Penolakan Kejaksaan Agung Menyidik Kasus Trisakti-Semanggi

Press release kontras
No. 07/PR-III/2003

Tentang

Penolakan Kejaksaan Agung Menyidik Kasus Trisakti-Semanggi :
Merupakan Ancaman Serius Bagi Penegakan HAM

 

Pada tanggal 11 Maret 2003, Kepala Satuan Tugas HAM Kejaksaan Agung, BR Pangaribuan mengatakan bahwa Kejaksaan Agung telah mengambil sikap terakhir yaitu tidak dapat menindak lanjuti penyelidikan Komnas HAM dalam kasus Trisakti dan Semanggi. Hal itu disebabkan karena DPR sudah memutuskan bahwa tidak ditemukan pelanggaran HAM berat pada peristiwa Trisakti, Semanggi I dan Semanggi II. Selain itu Kejaksaan Agung merasa telah terhalang dalil hukum bahwa satu kasus tidak dapat diadili dua kali mengingat perkara penembakan mahasiswa Trisakti telah diputus Pengadilan Militer pada 1999 lalu.

Menyusuri proses hukum pengusutan kasus Trisakti dan Semanggi selama ini, maka peran Kejaksaan Agung merupakan ancaman serius bagi penegakan HAM, dengan didasarkan pada fakt-fakta antara lain :

  1. Sejarah sepanjang proses pengusutan kasus Trisakti †Semanggi. Sejak diserahkannya hasil dari Komisi Pelanggaran HAM Kasus Trisakti dan Semanggi pada April 2002 ke Kejaksaan Agung, penyidik telah 3 kali mengembalikan berkas penyelidikan kembali ke Komnas HAM dengan berbagai alasan. Bahkan Kejaksaan Agung telah mengingkari kesepakatan dengan Komnas HAM untuk meminta DPR mencabut rekomendasi yang menyebutkan tidak adanya pelanggaran HAM berat dalam kasus Trisakti Semanggi.
  2. Argumentasi tentang terganjalnya proses penyidikan akibat dari rekomendasi DPR merupakan uapaya justifikasi Kejaksaan Agung untuk tidak melaksanakan fungsinya. Rekomendasi DPR tersebut tidak dapat dijadikan suatu produk hukum karena DPR hanya memiliki kewenangan untuk mengusulkan terbentuknya pengadilan HAM berdasarkan hasil penyelidikan dan penyidikan. DPR sebagai lembaga politik tidak berhak untuk menilai adanya peristiwa pelanggran HAM.
  3. Kejaksaan Agung telah mencampuradukkan persoalan formalitas dan substansi hukum antara pidana militer dan pelanggaran HAM berat, ketentuan mengenai Atasan yang Berhak Menghukum dan Perwira Penyerah Perkara dalam Peradilan Militer dinyatakan tidak berlaku lagi (pasal 49 UU No 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM). Selain itu pengadilan militer yang telah dilangsungkan merupakan peradilan pidana yang sama sekali tidak menyentuh kepada para penanggung jawab komando, sebagaimana diterapkan dalam kasus kejahatan terhadap kemanusiaan.
  4. Pernyataan Kejaksaan Agung menunjukan bahwa Kejaksaan Agung tidak memiliki rasa keadilan (sense of justice) dan rasa kemanusiaan (sense of humanity) dan menjadi lembaga melanggengkan impunitas yang melindungi para pelaku kejahatan pelanggaran HAM.

 

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka Kontras :

Mendesak Kejaksaan Agung untuk tetap melakukan penyidikan terhadap kasus Trisakti dan Semanggi sesuai dengan mandatnya .

Kejaksaan Agung harus mengesampingkan rekomendasi DPR karena DPR telah memanipulasi politik mandat yang diatur dalam UU. Selain itu Wakil Ketua Mahkamah Agung telah menyatakan rekomendasi DPR bukan merupakan produk hukum yang putusannyatidak mengikat.

 

Jakarta, 14 Maret 2003
Presidium Badan Pekerja

 

Ori Rahman
Koordnator