MA HARUS SEGERA BEBASKAN ABDULLAH

Jakarta, Kompas
    Mahkamah Agung (MA) diminta segera membebaskan Abdullah bin Andah
(40), narapidana yang telah menjalani hukuman 14 tahun tetapi
ternyata tidak bersalah. Semakin lama Abdullah mendekam di penjara,
semakin besar pula kesalahan negara terhadap korban peradilan itu.
    Demikian Mouvty Makaarim dan Abusaid Pelu dari Komisi untuk Orang
Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) dan Ketua Yayasan
Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Munarman secara terpisah,
Selasa (25/3).
    Abdullah adalah narapidana yang dihukum 20 tahun-sebelumnya
divonis seumur hidup-karena dituduh ikut menculik dan membunuh
Heriana Syuhada (9) di Desa Geudong, Aceh Utara, tahun 1988. Tuduhan
itu muncul setelah pelaku asli, Syaiful Bahri (30), menyebut nama
Abdullah ketika diperiksa polisi. Abdullah yang tidak tahu-menahu
terpaksa mengaku karena tidak tahan siksaan polisi sewaktu diperiksa.
Apalagi tulang rusuknya sampai patah ketika disiksa penyidik.
    Abdullah sudah mengajukan banding, kasasi, dan peninjauan kembali
(PK). Syaiful Bahri, pelaku sesungguhnya, bahkan sudah membuat
pengakuan di depan hakim bahwa Abdullah tidak terlibat. Namun,
Abdullah tetap dihukum dan hingga kini masih mendekam di LP Tanjung
Kusta, Medan.
    Mouvty dan Abusaid mengatakan, untuk mengeluarkan Abdullah, MA
harus segera mengeluarkan fatwa. "MA harus membuat terobosan hukum
secepatnya. Jangan sampai prosedur hukum yang tidak tersedia
mengalahkan rasa keadilan," kata Mouvty.
    Sebaliknya menurut Munarman, satu-satunya prosedur yang tersedia
adalah mempercepat pembebasan Abdullah lewat mekanisme pembebasan
bersyarat. "Kanwil Kehakiman Aceh dan Sumatera Utara harus proaktif
membebaskan Abdullah. Apalagi Abdullah sudah mengajukan permohonan
pembebasan bersyarat."
   
Amburadul
    Kasus Abdullah adalah dilema amburadulnya sistem hukum dan
peradilan negara ini. Praktik penyiksaan tersangka dan minimnya
kesungguhan hakim menggali kebenaran membuat kasus seperti ini muncul.
    Kasus salah hukum yang beberapa kali terjadi di Indonesia
mengilhami perlunya prosedur PK. Namun ternyata, PK mengalami
"inflasi" karena MA tidak membuat persyaratan ketat. "Semua orang
yang divonis hukuman mengajukan PK. Akibatnya, ketika orang seperti
Abdullah memerlukan mekanisme hukum, MA menganggapnya hanya kasus
orang yang tidak puas," kata Munarman.
    Kontras akan menyurati MA Rabu ini meminta pembebasan Abdullah.
YLBHI juga akan membantu mengeluarkan Abdullah lewat pembebasan
bersyarat. (SAH)