PANGLIMA TNI AKAN PAPARKAN RENCANA OPERASI UNTUK ACEH

Jakarta, Kompas
    Pemerintah meminta agar Gerakan Aceh Merdeka tetap menghormati
Kesepakatan Penghentian Permusuhan. Operasi militer merupakan pilihan
terakhir yang akan diambil pemerintah. Namun, untuk persiapan
kemungkinan tersebut, Panglima Tentara Nasional Indonesia akan
memaparkan rencana operasi TNI di Aceh dalam sebuah sidang terbatas
minggu depan.
    Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Menko Polkam)
Susilo Bambang Yudhoyono dalam konferensi pers di Kantor Menko
Polkam, Jakarta, Kamis (10/4), menyatakan, peluang menyelamatkan
Kesepakatan Penghentian Permusuhan masih ada.
    "Syaratnya, semua pihak, terutama GAM, kembali ke semangat, jiwa,
dan substansi dari Kesepakatan Penghentian Permusuhan," katanya.
    Namun, Yudhoyono mengatakan, Rabu malam dia mendapat
pemberitahuan dari The Henry Dunant Centre for Humanitarian Dialogue
(HDC) bahwa GAM menolak menghadiri sidang Dewan Bersama (Joint
Council/JC) yang diusulkan Pemerintah RI. "Tadi pagi saya terima
surat dari HDC perihal penolakan GAM tersebut," katanya.
    Setelah membaca surat itu, Yudhoyono memahami, GAM belum
memerlukan sidang Dewan Bersama dan menganggap persoalan di lapangan
masih dapat diselesaikan Joint Security Committee (Komite Keamanan
Bersama/KKB). Malah GAM berpendapat, pemimpin HDC Martin Griffith
perlu datang ke Aceh untuk mengatasi permasalahan ini. "Tetapi,
alinea berikutnya membingungkan saya bahwa kalau Indonesia tetap
ingin, bisa saja GAM datang ke sidang JC. Akan tetapi, GAM juga
meminta pemimpin HDC datang ke Aceh untuk mengatasi persoalan"
tuturnya.
    Pemerintah Indonesia menyayangkan penolakan GAM. Apalagi
alasannya tidak tepat. Sebab, kenyataannya KKB tidak pada kapasitas
yang mampu mengatasi perkembangan situasi sehingga perlu dibawa ke
sidang Dewan Bersama, sesuai dengan ketentuan Pasal 8 dan 9
Kesepakatan Penghentian Permusuhan yang ditandatangani di Geneva, 9
Desember 2002.
    "Setelah JC bersidang, akan dilihat apakah dalam 30 hari ada
perbaikan atau tidak. Kalau tidak, pihak yang ingin melepaskan diri
sah melepaskan diri secara unilateral," kata Yudhoyono lagi.
    Pemerintah, menurut Yudhoyono, tetap menilai bahwa GAM terbukti
melakukan pelanggaran serius, dan penolakan membawa masalah ke sidang
Dewan Bersama adalah bukti ketidaksungguhan GAM.   
    "Indonesia masih tetap ingin menyelamatkan kesepakatan asalkan
GAM kembali ke track- nya, dengan titik berat bersedia mengumpulkan
senjata sesuai dengan rencana. Selain itu, menerima otonomi khusus
sebagai solusi politik yang tidak perlu diperdebatkan lagi," paparnya.
    TNI dan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) segaris
dengan instruksi presiden untuk mematangkan persiapan akhir
mengantisipasi perkembangan terburuk. Dalam kaitan itu, pemerintah
perlu memberi rumusan tugas TNI dan Polri untuk melindungi rakyat
Aceh dan melumpuhkan GAM bersenjata.   
    "Saya tegaskan bahwa apabila solusi militer diambil, ini benar-
benar pilihan terakhir. Kalau solusi militer diambil, tolong pahami
dalam komitmen dan kecintaan saya kepada negara dan Sang Merah
Putih," kata Yudhoyono tegas.   
    "Minggu depan Panglima TNI akan memaparkan rencana operasi secara
definitif dan lengkap dalam sebuah sidang yang sangat terbatas.
Setelah itu, baru Presiden Megawati Soekarnoputri akan mengambil
keputusan," katanya.
    Sementara itu, Panglima TNI Jenderal Endriartono Sutarto
menegaskan, kalau GAM tidak mau melanjutkan pertemuan Komite Keamanan
Bersama, kesepakatan damai otomatis tidak dapat dilanjutkan.
    "Terserah pemerintah mau melakukan upaya apa. Bila yang
dikehendaki cara militer, TNI siap melakukan. Intinya masalah Aceh
harus diselesaikan. Dulu kami melaksanakan agreement damai. Sekarang,
kalau tidak berhasil, tentu kami pakai jalan lain," katanya.   
    Endriartono juga menyatakan siap melakukan paparan rencana
penyelesaian masalah Aceh bila diminta presiden. Namun, dia menolak
untuk mengungkap teknis paparan.   
    Endriartono juga berjanji, bila dilakukan operasi militer tidak
akan mengulangi kejadian Daerah Operasi Militer (DOM) di Aceh seperti
masa lalu.
   
Dipanggil Komisi I
    Secara terpisah, Wakil Ketua Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat
Bidang Pertahanan Laksamana Muda Ishak Latuconsina di Gedung MPR/DPR
mengungkapkan, Komisi I akan memanggil Menko Polkam untuk menjelaskan
perkembangan penyelesaian masalah Aceh.   
    Latuconsina mengharapkan pemerintah bisa menempuh jalan dengan
sidang Dewan Bersama. Bagaimanapun kesepakatan yang sudah
ditandatangani dengan GAM tetap menjadi patokan.   
    Tentang kemungkinan operasi militer ke Aceh, Latuconsina tidak
melihat TNI dan Polri akan segera dikerahkan ke Aceh. "Kesiagaan TNI
dan Polri jangan dianggap sebagai kesiagaan untuk melanggar
kesepakatan," katanya.
    Secara terpisah, Menteri Pertahanan Matori Abdul Djalil
menyatakan, kalaupun ada operasi militer ke Aceh, hendaknya hal itu
tidak disikapi lain. Pemerintah, katanya, berkewajiban melindungi
keutuhan negara.
   
Merdeka dan referendum
    HDC mengingatkan, tujuan kesepakatan penghentian permusuhan
Indonesia dengan GAM adalah penyelesaian konflik di Aceh. Dalam
kesepakatan di Geneva, tidak dibahas soal kemerdekaan atau referendum.
    Wakil HDC di Aceh, David Gorman, mengemukakan itu dalam jumpa
pers di Banda Aceh, kemarin, menanggapi menghangatnya isu kemerdekaan
dan referendum di Aceh.
    Di lapangan hingga kemarin masih meletus berbagai kontak tembak
dan jatuhnya korban jiwa di kedua belah pihak. Mengenai sidang Dewan
Bersama yang diminta Indonesia, Gorman mengatakan, dapat saja
dilakukan. Namun, ada perbedaan pandangan antara pemerintah dan GAM
yang harus didiskusikan dulu.
    Sementara wakil pemerintah di KKB, Brigjen Safzen Noerdin,
menyatakan pemerintah menganggap GAM masih mengampanyekan isu
kemerdekaan dan referendum. "GAM juga melakukan konsolidasi, merekrut
anggota baru, memasok senjata, serta mengutip pajak kepada warga,"
katanya.
    Sebaliknya, wakil GAM di KKB, Sofyan Ibrahim Tiba, menyatakan
pihaknya tetap pada prinsip awal, melaksanakan hasil kesepakatan. Dia
mengakui ada pergantian beberapa panglima GAM. "Kalau ini yang
dinamakan konsolidasi, mungkin TNI juga melakukannya, seperti
mengganti komandan kodim dan lain-lain," kata Sofyan, yang membantah
adanya perekrutan anggota militer GAM baru.   
    Ditanya kesiapan militer GAM manakala operasi militer dijalankan,
Sofyan mengatakan, dia tidak dalam kapasitas menjawab pertanyaan itu.
Dia meminta hal itu ditanyakan kepada Panglima GAM Muzakkir Manaf.
Namun, dia tetap menggarisbawahi penyelesaian Aceh lewat dialog dan
perdamaian akan lebih bermartabat daripada operasi militer.
    Sementara itu, Utusan Senior KKB Mayjen Tanongsuk Tuvinun
mengatakan, semua personel pemantau telah ditarik dari daerah
menyusul memburuknya kondisi keamanan. Namun, ia masih menyatakan
keyakinannya bahwa personel pemantau itu akan dapat ditempatkan lagi
di daerah manakala kondisi keamanan membaik, terutama jika ada
jaminan keamanan bagi mereka.   
    Di Aceh, berbagai pihak melontarkan sikap beragam atas rencana
operasi militer sebagai langkah terakhir menyelesaikan masalah Aceh.
    Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) Abdullah Puteh sendiri
menyetujui rencana pemerintah itu asal dilakukan bijaksana. Rakyat
harus diselamatkan di atas segala-galanya dalam operasi.
    Sementara anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah NAD, M Nasir
Djamil, berpendapat, rencana operasi militer di Aceh bukanlah satu
solusi penyelesaian. Itu jika merunut pada operasi-operasi yang
dilakukan dalam waktu lama sebelum ini. Yang muncul adalah jatuhnya
korban dan trauma berkepanjangan dari rakyat.
    Dia mengatakan, proses perdamaian yang baru berlangsung beberapa
bulan hendaknya terus dijaga. Butuh kesabaran dan saling pengertian
terhadap berbagai masalah yang dihadapi. "Ada hati nurani yang
berbicara bahwa perdamaian adalah sebuah harga pasti yang harus
dijunjung tinggi," katanya.
    Nada yang sama juga dikemukakan Rufriadi, mantan Koordinator
Lembaga Bantuan Hukum Banda Aceh. Keduanya mengatakan betapa
masyarakat Aceh membutuhkan kedamaian, bukan operasi militer yang
akan membuat suasana menjadi lain. Ini terlihat dari bagaimana rakyat
di Aceh melakukan sujud syukur ketika pemerintah dan GAM mencapai
kesepakatan damai.   
    Sejumlah warga Banda Aceh mengaku terkejut setelah mendengar
rencana operasi militer akan digelar. "Tolong tulis, kami sudah lelah
dengan konflik dan operasi militer. Berikan suasana damai bagi kami
untuk hidup dan berusaha di tanah leluhur kami," kata Muhammad,
seorang pengayuh becak di Banda Aceh.
    Di Jakarta, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan
(Kontras) mendesak pemerintah bersungguh-sungguh dan tulus
melanjutkan kesepakatan perjanjian perdamaian. "Jangan pernah gunakan
pendekatan operasi keamanan lagi, yang sudah terbukti gagal
menyelesaikan persoalan di Aceh," ujar Ketua Presidium Badan Pekerja
Kontras Ori Rahman.
    Kontras juga mendesak Presiden Megawati Soekarnoputri memberi
perlindungan kepada KKB, antara lain dengan memperkuat fungsi dan
kewenangan personel KKB. Tidak efektifnya KKB menyelesaikan berbagai
persoalan disebabkan oleh tiadanya dukungan politik yang serius dari
pemerintah.

Kontak senjata
    Kemarin, kontak senjata meletus di sejumlah lokasi di Aceh.
Peristiwa itu menyebabkan jatuhnya korban, baik di pihak aparat
keamanan Indonesia, personel GAM, maupun penduduk sipil-bahkan,
seorang anak berusia 6 tahun tewas.
    Pihak TNI mengklaim telah menembak mati dua personel GAM dan
menyita dua senjata serbu serta satu pistol dalam kontak senjata di
kawasan Trieng Gadeng, Kabupaten Pidie.
    Dalam insiden itu, anggota TNI, Pratu Asep Dalia dari Batalyon
Infanteri (Yonif) 328, juga tewas. Komandan Satuan Tugas Penerangan
Komando Operasi TNI Letkol Firdaus mengatakan, kontak senjata itu
terjadi sekitar 30 menit sejak pukul 10.00. Sekitar 20 personel GAM
menyerang anggota TNI di pos mereka.
    Kontak senjata lain terjadi pukul 12.30 di kawasan Kunyet,
Kecamatan Padang Tiji, Kabupaten Pidie. Firdaus menyatakan, pos Yonif
327 di sana diserang sejumlah anggota GAM. Akibatnya, dua personel
TNI menderita luka, yaitu Praka Basri dan Prada Suryono.   
    Sebaliknya, pihak GAM mengaku harus melayani aksi militer
Indonesia yang mencari-cari mereka hingga ke pelosok desa. "Anda saya
beri tahu, kami tidak melakukan penyerangan, tetapi kamilah yang
diserang. Kami terpaksa bela diri,"
kata juru bicara GAM Pidie, Teungku Elwe Deamurtyla, lewat telepon. (WIN/NJ/SAH/BUR)