15 STAF LBH ACEH DIANGKUT KE POLRES ACEH BESAR

Jakarta, Kompas
Sebanyak 15 staf Lembaga Bantuan Hukum Banda Aceh, termasuk direkturnya Rufriadi, digiring ke Kantor Kepolisian Resor (Polres) Aceh Besar sejak Jumat (20/7) pagi. Penangkapan diduga berkaitan erat dengan acara Pekan Antimiliterisme yang digelar LBH Aceh bersama Front Perlawanan Demokratik Rakyat Aceh (FPDRA) pada hari yang sama.    

Demikian diungkap Koordinator Badan Pekerja Komisi Untuk orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Munarman di Jakarta, Jumat.  Nama-nama staf LBH Banda Aceh yang ditahan antara lain Ari Maulana, Thamrin Ananda, Muchdal, Jakfar, Banta, Amril, Saadil, Zen, dan Bachtiar yang bekerja sebagai office boy.

Menurut Munarman, Kamis petang sebelumnya, sejumlah polisi dari Polres Aceh Besar dan Kepolisian Daerah (Polda) Aceh sudah meminta agar acara yang bakal diisi dengan diskusi, pa-meran, dan orasi tersebut diba-talkan. Namun, permintaan itu tidak dipenuhi karena dianggap tidak ada dasar hukumnya.

Ketika sedang melakukan pembukaan, sekitar pukul 10.00, puluhan aparat polisi langsung menggerebek lokasi acara. Seluruh orang yang ada di lokasi langsung diperintahkan naik ke truk polisi. Meski sudah mencoba untuk bersikeras, ke-15 orang staf LBH terpaksa mengikuti kemauan polisi. Bukan hanya manusia, berbagai peralatan penting kantor LBH Banda Aceh, seperti komputer dan berkas-berkas lainnya ikut diangkut.

"Kita mengutuk tindakan aparat itu. Penangkapan dan penahanan tersebut adalah tindakan yang mencari-cari kesalahan. Apa yang dilakukan LBH Banda Aceh hanyalah ekspresi sikap politik yang sepenuhnya dijamin oleh negara," ujar Munarman.

Pada hari yang sama, tambah Munarman, jajaran Polda Aceh juga menangkap empat aktivis Komite Bersama Modalitas Keamanan (KBMK) yang bermarkas di Hotel Kuala Triva Banda Aceh. Antara lain T Nasruddin Ahmad, T Kamaruzaman, dan T Amni Marzuki. Polisi mengatakan, KBMK merupakan organisasi yang berada di bawah komando Gerakan Aceh Merdeka.

Aktivis KBMK dituduh melakukan makar. Sesuai Pasal 106 KUHP, makar dengan maksud supaya wilayah negara seluruhnya atau sebagian jatuh ke tangan musuh, dengan maksud untuk memisahkan sebagian wilayah negara dari yang lain, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.

Dengan aksi yang dilakukan jajaran Polda Aceh Jumat kemarin, jumlah penangkapan aktivis di Aceh semakin banyak. Tanggal 17 Juli lalu, aktivis Kontras Aceh Indra T Keumala bersama aktivis Forum Rakyat T Heppi Suadi sempat ditahan di Mapolsek Rikib Gaib, Kuta Cane, Aceh Tenggara. Dua aktivis ini ditahan karena membawa hasil investigasi kerusuhan Takengon beberapa waktu lalu. (sah)