PEMERINTAH AKAN UNDANG JOINT COUNCIL BERSIDANG

Jakarta, Kompas
    Karena proses demiliterisasi di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam
tidak berjalan baik dan masih banyak pelanggaran oleh Gerakan Aceh
Merdeka, maka Pemerintah akan mengundang Joint Council untuk
bersidang minggu depan.
    Usai rapat koordinasi terbatas bidang Polkam, Selasa lalu (1/2),
Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan Susilo Bambang
Yudhoyono menyatakan, "Pelanggaran yang dilakukan GAM sudah pada
tingkat mencemaskan".
    Dalam rapat, hadir juga Menteri Pertahanan Matori Abdul Djalil,
Panglima TNI Jenderal Endriartono Sutarto, Kepala Polri Jenderal Da’i
Bachtiar, Gubernur NAD Abdullah Puteh, Kepala Polda Aceh Irjen
Bahrumsyah, Panglima Kodam Iskandar Muda Mayjen Djali Jusuf, dan
pimpinan Joint Security Committee dari RI Brigjen Syafzen Nurdin.
    Rapat menyimpulkan, pelanggaran GAM membuat proses demiliterisasi
atau pengumpulan senjata GAM sesuai perjanjian, juga belum
berjalan. "Jika tidak diintervensi dan dikoreksi total, mungkin
periode demiliterisasi tidak akan mencapai sasaran".   
    Jika demiliterisasi tidak berhasil, hampir pasti keseluruhan
penyelesaian Aceh secara damai juga akan gagal. Dari kepentingan
Indonesia, kegagalan itu akan mengancam integritas teritorial dan
kedaulatan NKRI.
    Karena itulah, kata Yudhoyono, pemerintah perlu mengambil langkah
penyelamatan proses penyelesaian Aceh secara damai. Apalagi GAM juga
melakukan propaganda dan aksi politik yang arahnya kemerdekaan, bukan
otonomi khusus.
    Karena alasan itu pula, pemerintah akan mengundang Joint Council
untuk bersidang di Indonesia, pekan depan, untuk mencari jalan keluar
dan perbaikan di lapangan. Jika pelanggaran GAM dibiarkan dan
mekanisme pengawasan JSC juga bermasalah, Indonesia berharap Joint
Council bisa menekan agar JSC melakukan perbaikan.
    "Jajaran TNI dan Kepolisian sudah diberi warning untuk menyiapkan
segala sesuatunya apabila jalan damai yang ideal yang sangat
bermartabat dan manusiawi ini tidak lagi dapat berjalan ," kata
Yudhoyono.

Kontrol instrumen TNI AD
    Sementara itu, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak
Kekerasan dan Imparsial, mendesak pemerintah untuk konsisten
menjalankan Kesepakatan Penghentian Permusuhan. Pemerintah harus
melakukan kontrol ketat instrumennya, terutama TNI Angkatan Darat.
    Koordinator Badan Pekerja Kontras, Ori Rahman, menilai kondisi
Aceh belakangan ini menimbulkan sejumlah pertanyaan tentang tidak
efektifnya Kesepakatan Penghentian Permusuhan. "Sejumlah kekerasan
masih terjadi dan masing-masing pihak sibuk saling tuding," kata Ori,
didampingi Direktur Eksekutif Imparsial, Munir.
    Kontras dan Imparsial menilai, Pemerintah Indonesia lemah dalam
humanitarian policy. Kondisi lemah itu kemudian lebih banyak diisi
oleh TNI, yang dalam melihat persoalan Aceh menunjukkan sikap di luar
agenda perdamaian dan seolah mengutamakan pola unjuk kekuatan. 
(LOK/lam)

PEMERINTAH AKAN UNDANG JOINT COUNCIL BERSIDANG

Jakarta, Kompas
    Karena proses demiliterisasi di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam
tidak berjalan baik dan masih banyak pelanggaran oleh Gerakan Aceh
Merdeka, maka Pemerintah akan mengundang Joint Council untuk
bersidang minggu depan.
    Usai rapat koordinasi terbatas bidang Polkam, Selasa lalu (1/2),
Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan Susilo Bambang
Yudhoyono menyatakan, "Pelanggaran yang dilakukan GAM sudah pada
tingkat mencemaskan".
    Dalam rapat, hadir juga Menteri Pertahanan Matori Abdul Djalil,
Panglima TNI Jenderal Endriartono Sutarto, Kepala Polri Jenderal Da’i
Bachtiar, Gubernur NAD Abdullah Puteh, Kepala Polda Aceh Irjen
Bahrumsyah, Panglima Kodam Iskandar Muda Mayjen Djali Jusuf, dan
pimpinan Joint Security Committee dari RI Brigjen Syafzen Nurdin.
    Rapat menyimpulkan, pelanggaran GAM membuat proses demiliterisasi
atau pengumpulan senjata GAM sesuai perjanjian, juga belum
berjalan. "Jika tidak diintervensi dan dikoreksi total, mungkin
periode demiliterisasi tidak akan mencapai sasaran".   
    Jika demiliterisasi tidak berhasil, hampir pasti keseluruhan
penyelesaian Aceh secara damai juga akan gagal. Dari kepentingan
Indonesia, kegagalan itu akan mengancam integritas teritorial dan
kedaulatan NKRI.
    Karena itulah, kata Yudhoyono, pemerintah perlu mengambil langkah
penyelamatan proses penyelesaian Aceh secara damai. Apalagi GAM juga
melakukan propaganda dan aksi politik yang arahnya kemerdekaan, bukan
otonomi khusus.
    Karena alasan itu pula, pemerintah akan mengundang Joint Council
untuk bersidang di Indonesia, pekan depan, untuk mencari jalan keluar
dan perbaikan di lapangan. Jika pelanggaran GAM dibiarkan dan
mekanisme pengawasan JSC juga bermasalah, Indonesia berharap Joint
Council bisa menekan agar JSC melakukan perbaikan.
    "Jajaran TNI dan Kepolisian sudah diberi warning untuk menyiapkan
segala sesuatunya apabila jalan damai yang ideal yang sangat
bermartabat dan manusiawi ini tidak lagi dapat berjalan ," kata
Yudhoyono.

Kontrol instrumen TNI AD
    Sementara itu, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak
Kekerasan dan Imparsial, mendesak pemerintah untuk konsisten
menjalankan Kesepakatan Penghentian Permusuhan. Pemerintah harus
melakukan kontrol ketat instrumennya, terutama TNI Angkatan Darat.
    Koordinator Badan Pekerja Kontras, Ori Rahman, menilai kondisi
Aceh belakangan ini menimbulkan sejumlah pertanyaan tentang tidak
efektifnya Kesepakatan Penghentian Permusuhan. "Sejumlah kekerasan
masih terjadi dan masing-masing pihak sibuk saling tuding," kata Ori,
didampingi Direktur Eksekutif Imparsial, Munir.
    Kontras dan Imparsial menilai, Pemerintah Indonesia lemah dalam
humanitarian policy. Kondisi lemah itu kemudian lebih banyak diisi
oleh TNI, yang dalam melihat persoalan Aceh menunjukkan sikap di luar
agenda perdamaian dan seolah mengutamakan pola unjuk kekuatan. 
(LOK/lam)