menjadi perekat solidaritas emosional sesama anggota bangsa. "Indikasi solidaritas emosional itu adalah kepedulian terhadap mereka yang mengalami penderitaan di Maluku, Aceh, dan lain-lainnya," kata Imam.

Ia menyayangkan tidak adanya pembicaraan khusus di parlemen maupun MPR terhadap masalah ini. Padahal di Amerika Serikat, seorang yang dihukum cambuk di luar negeri akibat pelanggaran disiplin pun menjadi perdebatan sengit. "Karena itu MPR harus mengagendakan secara khusus masalah ini. Bila tidak ini akan menjadi skandal kemanusiaan," kata Imam.

Minta perlindungan
Sementara itu, Ketua Dewan Pengurus Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Munir sekembali dari Dili mengemukakan bahwa saat ini ada sekitar 500 pengungsi Maluku yang minta perlindungan ke Timtim. Kedatangan mereka hampir menimbulkan kesalahpahaman karena dicurigai sebagai milisi karena membawa bendera In-donesia. Namun, akhirnya mereka diterima oleh warga Timtim dan mendapatkan perlindungan dari polisi sipil UNTAET. Mereka bahkan ditawari untuk menjadi warga negara Timtim.

"Kejadian ini sangat memalukan karena mencerminkan ketidakmampuan kita menangani soal pengungsi warga kita sendiri," jelas Munir sambil menambahkan bahwa rombongan terakhir yang mendarat di Dili, tepatnya di depan hotel terapung Olympic, tiba hari Selasa, dengan jumlah sekitar 60 orang. (wis/oki)