Pengembalian Berkas Perkara Mei 1998

Siaran Pers Bersama
Tentang
Pengembalian Berkas Perkara Mei 1998

Forum Keluarga Korban Tragedi Mei 1998 bersama KontraS, ELSAM dan Tim TPK 12 Mei 1998, menyatakan kecewa atas sikap dan tindakan Jaksa Agung yang mengembalikan berkas perkara kerusuhan Mei 1998. Kami menilai pengembalian berkas ini terlalu mengada-ada. Tindakan ini tampaknya sengaja dilakukan Jaksa Agung dengan tujuan mengulur-ulur waktu sehingga para pelaku dan dalang kerusuhan Mei 1998 terhindar dari jerat hukum. Tindakan tidak dapat dipisahkan dari rangkaian sikap dan tindakan Jaksa Agung yang menciutkan daftar para pelaku pelanggaran berat HAM dalam perkara pelanggaran berat HAM lainnya seperti kasus Timor Timur, Tanjung Priok, Tisakti Semanggi I-II. Oleh karena itu, Kami mendesak Jaksa Agung dan Ketua Komnas HAM untuk membentuk Tim Gabungan (Join-Team) untuk menindaklanjuti pengusutan kasus Kerusuhan Mei 1998.

Keprihatinan ini penting untuk disampaikan secara terbuka demi kelanjutan penuntasan kasus-kasus pelanggaran HAM yang berat. Bukan hanya perakara Mei 1998, yang sudah terbengkalai selama lebih dari 6 tahun. Tapi juga perkara lainnya. Pengembalian tersebut mengulangi modus yang sama dalam perkara Trisakti, Semanggi I dan Semanggi II.

Pengembalian tersebut juga merupakan kesalahan hukum yang fatal dalam menerapkan ketentuan-ketentuan UU No. 26/2000, Perlu diketahui, dasar hukum pengembalian berkas oleh Jaksa Agung adalah UU 26/2000 tentang Pengadilan HAM Pasal 20 ayat (3), yang berbunyi ; “Dalam hal penyidik berpendapat bahwa hasil penyelidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) masih kurang lengkap, penyidik segera mengembalikan hasil penyelidikan tersebut kepada penyelidik disertai petunjuk untuk dilengkapi dan dalam waktu 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterimanya hasil penyelidikan, penyidik wajib melengkapi kekurangan tersebut.

Selanjutnya, dalam penjelasan Undang-Undang 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan kurang lengkap adalah belum cukup memenuhi unsur pelanggaran hak asasi manusia yang berat untuk dilanjutkan ke tahap penyidikan. Dari penjelasan ini jelas bahwa hasil penyelidikan Komnas HAM tidak selayaknya dipersoalkan berdasarkan syarat kelengkapan formil.

Berkaitan dengan kelengkapan materiil (substansial), termasuk kebutuhan memeriksa Kivlan Zen dan Fadli Zon, dapat dilakukan oleh Tim Gabungan yang dibentuk Komnas HAM dan Jaksa Agung. Selain hasil penyelidikan Komnas HAM atas kasus itu sudah final, pengembalian berkas dengan alasan formil cenderung memanipulasi Undang-Undang 26/2000 tentang Pengadilan HAM.

Alasan Jaksa Agung mengenai sumpah penyelidik kembali membuktikan bahwa Jaksa Agung tidak memperhatikan kaedah hukum acara pidana yang berlaku. Secara hukum, penyelidik tidak wajib disumpah. Undang-Undang No 26/2000 tentang Pengadilaan HAM, tidak mengatur sumpah penyelidik atau penyelidik ad hoc sebelum menjalankan tugasnya. Kewajiban pengambilan sumpah semacam itu hanya diberlakukan bagi penyidik. Itupun penyidik ad hoc, yaitu penyidik yang berasal dari unsur masyarakat.

Kami, bersama pihak keluarga korban yang berulangkali mendatangi kedua instansi itu, meminta agar penanganan kasus tersebut tidak berhenti ditengah jalan. Apalagi menjadi mainan politik menjelang pemilu. Jaksa Agung selaku penyidik semestinya segera melakukan pengembangan pemeriksaan atas semua keterangan yang diperoleh penyelidik, beserta dokumen lainnya yang terkait. Hal ini bisa dilakukan langsung oleh pihak Jaksa Agung dengan melakukan penyidikan, yakni mencari bukti dan mengumpulkannya guna menemukan tersangkanya dan selanjutnya melakukan proses penuntutan di Pengadilan. Akan tetapi hal ini juga akan sulit mengingat kedua lembaga tersebut bersikeras dengan pendapatnya masing-masing.

Oleh karena itu, untuk mengatasi kebuntuan ini, kami mengusukan perlunya membentuk tim bersama yang didalamnya terdapat anggota Komnas dan juga Kejaksaan Agung. Bagiamanapun, dan apapun alasannya, kasus ini tidak boleh dihentikan. Jika Jaksa Agung tanpa atau bersama Komnas HAM tidak mampu memecahkan kebekuan ini, maka sulit berharap bahwa pengungkapan peristiwa tersebut tidak akan tercapai. Akhirnya, korbanlah yang kembali harus dirugikan kepentingannya memperjuangkan keadilan.

Demikian pernyataan ini. Terima kasih atas perhatiannya.

Jakarta, 3 Agustus 2004

Tertanda

Forum Keluarga Korban Mei 1998 bersama KontraS, ELSAM dan TPK 12 Mei